Categories
bisnis kepercayaan diri perintis

Fokus Laser

Jadi aku mendapat notifikasi dari Google Cloud Platform (GCP).

VM di GCP

Jika Anda mengklik tautan rekomendasi untuk berhemat (“Save $59 / mo”), maka Anda akan diberi saran seperti ini:

Rekomendasi dari GCP

GCP bilang, “Hei, VM kamu ada yang nganggur, jadi mending dimatikan saja biar kamu bisa hemat. VM yang nganggur itu VM SwanLove, Mamba, dan API PredictSalary.” 🤣

Oh, ya ada dua VM untuk PredictSalary. Satu untuk situsnya yang populer sekali karena orang bisa melihat gaji-gaji orang lain. Satunya lagi VM untuk API yang memprediksi gaji dari lowongan pekerjaan. Yang satu laku, yang lain tidak.

You can do anything, but you cannot do everything

Hal ini membuat aku merenung. Selama ini sebagian proyek aku terbelangkai karena kurang perhatian dari aku sehingga akhirnya proyek itu ketinggalan jauh daripada kompetitornya.

Oke, aku ringkaskan proyek-proyek aku yang berjibun di GCP biar Anda bisa menghayati perjuangan batinku:

  • ArjunaSkyKok dot com (lahir Maret 2020): blog yang sedang Anda baca ini. Ia membahas dunia perintis (startup) di Indonesia dan dunia.
  • PredictSalary (lahir Juli 2020): pengaya perambah (browser extension) yang memprediksi gaji dari lowongan pekerjaan. Ada juga fitur orang-orang berbagi gaji dan melihat gaji.
  • ParttimeCareers (lahir Januari 2021): situs lowongan pekerjaan paruh-waktu.
  • SwanLove (lahir November 2020): situs jodoh berdasarkan Linkedin.
  • Mamba (lahir September 2019): kerangka pengembangan proyek Ethereum.
  • Pembangun (lahir April 2021): forum pengembang mandiri (indie hackers) Indonesia.

Nah, belum lagi ada hasrat mencari pekerjaan profesional lagi dan tawaran berbisnis B2B dari teman.

Aku selama ini konsentrasinya terpecah belah. Aku tidak fokus ke proyek aku. Aku mengerjakan semuanya secara dangkal. Jadi hasil mereka ada yang tidak optimal. Tapi ada juga yang menunjukkan potensinya walaupun aku mengerjakannya tidak penuh waktu.

Hal ini juga membuat aku frustrasi karena aku merasa bersalah mengabaikan sebagian proyek aku. Jika aku mengerjakan proyek A, maka proyek B terabaikan. Jika aku mengerjakan proyek B, bagaimana dengan proyek C?

Aku punya banyak fitur yang aku ingin kerjakan di proyek A, B, C, E, F. Tapi waktu aku cuma 24 jam sehari dan aku butuh tidur 8-9 jam sehari.

Lalu aku mengevaluasi proyek-proyek tersebut. Bagaimana hasilnya? Proyek mana yang pantas untuk dilanjutkan dan ditekuni?

ArjunaSkyKok dot com

Aku mulai rutin menulis blog ini sejak bulan lalu (setiap minggu mengeluarkan satu artikel). Tapi sebelumnya sempat vakum lama. Blog ini lumayan disukai orang.

Traffic blog ArjunaSkyKok dot com bulan lalu

Tulisan-tulisannya disukai orang.

https://twitter.com/arjunaskykok/status/1422097118521479171
https://www.linkedin.com/posts/arjunaskykok_minasama-artikel-yang-berjudul-silicon-activity-6838345247194542080-dQnw/
https://www.linkedin.com/posts/arjunaskykok_startups-indonesia-startup-activity-6835431872634470400-kyiY/

Buku saya juga disukai orang-orang.

Pesan pribadi

Keputusanku adalah aku tetap menulis blog (dan buku) ini seminggu sekali. Setiap hari Minggu. Itu saja. Aku tidak akan memusingkan masalah monetasi. Blog ini adalah ekspresi spiritual aku.

PredictSalary

Ide awalnya cuma buat lucu-lucuan saja. Tiap kali aku posting tentang gaji di Linkedin, pasti ramai. Jadi aku mencoba untuk membuat aplikasi untuk prediksi gaji dari lowongan pekerjaan dengan Deep Learning dalam bentuk pengaya perambah. Hasilnya…. hangat-hangat saja.

796 pengguna Chrome
82 pengguna Firefox

Penggunanya tidak sampai seribu. Dan memasukkan satu situs lowongan pekerjaan ke PredictSalary itu butuh waktu yang banyak. Tidak semua situs yang rapi seperti Techinasia. Ada yang lowongan pekerjaannya berbentuk struktur data yang tidak rapi. Harus pakai NLP untuk mengekstrak informasi. Terus ada juga situs lowongan pekerjaan yang tidak memberitahu gaji secara eksplisit. Dia mensyaratkan Anda mengisi ekspektasi gaji, baru dia kasih tahu bahwa apakah gaji di lowongan pekerjaan ini sesuai dengan ekspektasi gaji Anda tidak. Artinya saya mesti scrap berulang kali (karena mesti mengubah ekspektasi gaji saya berkali-kali) untuk mendapatkan angka yang tepat.

Semua itu bisa aku kerjakan, cuma masalahnya seberapa besar nilai yang orang dapatkan dari memprediksi gaji dari lowongan pekerjaan. Sebanding tidak dengan usaha saya?

Lalu pada bulan Mei 2021 kemarin, aku bikin fitur berbagi gaji. Jadi Anda bisa mengirimkan gaji, terus saya tampilkan semua gaji orang-orang yang berbagi gaji. Hasilnya luar biasa. Sempat satu bulan itu, situs PredictSalary dikunjungi sampai 50 ribu kali. Untuk satu bulan terakhir situs PredictSalary dikunjungi 3 ribu kali.

Keputusanku adalah untuk mematikan pengaya perambah dan tetap melanjutkan fitur berbagi gaji karena sudah membantu banyak orang.

I know, the irony. Aplikasi dengan Deep Learning tidak laku. Aplikasi berbagi gaji yang berupa form biasa itu laris manis.

Dapatkah PredictSalary dikembangkan lagi? Sepertinya susah. Upside-nya tidak tinggi-tinggi amat. Aplikasi PredictSalary itu harus dimasukkan dalam kerangka yang lebih luas. Saya ambil contoh aplikasi serupa, TechPays, yang dibikin oleh Gergely Orosz. Dia memiliki blog dan artikel premium yang membahas tentang karir software engineer. Hal ini masuk akal. Situs berbagi gaji itu bisa dianggap sebagai content marketing, hal yang menarik orang-orang ke Anda. Tapi susah kalau mau dijadikan produk utama. Berapa banyak orang yang mau membayar untuk memprediksi gaji lowongan pekerjaan?

Jadi jangan khawatir, aku tetap me-maintain PredictSalary. Yang aku matikan adalah pengaya perambah saja. Nanti aku juga akan merapikan situsnya, menambahkan filter dan pengurutan. Terus aku bakal bikin fitur berbagi gaji untuk profesi lain, misalnya dokter (sudah diminta orang nih). Hal ini masih mungkin aku kerjakan karena tidak memakan waktu banyak. Mengerjakan pengaya perambah itu yang susah. Ia memakan banyak waktu karena harus meng-scrap situs lowongan pekerjaan dan bikin model Deep Learning yang akurat.

ParttimeCareers

Sedikit pengunjungnya. Tapi aku suka dengan konsep lowongan pekerjaan paruh waktu. Lagipula me-maintain ParttimeCareers ini cuma butuh 1 jam per bulan. PER BULAN. Situs ini jarang diperbaharui karena kontennya susah dicari. Pekerjaan paruh-waktu itu jarang ada.

Mamba

Kalau dipikir-pikir, aku agak menyesal tidak fokus 100% sejak awal dalam mengerjakan Mamba. Mamba bisa membuat reputasiku tinggi di dunia DeFi. Dengan Mamba sebagai pijakan, aku seharusnya bisa membangun proyek DeFi yang sukses. Tapi karena tidak fokus, aku tidak serius mengerjakan Mamba. Akhirnya Mamba kalah dengan kompetitornya, seperti Brownie, Truffle, Hardhat.

Keputusanku adalah matikan saja proyek ini. Tapi karena crypto akan menjungkirbalikkan dunia ini di masa depan, aku tetap harus belajar pemrograman crypto biar bisa beradaptasi. Lagipula proyek di mana aku akan fokus itu bakal bersinggungan dengan crypto.

Mamba ini aku akan jadikan sebagai situs blog atau Youtube (belum tahu yang mana) di mana aku berbagi dalam mempelajari kode-kode proyek DeFi/NFT yang terkenal, misalnya Uniswap, Sushi Swap. Paling aku habiskan sejam atau dua jam sehari untuk proyek ini.

Pembangun

Traffic-nya lumayan.

Traffic bulan lalu
Aktivitas untuk sebulan terakhir
Traffic seluruh waktu

Jadi rata-rata traffic Pembangun (di luar crawler) adalah 7 ribu per bulan. That’s not bad. Tiap hari aku cuma habiskan setengah jam untuk mengisi konten di forum Pembangun.

Terus Pembangun sudah banyak menginspirasi orang.

https://pembangun.net/t/pembangun-sudah-menginspirasi-orang/263

Selain itu, ketika aku mengisi konten di Pembangun, aku belajar banyak. Aku jadi tahu berapa lama yang dibutuhkan waktu untuk membangun SaaS. Aku jadi tahu bikin video game itu jauh lebih susah dan lama daripada bikin SaaS. Terus aku juga mendapat pengetahuan bahwa tidak perlu bekerja penuh waktu untuk membangun bisnis yang sukses. Dan lain-lain.

Keputusanku adalah menghabiskan waktu setengah sampai satu jam sehari untuk me-maintain Pembangun. Hitung-hitung belajar bisnis.

Sebagai sumber pemasukan, nanti mungkin aku bekerja sama (affiliate marketing) dengan pihak dompet elektronik sehingga pembangun bisa memakai produk mereka dalam menerima pembayaran. Diharapkan forum ini bisa self-sustain ke depannya.

Apakah Pembangun bisa dikembangkan lebih lanjut? Bisa. Aku bisa bikin jadi marketplace, seperti Gumroad. Tapi aku putuskan untuk memilih proyek lain.

SwanLove

Ia gagal mendapat traction. Tapi wajar sih. Ini adalah marketplace. Ia kena kutukan masalah ayam atau telur duluan.

Jadi aku sementara ini matikan dulu. Tapi aku masih berhasrat untuk melanjutkan aplikasi ini ketika kondisinya sudah tepat. Mungkin 5 atau 8 tahun lagi. Aku punya banyak mimpi terhadap SwanLove.

Aku memutuskan untuk menjual angsa-angsa sebagai NFT di OpenSea sebagai ucapan selamat tinggal.

https://opensea.io/collection/swan-love

SailorCoin

Ia memang tidak ada VM di GCP. Yang aktif adalah akun Twitter SailorCoin yang membahas tentang berita-berita finansial dan penawaran saham perdana perusahaan-perusahaan Indonesia.

Ternyata banyak orang suka, termasuk akun IG yang terkenal di dunia startup Indonesia, yaitu ecommurz.

Disebut oleh kucing

Akun Twitter SailorCoin sudah mulai mendapat traction.

Setelah dipikir-pikir, akun yang membahas berita finansial teknologi, mata uang kripto, NFT, saham meme, IPO (Initial Public Offering) perusahaan Indonesia dan Amerika masih sedikit.

Pasarnya bagus. Kita lihat Felicia Putri, yang membahas tentang finansial dan saham di Youtube, bisa mendapatkan Rp 400 juta per bulan.

https://www.youtube.com/watch?v=lxv6TIPc2XE

Nah, masih belum ada akun media sosial yang kuat yang membahas mata uang kripto, DeFi, NFT. IPO perusahaan Amerika juga masih sedikit yang bahas. Nah, there’s a void.

Akun SailorCoin memang berbahasa Inggris. Tapi nanti setelah beberapa bulan, bakal dibikin akun khusus berbahasa Indonesia.

Terus, SailorCoin juga bakal menawarkan produk SaaS, yaitu aplikasi yang membaca dokumen finansial (Form S-1, Earnings Call, Whitepaper) dengan teknologi NLP (Natural Language Processing).

Ia bisa meng-highlight angka dan nama penting
Ia bisa berdialog dengan dokumen IPO
Ia juga bisa memfilter dan mengurutkan tabel statis di dokumen IPO

Aplikasi SaaS-nya sedang dikembangkan.

Aku akan fokus ke SailorCoin karena peluangnya besar. Orang butuh media finansial yang membahas finansial teknologi, NFT, DeFI. Hal ini sudah tervalidasi.

Nah, aplikasi pembaca dokumen finansial ini memang belum tervalidasi. Bisa saja tidak ada orang yang mau memakainya. Tapi minimal aku bakal pakai. Sesial-sialnya SailorCoin bakal jadi media finansial yang sukses. Aplikasi SaaS-nya dipakai untuk membaca dokumen IPO oleh saya sehingga saya menghasilkan konten untuk SailorCoin dengan lebih cepat.

SailorCoin juga saya pilih karena ia bisa dikerjakan sebagai proyek bootstrap. Ia juga sepertinya menarik bagi investor karena ia bersinggungan dengan Kecerdasan Buatan dan crypto. Jadi saya memiliki fleksibilitas yang besar dengan proyek SailorCoin.

SailorCoin adalah proyek yang aku bakal fokus. It’s time to go all-in.

Fokus Laser

Kenapa aku mengerjakan banyak proyek dengan usaha yang dangkal selama ini? Aku bertanya-tanya kepada diriku sendiri. Sebagian dikarenakan aku takut go all-in. Bagaimana jika pilihanku salah? Aku juga punya kecenderungan untuk melakukan banyak hal.

Tapi untuk sukses, aku harus bisa fokus. Iya, saya tahu ada yang namanya Elon Musk. Selalu ada yang namanya pengecualian.

Begini pembagian waktu aku. Anggap aku bekerja 11 jam sehari.

Delapan (8) jam aku mengerjakan SailorCoin. Delapan jam itu dibagi 4 jam mengerjakan konten media SailorCoin (Youtube, Twitter, TikTok), 4 jam mengerjakan proyek aplikasi web pembaca dokumen finansial.

Satu (1) jam dipakai untuk me-maintain Pembangun dan PredictSalary.

Dua (2) jam dipakai untuk belajar pemrograman crypto. Karena crypto adalah masa depan. Mau tidak mau harus belajar crypto.

https://twitter.com/js_horne/status/1429240626151821313

Fokus laser juga membuat aku mendapatkan ketenangan jiwa. Tidak ada lagi perasaan bersalah karena tidak memperbaharui aplikasi-aplikasi yang berjibun itu. Aku bisa fokus untuk menumbuhkan SailorCoin.

Aku ini seperti samurai yang berada dalam keadaan Zen. Tidak ada keraguan lagi dalam bertempur. Karena aku sudah memilih medan pertempuran.

Rurouni Kenshin

Sebelum fokus laser:

Killua

Setelah fokus laser:

Killua dengan listrik

Nah, barulah aku bisa sukses!

SUKSES!!!

Moral Cerita

Moral dari cerita adalah jangan mengerjakan banyak proyek. Fokus kepada satu atau maksimal dua proyek. Betul, tahu proyek mana yang harus Anda fokus itu kadang-kadang harus melewati banyak eksperimen. Jadi ada kalanya Anda harus bikin banyak proyek untuk mencari The One. Terus, jangan takut untuk mengambil resiko.

Kesimpulan

Aku kebanyakan proyek. Akhirnya banyak yang terbelangkai. Solusinya adalah memilih mana yang harus aku fokus. Harus tegas dalam mematikan proyek yang lain.

Categories
perintis startup

Silicon Valley Indonesia

Slipicon Valley, Silicon Bali, Cilegon Valley, ….

Jadi negara kita, Indonesia, terobsesi membangun Silicon Valley. Kita akan melihat kenapa membuat Silicon Valley itu susah setengah mati. Dan kenapa kita tidak perlu berkecil hati jika kita gagal dalam membuat Silicon Valley. It’s not us, it’s them. Walaupun begitu, kita akan melihat kota-kota manakah yang berpotensi menjadi Silicon Valley Indonesia. Terus ada paradigma baru yang mentransenden konsep “Silicon Valley Indonesia”.

Apa itu Silicon Valley?

Orang mengartikan Silicon Valley itu berbeda-beda. Ada yang mengartikannya sebagai sebuah tempat di California di mana banyak perusahaan-perusahaan berbasis peranti lunak dan peranti keras sukses berdiri di situ.

Tapi ada juga yang mengartikannya secara umum, yaitu semua perusahaan teknologi berbasis peranti lunak dan peranti keras dari Amerika Serikat.

Ada yang mengartikan Silicon Valley sebagai suatu mindset dalam menghasilkan inovasi dalam membangun perintis (startup).

Karena orang mengartikannya berbeda-beda, maka kadang-kadang terjadi lost in translation. Misalnya, apakah perusahaan teknologi yang didirikan di New York, seperti Digital Ocean itu termasuk Silicon Valley atau tidak? Ada yang bilang tidak karena New York bukan bagian dari Silicon Valley. Ada yang bilang ya, karena Silicon Valley mencakup semua perusahaan teknologi di Amerika Serikat.

Tapi untuk artikel ini, saya akan menggunakan pengertian Silicon Valley yang mencakup semua perusahaan teknologi dari Amerika Serikat. Kecuali saya membicarakan tempat fisik.

Kenapa orang terobsesi dengan Silicon Valley?

Karena 💸💸💸.

https://www.visualcapitalist.com/which-companies-belong-to-the-elite-trillion-dollar-club/

Di atas itu adalah daftar perusahaan-perusahaan yang mencapai valuasi setidaknya $1 trilyun (Rp 14.000.000.000.000.000). Hanya ada satu perusahaan yang bukan bagian dari Silicon Valley.

Silicon Valley Indonesia

Mari kita melihat-lihat tempat-tempat yang dielu-elukan sebagai Silicon Valley Indonesia.

Batam

https://tekno.tempo.co/read/1256473/menengok-nongsa-digital-park-silicon-valley-indonesia-di-batam/full&view=ok

Kelebihannya adalah dekat dengan Singapura. Ada Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) di Batam. Industri animasi di sana sudah berjalan.

Malang

https://www.medcom.id/nasional/daerah/1bVA8BnN-malang-berambisi-jadi-silicon-valley-di-indonesia

Ada KEK juga di Malang.

Bali

https://www.bbc.com/news/business-27043778

Bali merupakan hotspot pengunjung dari belahan dunia lainnya. Ini merupakan potensi terjadinya pertukaran ide. Bali juga merupakan tempat favorit orang nomad.

Papua

https://nasional.kompas.com/read/2019/10/29/13160341/mengenal-silicon-valley-di-papua-yang-diresmikan-jokowi?page=all#page2

Tangerang

https://banten.idntimes.com/news/banten/muhammad-iqbal-15/banyak-yang-gak-tahu-tangerang-punya-silicon-valley/3

Tangerang dekat dengan Jakarta.

Surabaya

https://www.idntimes.com/news/indonesia/rudy-bastam/resmi-dibuka-inilah-silicon-valley-milik-surabaya-1/full

Salah satu kota terbesar di Indonesia.

Yogyakarta

https://www.antaranews.com/berita/687613/diy-siapkan-kawasan-industri-menyerupai-silicon-valley

Bandung

https://www.bbc.com/news/av/business-42889855
https://www.techinasia.com/5-reasons-bandung-great-tech-city-indonesias-silicon-valley

Bogor

https://www.viva.co.id/arsip/999488-pembangunan-silicon-valley-indonesia-di-bogor-dipercepat

Cikarang

https://tekno.sindonews.com/read/348452/207/cikarang-bakal-punya-silicon-valley-untuk-pengembangan-teknologi-ri-1614384122

Depok

https://godepok.com/sandiaga-uno-sebut-depok-silicon-valley/

Medan

https://www.medanbisnisdaily.com/news/read/2016/05/13/233541/medan_dinilai_bisa_samai_silicon_valley/

Manado

https://beritamanado.com/menuju-sulawesi-utara-silicon-valley-di-indonesia-olly-steven-gagas-cyber-park-center-di-sulut/

Jakarta

https://www.thejakartapost.com/news/2015/08/20/slipicon-valley-new-hub-startups.html

Sukabumi

https://money.kompas.com/read/2021/04/11/232100526/mengenal-bukit-algoritma-sukabumi-tiruan-silicon-valley-ala-indonesia

Makassar

https://makassardigitalvalley.id/

Dari kota-kota atau daerah-daerah yang sudah disebutkan di atas, mana yang Anda jagokan menjadi Silicon Valley Indonesia?

Sebelum kita menjawab pertanyaan tersebut, mari kita lihat sejarah Silicon Valley yang sebenarnya.

Sejarah Silicon Valley

Mari kita kembali ke akar. Apa yang membuat Silicon Valley itu Silicon Valley?

Berikut sejarah lengkapnya:

Ceritanya panjang:

https://steveblank.com/secret-history/

Ada versi videonya yang durasinya sejam.

https://www.youtube.com/watch?v=ZTC_RxWN_xo

Kalau Anda punya waktu lebih, coba bacalah artikel-artikelnya atau tontonlah videonya.

Tapi bagi Anda yang sangat sibuk, saya singkatkan sejarah Silicon Valley dalam 3 paragraf.

Di Perang Dunia Kedua, Amerika dan Inggris membutuhkan teknologi untuk men-jamming radar Jerman. Amerika sadar bahwa untuk memenangkan perang, dibutuhkan teknologi yang canggih. Mereka kerjasama dengan universitas. Pemerintah memberi pendanaan yang besar kepada universitas-universitas. Hal ini berlanjut sampai periode setelah Perang Dunia Kedua usai. Musuh Amerika adalah Uni Sovyet saat itu. Amerika ingin terbang melintasi Uni Sovyet untuk memantau kekuatan perang Uni Sovyet. Maka dari itu, Amerika membutuhkan teknologi yang canggih supaya pesawat mereka tidak terdeteksi oleh Uni Sovyet. Teknologi anti-radar dan satelit pun dikembangkan supaya bisa mengintip Uni Sovyet. Teknologi ini membutuhkan hal-hal yang berhubungan dengan Integrated Circuit yang bahannya adalah Silicon.

Nah, teknologi-teknologi ini kebanyakannya dikembangkan di Universitas Stanford. Lalu dekan di sana mendorong murid-muridnya untuk mendirikan perusahaan untuk memproduksi barang-barang elektronik ini dengan klien utama yaitu militer Amerika.

Setelah itu, makin banyak perusahaan yang memproduksi barang-barang elektronik ini. Kemudian ada yang keluarga-keluarga kaya membentuk perusahaan investasi untuk bisnis yang beresiko tinggi. Terus, ada orang yang bikin VC yang memberi pendanaan kepada perusahaan-perusahaan teknologi. Dan seterusnya.

Teknologi-teknologi inilah yang akan menjadi dasar perkembangan industri Komputer Personal (Personal Computer / PC) di Silicon Valley. Jadi adalah kondisi perang dan militer Amerika yang membesarkan Silicon Valley.

Keistimewaan Silicon Valley

Apa sih keistimewaan Silicon Valley itu? Keistimewaan Silicon Valley itu bisa dibagi menjadi empat kategori, yaitu pemerintah dan masyarakat yang mendukung budaya wirausaha di bidang peranti lunak dan peranti keras, SDM dengan kemampuan yang tinggi, pendiri (founder) perintis yang visioner dan pemodal ventura (VC) yang sangat mendukung perintis.

Kita ambil contoh perekayasa peranti lunak dari SDM di Silicon Valley. Apakah Anda memperhatikan yang mengembangkan bahasa-bahasa pemrograman, kerangka pengembangan (framework) dan sistem operasi itu kebanyakannya orang-orang dari Silicon Valley?

Ada banyak pendiri perintis yang sangat visioner dari Silicon Valley, seperti Steve Jobs, Bill Gates, Mark Zuckerberg, dan lain-lain.

Jika saya bilang, SDM dan pendiri perintis Indonesia kalah kualitasnya dibandingkan dengan SDM dan pendiri perintis Silicon Valley, saya yakin pasti sedikit yang akan membantah saya.

Nah, ada satu faktor lagi yaitu VC. Banyak ide-ide cemerlang yang hanya bisa lahir dengan bantuan dana yang besar. Kita ambil contoh VC yang sangat terkenal dari Silicon Valley, yaitu Marc Andreessen. Sebelum menjadi VC, dia adalah pencipta Mosaic, yaitu perambah (browser) yang pertama kali banyak digunakan. Dia juga adalah pasangan pendiri (co-founder) Netscape.

Dia adalah salah satu VC yang visioner dan berani mendanai proyek-proyek ambisius. Contohnya:

https://money.cnn.com/2016/04/04/technology/george-hotz-comma-ai-andreessen-horowitz/index.html

George Hotz mendapatkan pendanaan $3 juta (Rp 42 milyar) pada tahun 2016 dari VC Andreessen Horowitz (salah satu partnernya adalah Mark Andreessen) untuk perintis mobil swakemudinya.

Anda tidak akan menemukan VC yang mau mendanai perintis self-driving car di Indonesia.

Jika Anda tanya VC di Indonesia kenapa mereka tidak mau mendanai perintis self-driving car di Indonesia, maka jawaban mereka kemungkinan adalah di Indonesia tidak ada SDM mumpuni yang sanggup membangun perintis self-driving car.

Itu ada benarnya, tapi ada faktor juga di mana VC di Indonesia terlalu takut mengambil resiko (risk-averse). Mereka hanya berani berinvestasi pada sektor yang sudah pasti dan aman, seperti SaaS atau e-commerce. Kalau teknologinya terlalu baru, misalnya drone, self-driving car, atau NFT, mereka susah untuk dibujuk dalam memberikan pendanaan.

Faktor terakhir adalah pemerintah dan masyarakat. Di Silicon Valley sana, kegagalan adalah hal yang dipandang lumrah. Tidak apa-apa jika gagal. Di Indonesia, masih ada stigma kegagalan dalam menjadi pengusaha. Belum lagi faktor di mana pemerintah Amerika tanpa sengaja mem-bootstrap Silicon Valley dengan proyek militernya yang mengakibatkan banyaknya muncul perusahaan-perusahaan teknologi.

Kombinasi dari 4 hal ini membuat Amerika (tapi tidak Indonesia) memiliki perusahaan teknologi seperti ini:

https://techcrunch.com/2017/03/22/boom-supersonic-raises-33m-to-build-the-fastest-airplane-for-passenger-flight/

It’s not us, it’s them

Mungkin paragraf-paragraf sebelumnya ada yang menyinggung perasaan teman-teman di dunia perintis Indonesia.

“Kita tidak kalah kok dengan Silicon Valley. Buktinya kita punya Tokopedia dengan valuasi $9 milyar atau Rp 100 trilyun lebih. Kita juga punya …. (sebutkan nama perusahaan teknologi Indonesia favorit Anda dengan valuasi besar)”

Anda harus ingat bahwa saya tidak bilang kondisi dunia perintis kita buruk atau menyedihkan secara absolut. Mari kita gunakan analogi. Anggap tim nasional basket kita juara di Asia Tenggara. Itu kondisi yang menggembirakan kan? Kita bisa berbangga akan pencapaian itu. Kemudian tim nasional kita mengikuti Olimpiade dan bertemu dengan tim nasional Amerika Serikat di mana ada Kevin Durant dan teman-temannya. Menurut Anda, berapa skor yang akan terjadi jika Kevin Durant dan teman-temannya bermain serius?

Jika Anda masih ngotot bahwa Indonesia tidak kalah dengan Amerika, lihatlah angka-angka di bawah ini.

Jumlah unicorn di negara-negara

Angka untuk Tiongkok (China) ada kesalahan sedikit. Tapi kita membandingkan Indonesia dengan Amerika. Lihatlah jumlah unicorn yang dihasilkan oleh Indonesia dan Amerika. Iya, saya tahu Amerika populasinya 333 juta, dan Indonesia populasinya 274 juta. Kalaupun Anda menormalisasikan jumlah unicorn dengan jumlah populasi, kita masih kalah JAUH.

Amerika Serikat punya beberapa perusahaan yang menembus valuasi $1 trilyun. Kita tidak punya.

Saya mau bilang tidak perlu malu kalah dengan Amerika Serikat, karena bukan cuma kita yang kalah. Hampir semua negara lain juga kalah dengan Amerika.

Masih ingat saya bilang bahwa VC Indonesia kurang suka mengambil resiko? Bukan cuma mereka, tapi VC Korsel juga.

https://www.thejakartapost.com/life/2018/12/18/no-uber-or-airbnb-in-skorea-red-tape-risk-aversion-hobble-start-ups.html

VC Kanada pun dikeluhkan oleh orang-orang.

https://danco.substack.com/p/why-the-canadian-tech-scene-doesnt

VC Eropa juga.

https://news.ycombinator.com/item?id=28286737

Itulah kenapa saya tidak menyalahkan VC Indonesia. VC Silicon Valley itu seperti timnas basket Amerika. Siapa yang bisa mengalahkan mereka? Tidak Eropa, tidak Kanada.

Ehm, itu tidak sepenuhnya benar. Tiongkok lumayan mendekati Amerika. Ada kemungkinan kecil India juga bisa menyusul di masa depan.

https://companiesmarketcap.com/tech/largest-tech-companies-by-market-cap/

Di atas adalah daftar 10 perusahaan teknologi terbesar di dunia. Adakah negara dari Eropa atau Kanada? Tiongkok pun cuma bisa mengambil dua tempat.

Jadi janganlah Anda bersedih jika dunia perintis Indonesia kalah dengan Silicon Valley. Eropa dan Kanada pun kalah.

Yang punya peluang cukup besar untuk “menyamai” Amerika adalah Tiongkok. Dan mungkin India 15 tahun lagi.

Silicon Valley Indonesia yang realistis

Sepanjang Anda tidak mengartikan Silicon Valley Indonesia itu sebagai Silicon Valley di California, sepanjang Anda mengartikan Silicon Valley itu sebagai upaya untuk membangkitkan industri peranti lunak (mari kita lupakan peranti keras setidaknya untuk 10 tahun) di Indonesia, maka peluangnya cukup besar. Pembicaraannya menjadi realistis.

Kita sudah punya Silicon Valley Indonesia, yaitu Jakarta. Sebagian besar perintis-perintis Indonesia bercokol di sini. Nih buktinya.

Jakarta

https://www.crunchbase.com/search/organization.companies

Bandung

https://www.crunchbase.com/search/organization.companies

Yogyakarta

https://www.crunchbase.com/search/organization.companies

Surabaya

https://www.crunchbase.com/search/organization.companies

Bali

https://www.crunchbase.com/search/organization.companies

Tangerang

https://www.crunchbase.com/search/organization.companies

Saya sudah cek kota-kota lain seperti Malang, Medan, Semarang. Jumlah perintis-perintisnya sangat sedikit.

Jadi Jakarta adalah kota yang paling banyak memiliki perintis. Jakarta adalah Silicon Valley Indonesia. Penelitian sudah membuktikannya.

Tapi kita tidak puas jika Jakarta yang mendapat kehormatan Silicon Valley Indonesia. Ada alasan bagus juga. Karena jangan semua menumpuk di Jakarta.

Mari kita lihat unicorn-unicorn yang dihasilkan di kota-kota lain.

http://blog.eladgil.com/2021/06/unicorn-market-cap-june-2020-almost.html

Jika Anda perhatikan, India punya Mumbai, Bengaluru, dan New Delhi yang menghasilkan unicorn. Jerman punya Berlin dan Munich. Tiongkok punya Beijing, Shanghai, Hangzhou, Senzhen. Amerika punya banyak kota.

Kita cuma punya Jakarta.

Nah, kota manakah yang paling besar kemungkinannya memunculkan unicorn selain Jakarta di Indonesia?

Tangerang. Karena paling dekat dengan Jakarta. Ingat yah konsentrasi pekerja digital, pendiri perintis, dan VC masih terkonsentrasi di Jakarta.

Saya mendapat informasi dari burung-burung kecil saya, sebagian perintis di bawah portfolio VC tertentu mendapat mandat untuk memindahkan markas mereka ke Tangerang. Saya tidak persis tahu apa alasannya. Mungkin tempat di Jakarta terlalu sesak. Properti di Tangerang masih murah. Atau mungkin feng shui di Tangerang lebih bagus. Entahlah.

Tapi memilih Tangerang sebagai Silicon Valley Indonesia itu curang karena dekat dengan Jakarta. Ada istilah Jabodetabek tahu?

Mari kita pilih kota atau daerah di luar Jabodetabek. Jawabannya ada dua, yaitu Bandung dan Yogyakarta. Mereka bersaing ketat.

Surabaya masih ada harapan. Tapi masih ada perbedaan yang jauh antara Surabaya dengan kota-kota seperti Bandung dan Yogyakarta.

Bali ada harapan sedikit. Bali punya potensi sebenarnya. Ia adalah tempat favorit pekerja nomad. Tapi entah kenapa Bali susah menarik software engineer atau pekerja digital umumnya di Indonesia.

Mari kita kembali ke Bandung dan Yogyakarta.

Bandung karena ia memiliki universitas yang paling sukses di dunia perintis Indonesia. Bandung juga memiliki banyak perintis yang bermarkas di sana. Ingat Silicon Valley (yang di Amerika sana) adalah Silicon Valley karena ada universitas Stanford.

Yogyakarta karena ia yang tampaknya memiliki jumlah pekerja digital paling banyak di luar Jakarta. Budaya software engineering di Yogyakarta adalah yang paling kuat di Indonesia (selain Jakarta). Saya tidak punya data kuat. Nanti kapan-kapan saya investigasi lebih dalam. Sementara datanya dari PredictSalary. Jumlah baris untuk kota Yogyakarta adalah yang paling banyak (di luar Jakarta).

Ada lelucon kejam tentang Yogyakarta, yaitu UMR Yogyakarta. Jadi ada stereotipe tentang Yogyakarta di mana Anda dapat mencari pekerja dengan gaji yang rendah. Saya sering berbincang-bincang dengan pebisnis di Jakarta yang mengeluhkan harga jasa pemrogram di Jakarta terlalu mahal. Solusinya? Cari engineer di Yogyakarta. Saya hampir tidak pernah dengar kota lain. Mungkin 95% pembicaraan ini selalu berakhir dengan, “Mari kita outsource ke Yogyakarta.” Mereka tidak bilang outsource ke Semarang, Solo, Surabaya atau Medan. Selalu Yogyakarta. Yah, ada satu kali paling Bandung disebut.

Nah, Yogyakarta yang selama ini berada di bayang-bayang Jakarta sudah mulai bangkit dan menemukan jati dirinya ketimbang cuma sebagai tempat outsource dari Jakarta atau cabang perusahaan Jakarta.

https://www.gamatechno.com/company-profile/

Gambar di atas adalah footer situs perusahaan Gamatechno yang mengembangkan ERP. Markasnya di Yogyakarta. Cabangnya di Jakarta. Biasanya kan sebaliknya.

https://www.kickstarter.com/projects/coralisland/coral-island-reimagining-the-farm-sim-game/description

Yang mau saya bilang adalah industri software Yogyakarta mulai bangkit. Mereka bukan lagi cuma tempat outsource software engineering perusahaan-perusahaan Jakarta. Mereka bisa bikin perusahaan sendiri dengan karakter sendiri, terlepas dari bayang-bayang Jakarta.

Nah, tapi Bandung juga punya perintis tersendiri. Betul. Bandung punya Bobobox misalnya.

https://bobobox.co.id/en/contact

Saya tidak punya data keras. Saya cuma punya data pentilan dari PredictSalary. Saya cuma bisa bilang berdasarkan intuisi saya, Yogyakarta memiliki lebih banyak perintis dan pekerja digital daripada Bandung. Orang Yogya lebih “cinta” kota mereka. Orang Bandung biasanya pindah ke Jakarta untuk membangun perintis. Orang Yogyakarta lebih keras kepala dan tetap tinggal di Yogyakarta. Ini kesan yang saya dapatkan. Tidak ada data keras. Tapi di masa depan, saya akan mengukurnya, oke? Jadi kita tahu mana yang lebih unggul, Bandung atau Yogyakarta.

Analoginya, Jakarta itu di puncak klasemen dengan 40 poin. Bandung itu punya 30 poin. Yogyakarta itu punya 29 poin. Beda tipislah.

Remote

Tapi apakah konsep tempat fisik sebagai Silicon Valley Indonesia itu masih masuk akal? Sekarang kan jaman remote. Kenapa semua orang harus berkumpul di satu tempat untuk membangun perintis? Haruskah semua orang berkumpul di satu gedung untuk membuat aplikasi SaaS?

Tidak kan? Jadi kenapa kita ngotot mau membangun Silicon Valley Indonesia entah di Bandung, Yogyakarta, Medan atau apalah.

Kan kita bisa bikin perintis dengan konsep remote, seperti GitLab, atau Automattic. Bahkan Coinbase pun memutuskan untuk menjadi remote.

Pastikan koneksi internet kencang, stabil dan terjangkau tersedia bagi masyarakat umum. Saya sering melihat orang masih mengumpat tentang salah satu ISP di Indonesia (tidak boleh sebut nama) di Twitter.

Perkenalkan budaya remote ke masyarakat luas. Masih banyak orang yang keras kepala dan memaksa karyawan digital untuk bekerja di kantor.

Jika Anda menerima remote di hati Anda, maka Silicon Valley Indonesia adalah Indonesia. Ia bukan Jakarta, ia bukan Bandung, ia bukan Yogyakarta, tapi ia adalah Indonesia.

Siapa bilang kita harus membatasi diri dengan batas Indonesia? Tahukah Anda bahwa Anda bisa meminta pendanaan dari VC Amerika? Banyak perintis Eropa yang didanai VC Silicon Valley. Terus Anda juga dapat mempekerjakan pekerja digital dari seluruh dunia.

Batas-batas negara sudah mulai lemah di dunia yang serba cloud dan crypto ini.

Jika Anda menerima remote di hati Anda, maka Silicon Valley ada di awan (cloud). Ia bukanlah tempat fisik. Ia tidak bisa dilihat oleh mata, tidak bisa dipijak oleh kaki. Tapi ia nyata.

Bukit Algoritma

Pasti Anda protes jika saya tidak membahas Bukit Algoritma di artikel tentang Silicon Valley Indonesia. Jadi mau tidak mau saya mesti membahas Bukit Algoritma.

Adakah peluang berhasil dari Bukit Algoritma untuk menjadi Silicon Valley? Tentu saja kita mesti memperjelas Silicon Valley yang mana dulu.

https://money.kompas.com/read/2021/04/11/232100526/mengenal-bukit-algoritma-sukabumi-tiruan-silicon-valley-ala-indonesia?page=2

Kalau tujuannya mau bikin Silicon Valley Amerika, yah jelas sangat kecil kemungkinannya. Tapi jangan merasa buruk, karena hampir semua negara (kecuali Tiongkok, dan mungkin India di masa depan) gagal membangun Silicon Valley Amerika.

Mari kita membuat tujuan yang lebih realistis. Dapatkah Bukit Algoritma bersaing dengan Jakarta, Bandung atau Yogyakarta?

Melihat 14 juta kemungkinan

Jadi saya sudah melakukan perjalanan waktu (time travel) ke masa depan berkali-kali. Hanya ada dua jalan di mana Bukit Algoritma menjadi sukses.

Pertama, Bukit Algoritma mendapat dukungan penuh dari pemerintah. Dukungan penuh. 100%. Artinya pemerintah membatalkan rencana membangun ibukota baru di Kalimantan dan menggunakan duitnya untuk membangun Bukit Algoritma. Ingat yah, Silicon Valley Amerika itu ada campur tangan pemerintahnya (pendanaan dari pemerintah ke universitas dan militer Amerika bekerja sama dengan universitas dalam membangun alat perang).

Kedua, Bukit Algoritma memilih niche-nya. Jangan hajar semuanya.

https://teknologi.bisnis.com/read/20210427/266/1387233/bukit-algoritma-punya-potensi-gagal-dan-perlebar-kesenjangan-digital
https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-5551805/asal-usul-tercetus-silicon-valley-bukit-algoritma
https://www.kompas.tv/article/166497/apa-itu-bukit-algoritma-yang-disebut-sebagai-silicon-valley-nya-ri-di-sukabumi

Saat ini, Bukit Algoritma mau mengerjakan semuanya, yaitu teknologi nano, pertanian 4.0, drone, robotik, energi terbaharukan, kecerdasan buatan. Anggaran awalnya cuma Rp 18 trilyun. Itu tidak cukup.

Mending Bukit Algoritma fokus ke satu teknologi saja. Kalau bisa teknologi yang berkaitan dengan atom, bukan bit. Atom maksudnya peranti keras, bit maksudnya peranti lunak.

Jadi contohnya Bukit Algoritma didesain menjadi pusat pengembangan drone. Jadi hanya perintis yang berhubungan dengan drone yang diundang ke sini.

Atau Bukit Algoritma fokus ke pertanian 4.0. Jadi Bukit Algoritma mengundang perintis-perintis yang mengembangkan self-driving tractor, drone yang bisa menyemai pupuk, IoT yang memantau tanaman.

Jika Bukit Algoritma fokus ke perintis peranti keras, maka masih masuk akal jika pendiri perintis mau pergi ke sana. Tapi kalau pendiri perintis e-commerce atau SaaS diundang ke Bukit Algoritma, mereka pasti pikir-pikir. Kenapa aku mau pindah ke sana?

Salah satu faktor kenapa Bandung dan Yogyakarta menarik untuk menjadi kota markas perintis adalah mereka banyak hiburan. Di Yogyakarta, ada banyak cafe yang dipenuhi anak-anak muda. Terus ada juga restoran yang unik-unik. Di Yogyakarta, saya pernah menonton konser Raisa. Belum lagi faktor budaya Yogyakarta yang sangat unik dan susah ditiru.

Bagaimana Anda mengharapkan Sukabumi bersaing dengan kota besar seperti Bandung dan Yogyakarta (apalagi Jakarta)?

Jadi cara kedua untuk sukses adalah Bukit Algoritma didesain menjadi pusat perintis peranti keras (hardware) khusus.

Salah satu misi Bukit Algoritma adalah supaya generasi cemerlang Indonesia di luar negeri punya tempat untuk berkarya jika balik ke Indonesia. Tapi di jaman remote, orang Indonesia bisa kontribusi ke Indonesia sambil tetap tinggal di luar negeri. Misalnya karyawan perusahaan yang bermarkas di Indonesia bisa bekerja di Kosta Rika. Atau mereka tinggal di Kosta Rika, bekerja di GitLab dan kirim duit ke keluarga di Indonesia. Itu kan termasuk kontribusi?

https://www.lonelyplanet.com/articles/costa-rica-digital-nomad

Tapi untuk masalah hardware, remote masih belum bisa diterapkan. Jadi masih masuk akal jika Bukit Algoritma mengambil niche itu.

Kesimpulan

Silicon Valley di Amerika itu hampir tidak ada yang bisa mengalahkannya. SDM dan VC-nya levelnya beda. They’re on the league of their own. Tapi kita bisa membuat tujuan yang lebih realistis. Kembangkan industri software engineering dengan Silicon Valley sebagai pedoman. Kota-kota yang berpotensial menjadi pusat industri software engineering adalah Jakarta, Bandung, dan Yogyakarta. Tapi dengan konsep remote, pusat fisik itu mungkin jadi tidak relevan lagi.

Categories
startup wealth

Startup Mainan Anak Orang Kaya?

Blog ini merupakan lanjutan dari artikel “Kenapa Susah Cari CTO?” yang terpicu oleh kicauan seorang pemodal ventura. Nah, ada satu balasan kicauan itu menyinggung stereotipe latar belakang pendiri perintis, yaitu berasal dari keluarga yang kaya. Dengan kata lain, anak orang kaya yang (kebanyakan) mendirikan perintis.

Sebagian dari Anda pasti bilang, tidak semua kicauan itu sudah pasti benar. Banyak berita bohong beredar di Twitter. Masakan tiap kicauan mesti dibahas dengan satu artikel blog. Betul. Tapi stereotipe ini bukan cuma beredar di Twitter. Ada orang yang bilang ke saya secara langsung ke muka saya sentimen yang serupa. Mari kita bahas topik ini. Tentu saja kita juga akan membahas kerangka pemikiran dan perilaku dalam menghadapi stereotipe ini (jika benar).

Sebelumnya, seperti biasa, saya mesti minta maaf karena judul artikel blog ini menggunakan kata “startup” yang sebenarnya ada padanannya di bahasa Indonesi, yaitu “perintis”. Apa boleh buat? Untuk memasarkan artikel blog ini di media sosial, saya terpaksa “nginggris” soalnya kata “startup” bisa memberikan dampak emosional yang lebih dalam ketimbang kata “perintis”. Maafkanlah saya, Ibu Pertiwi, karena saya terpaksa berkhianat bahasa dalam mengejar jumlah penglihatan (views) artikel ini. 🙏

Oke, kembali ke topik. Baru-baru ini saya baca artikel kisah seorang pendiri perintis yang berhasil mendapatkan pendanaan satu trilyun Rupiah lebih baru-baru ini. Saya baca kisahnya dan saya buka Linkedin-nya. Sekolah di JIS (Jakarta Intercultural School, dulu namanya Jakarta International School), terus kuliah di Amerika Serikat. Balik ke tanah air, beberapa tahun buka restoran yang lumayan mewah (butuh modal beberapa milyar Rupiah). Kemudian barulah dia mendirikan perintis tersebut.

Tapi itu cuma satu contoh, kata Anda. Betul. Kemudian saya iseng-iseng buka Linkedin CEO sebuah perintis yang valuasinya di atas sepuluh trilyun Rupiah. Sekolahnya di mana? JIS. Kuliah di mana? Amerika Serikat.

Tapi itu baru dua contoh, kata Anda. Betul. Lagipula kuliah di Amerika Serikat belum tentu juga Anda anak orang kaya. Bisa saja Anda pintarnya selangit sehingga dapat beasiswa untuk kuliah di Amerika Serikat. Maka dari itu kita harus menggunakan probabilitas dalam menebak apakah pendiri perintis ini anak orang kaya atau bukan.

Mari kita ambil contoh pendiri yang kebetulan juga CEO 4 yunikon (unicorn) di masa awal. Nadiem Makarim, adalah anak seorang pengacara, lahir di Singapura, kuliah di Amerika Serikat. Saya tidak berani bilang Nadime 100% anak orang kaya. Tapi kemungkinan besar (ingat hukum probabilitas) dia adalah anak orang kaya. Lagipula, jika Nadiem benar anak orang kaya, hal itu tidak mengurangi prestasi cemerlang dia dalam mendirikan perusahaan Gojek. Saya dalam posisi dia belum tentu bakal sesukses dia. Dia berhasil jadi pendiri dan CEO Gojek, perusahaan decacorn. Dalam posisi dia, mungkin saya bakal jadi penulis blog yang sukses. Sama-sama orang sukses, tapi skalanya beda. 🙃

Kemudian Ferry Unardi, kuliah di Amerika Serikat. Belum tentu anak orang kaya. Bisa saja dia dapat beasiswa.

Jika Anda bandingkan Nadiem dengan Ferry, probabilitas Nadiem anak orang kaya itu jauh lebih besar daripada probabilitas Ferry. Nadiem memiliki 4 faktor: anak seorang pengacara, kuliah di Amerika Serikat, bersekolah di SMA internasional di Singapura, kuliah di Ivy League. Ferry cuma punya 1 faktor saja: kuliah di Amerika Serikat.

Nah, kabar gembira bagi Anda yang bukan anak orang kaya tapi bercita-cita mendirikan perintis yunikon, dua pendiri yunikon sisanya (kemungkinan besar) bukan anak orang kaya.

Tambahan info (10 Agustus 2020): Teman saya bilang Ferry berasal dari keluarga menengah. Teman saya ini punya hubungan dengan orang-orang di Padang yang “tahu” tentang keluarga Ferry.

William Tanuwijaya, sempat jaga warnet sebelum jadi Bos Tokopedia. Achmad Zaky itu orang tuanya adalah guru SMP. Ingat ya, kita mesti melihat kisah mereka dengan kacamata probabilitas. Saya tidak bilang mereka 100% sudah pasti bukan anak orang kaya tapi kemungkinan besarnya mereka bukan anak orang kaya. Setahu saya, guru SMP susah jadi orang kaya. Saya juga tidak ingat ada anak orang kaya yang sengaja jaga warnet. Banyak orang yang senang membaca kisah mereka ini. Bukan anak orang kaya, tapi akhirnya bisa punya kekayaan sampai Rp 1 trilyun lebih dengan mendirikan perintis. Benar-benar kisah Cinderella.

Nah, imbang ya. 2 (kemungkinan besar) anak orang kaya dan 2 (kemungkinan besar) anak bukan orang kaya berhasil mendirikan (dan menjadi CEO) yunikon.

Selain itu ada seorang pendiri perintis yang terkenal, sampai masuk 30 under 30 Forbes, sempat bercerita, dia bukan anak orang kaya (secara implisit). Dia bilang dia dari kampung. Kuliah di Jakarta.

Terus saya hitung teman-teman saya yang mendirikan perintis, lulusan Amerika Serikat berimbang jumlahnya dengan lulusan dalam negeri.

Apakah terbukti bahwa stereotipe pendiri perintis itu anak orang kaya itu tidak benar? Sebelum menulis artikel blog ini, saya punya rencana untuk buat daftar perintis di Indonesia berikut pendirinya. Terus saya buka Linkedin mereka satu persatu. Lalu saya buat mesin prediksi penggolong (classifier) anak orang kaya atau bukan berdasarkan profil Linkedin mereka. Iya, kayak pembelajaran mesin (machine learning) atau pembelajaran dalam (deep learning).

Fitur-fiturnya seperti kuliah di negara mana, kuliah di Ivy League atau tidak, SMA di sekolah internasional atau tidak. Kalau di Amerika Serikat, kuliahnya di Pantai Barat (West Coast), Pantai Timur (East Coast), atau di tengah-tengah. Orang yang kuliah di West Coast atau East Coast memiliki kemungkinan yang lebih besar sebagai anak orang kaya ketimbang orang yang kuliah di tengah-tengah, misalnya MidWest. Jangan tanya saya dapat dari mana hipotesis ini. Terus kalau dia dapat beasiswa, kemungkinan dia sebagai anak orang kayanya berkurang.

Aplikasi ini akan saya namakan PredictRichParent. 😂

Kalau Anda tidak tertawa, mungkin Anda tidak memiliki konteksnya. Mari saya kasih Anda konteksnya. Saya ini pembuat pengaya perambah (browser extension) PredictSalary yang berfungsi untuk memprediksi gaji dari lowongan pekerjaan. Ke depannya, saya mau tambah fitur untuk memprediksi gaji dari profil Linkedin. Nah, sekarang Anda boleh ketawa. 😂

Jadi sekarang ini saya masih tidak tahu mana yang lebih banyak: anak orang kaya atau anak bukan orang kaya yang mendirikan perintis. Saya sih pengen lihat distribusi normal kekayaan orang tua mereka. Apakah imbang? 50% vs 50%? Atau anak bukan orang kaya itu sedikit (cuma masuk ekor distribusi normal saja)? Suatu hari saya akan melakukan riset terhadap hal ini. Tapi saat ini saya sibuk.

Lalu memangnya kenapa kalau pendiri perintis itu kebanyakan anak orang kaya? Yang penting anak bukan orang kaya tidak dilarang kan bikin perintis. Betul sih. Cuma begini, teman. Apakah kita sebagai masyarakat menginginkan hal itu? Jika kita memberikan kesempatan lebih besar kepada anak bukan orang kaya untuk mendirikan perintis, mungkin masyarakat kita akan menjadi lebih kaya.

Tapi mereka (anak bukan orang kaya) tidak dilarang bikin perintis kan? Betul, tapi ada banyak hambatan yang menghalangi mereka mendirikan perintis.

Misalnya, menjadi pendiri perintis, sebelum mendapatkan investasi, maka Anda tidak akan digaji. Anda harus menggunakan tabungan Anda. Jika Anda anak bukan orang kaya, maka Anda harus berhemat. Anda pikir 1000x sebelum keluar dari pekerjaan Anda apalagi jika Anda punya tanggungan. Tapi jika Anda anak orang kaya, kualitasi hidup Anda tidak akan turun. Anda bisa minta uang kepada orang tua. Anda masih bisa liburan di Eropa atau Amerika Latin (sebelum pandemi) sebagai pendiri perintis.

Kalaupun Anda mendapat investasi awal (seed funding) di perintis Anda, gaji Anda tidak akan tinggi. Kisarannya Rp 10 juta – Rp 15 juta. Bahkan dari sumber tidak resmi, gaji pendiri perintis bisa di bawah Rp 10 juta. Nah, bagi anak orang kaya, tidak ada bedanya. Orang tua Anda masih bisa mensubsidi Anda. Tapi kalau Anda bukan anak orang kaya, apalagi jika Anda harus memberikan uang kepada orang tua setiap bulan, maka gaji rendah akan menurunkan kualitas hidup Anda.

Manajemen resiko anak orang kaya dan anak bukan orang kaya itu beda. Yang satu bisa menolerir beta yang sangat tinggi. Yang lain tidak punya kemampuan itu.

Ambil contoh: si A, kuliah di Amerika Serikat, terus balik ke tanah air, kerja di perusahaan B selama 1 tahun (kurang-lebih). Setelah itu dia membangun perintis. Dia bangun perintisnya bukan dengan laptop di kamar kos. Dia menyewa satu ruko. Rukonya direnovasi sampai habis ratusan Juta rupiah. Kemudian dia berusaha membajak banyak orang dari perusahaan tempat kerja dia dulu.

Tentu saja, dia belum tentu anak orang kaya. Mungkin tahun 2012, dia menambang Bitcoin. Mungkin dia menulis novel yang laris manis dan royaltinya membuat dia mampu kuliah di Amerika Serikat. Sekali lagi, kita harus menggunakan probabilitas melihat kasus dia. Semuanya itu cuma kemungkinan.

Lagipula kalau dia benar-benar anak orang kaya, tidak ada yang salah dari apa yang dilakukannya. Dia tidak melanggar hukum. Anak orang kaya sah-sah saja kan menyewa ruko dengan uang orang tuanya dan membangun perintis. Kadang saya berpikir, enak banget hidupnya. Tapi saya turut bergembira saja atas rejekinya. Warren Buffet bilang ada yang namanya Ovarian Lottery. Dari rahim mana Anda lahir itu menentukan kesuksesan Anda.

Jadi apa inti artikel blog ini? Artikel ini tidak dapat menjawab apakah benar kebanyakan pendiri perintis itu anak orang kaya atau bukan. Lalu apa gunanya artikel ini? 🤣

Sabar, woi, sabar. Kita akan memasuki bagian terbaik dari artikel ini. Kita akan menggunakan kerangka berpikir yang tepat jika kita adalah anak orang kaya atau anak bukan orang kaya ketika kita ingin membangun perintis.

Jika Anda Adalah Anak Orang Kaya….

Mintalah modal kepada orang tua Anda untuk membangun perintis.

Saya tahu apa yang Anda pikirkan. No shit, Sherlock.

Nasihat ini mungkin terlihat tidak berguna. Jadi saya tambahkan nasihat lainnya.

Jangan merasa bersalah ketika minta modal untuk bikin perintis dari orang tua Anda jika Anda adalah anak orang kaya.

Jangan terlalu memusingkan kata orang lain jika Anda dianggap memiliki privilese. Terus kenapa jika Anda punya privilese?

Apakah Anda harus mengambil sikap Adrian Veidt (Ozymandias) di cerita Watchmen? Adrian, “the smartest man on the planet“, menolak warisan dari keluarganya. Dia membangun perusahaannya dengan sumber daya dia sendiri.

Tapi itu kan cerita fiktif. Di dunia yang sebenarnya, sebagian besar orang menerima bantuan orang tua untuk membangun bisnis, termasuk Jeff Bezos. Dia menerima $300.000 dari orang tuanya untuk membangun Amazon.

Jadi jangan merasa tersinggung ketika ada orang bilang, peran orang tua yang kaya berperan besar dalam kesuksesan Anda sebagai pendiri perintis. So what? Orang tua bekerja keras kan demi masa depan anaknya.

Saya sebagai anak bukan orang kaya malah berharap anak orang kaya mengambil resiko yang jauh lebih besar ketika mendirikan perintis. Jangan bermimpi terlalu rendah. Kebanyakan malah mereka (anak orang kaya) membuat saya kecewa karena mereka main terlalu aman.

Jika orang tua Anda kaya (misalnya mereka punya ratusan milyar Rupiah), saya berharap Anda membuat perintis yang tidak terjangkau oleh anak-anak bukan orang kaya seperti saya. Misalnya: membuat prototipe mobil listrik swakemudi, exoskeleton (seperti Iron Man atau Edge of Tomorrow), manipulasi gen CRISPR, dan ide-ide lainnya yang butuh banyak duit. Jika orang tua saya punya ratusan milyar Rupiah, saya akan minta Rp 50 milyar untuk bikin prototipe mobil listrik swakemudi.

Tidak semua orang “beruntung” terlahir dari orang tua yang punya ratusan milyar Rupiah. Jadi manfaatkan privilese Anda itu semaksimal mungkin. Malah jika Anda terlahir dari orang tua konglomerat yang punya harta trilyunan, bagusnya menurut saya, Anda mencoba untuk membuat perusahaan satelit atau roket. Tapi kalau Anda “cuma” mau bikin mobil listrik, juga tidak apa-apa. 😉

Jika Anda Adalah Anak Bukan Orang Kaya….

Jangan khawatir. Masih ada harapan bagi Anda yang ingin bikin perintis. Anda harus menggunakan strategi yang apik. Anda harus bekerja lebih keras. Anda harus lebih kreatif.

“Bukan orang kaya” itu maksudnya orang yang tidak miskin dan punya harta di bawah Rp 10 milyar. Ada tingkatannya “bukan orang kaya” ini. Orang tua saya tidak kaya. Tapi jika saya bangkrut, saya masih bisa menelpon mereka untuk minta dikirimkan uang sehingga saya tidak mati kelaparan. Tapi saya tidak bisa minta uang untuk bikin restoran (sekitar Rp 2-4 milyar). Saya tidak bisa minta uang dari mereka untuk beli mobil Tesla. Mereka tidak ada uangnya. Saya tidak perlu kirim uang ke mereka karena mereka masih punya penghasilan. Terus di bawah tingkatan ini ada teman saya yang harus kirim uang ke orang tuanya tiap bulan karena orang tuanya sudah pensiun dan tidak punya penghasilan. Dana pensiunnya habis karena satu dan lain hal. Privilese saya lebih tinggi daripada privilese teman saya. Tapi privilese kami jauh lebih rendah daripada privilese anak konglomerat. Privilese ini bukan hitam dan putih, tapi spektrum. Ada warna abu-abu (#d3d3d3) di tengah-tengah warna hitam (#000) dan warna putih (#fff).

Nah, kalau Anda tidak punya orang tua yang kaya, Anda bisa menikah dengan orang yang kaya atau anak orang kaya. Saya punya teman saya yang menikah dengan anak orang kaya dan dia diberi modal oleh mertuanya untuk membangun bisnis (bukan perintis, tapi bisnis tradisional). Anda boleh percaya atau tidak. Pernikahan adalah cara yang sah dan tidak melanggar hukum untuk menjadi kaya. 🤣

Kalau Anda tidak dapat menemukan orang kaya atau anak orang kaya yang bersedia menikah dengan Anda, jangan menangis. Anda cari teman yang bakal menjadi super kaya di masa depan dan Anda mesti berbaik hati kepadanya. Hal ini penting karena di masa depan teman Anda kalau sudah menjadi super kaya, dia mungkin akan membayar hutang budi kepada Anda dengan uang yang banyak, seperti George Clooney. George waktu masih berjuang menjadi aktor di Hollywood sempat sampai tidur di sofa temannya. Kemudian beberapa tahun lalu dia memberikan uang 1 juta dollar masing-masing ke 14 teman baiknya. Pajak untuk tahun pertama dibayar George. 😛

Anda tidak punya teman yang seperti itu? Jangan khawatir. Kita kembali ke orang tua Anda. Mungkin mereka tidak dapat memberikan beberapa milyar Rupiah kepada Anda. Tapi membangun perintis dengan peranti lunak tidak selalu membutuhkan uang banyak.

Suatu hari di masa lampau, saya berbincang dengan dosen di universitas di Jakarta. Kami mendiskusikan satu kasus yang lucu. Jadi ada lulusan universitas itu yang mendapat tawaran kerja dengan gaji sekitar Rp 8 juta. Ini adalah angka yang bagus untuk lulusan anyar. Tapi ditolaknya karena uang saku dari orang tuanya lebih besar daripada Rp 8 juta. Orang tuanya bakal menyetop pemberian uang saku jika dia mendapatkan pekerjaan.

Bukan soal manjanya lulusan anyar itu yang mau saya bahas. Tapi saya tahu banyak orang tua yang sanggup membayar biaya hidup anaknya tapi mereka bukan orang kaya. Mungkin kita sebutnya kelas menengah atau golongan sejahtera tapi tidak kaya.

Hal ini penting untuk Anda sadari karena membangun peranti lunak tidak selalu mahal. Anda hanya perlu komputer yang lumayan terjangkau. Taruhlah laptop belasan juta Rupiah. Ditambah dengan biaya hosting di peladen sekitar Rp 1 – 2 juta per bulan. Jadi 10 juta Rupiah per bulan (di luar biaya laptop) itu sebenarnya cukup untuk memodali Anda dalam membangun perintis. Banyak orang tua yang tidak kaya sanggup bayar Rp 10 juta per bulan.

Beda ketika Anda ingin bikin bank yang butuh modal minimal Rp 3 trilyun atau restoran mewah yang butuh modal milyaran Rupiah.

Contoh peranti lunak yang dapat dibangun dengan biaya terjangkau? PredictSalary. Dalam mengembangkan PredictSalary, saya tidak membutuhkan duit yang banyak. Saya hanya butuh komputer yang harganya sekitar Rp 30 juta lebih (biaya satu kali di depan) dan biaya hosting yang masih di bawah Rp 1 juta per bulan. Dan lihatlah…. PredictSalary sudah digunakan oleh banyak orang. Jumlah pengguna PredictSalary sekitar 500 orang (82 di Firefox + 413 di Chrome) tanggal 10 Agustus 2020.

Jumlah pengguna PredictSalary di Firefox
Jumlah pengguna PredictSalary di Chrome

Betul, PredictSalary masih belum menghasilkan uang. Aplikasinya saja belum genap satu bulan (baru dirilis pertengahan Juli 2020). Tapi jumlah pengguna yang sudah setengah ribu membuat saya bahagia. Dan orang tua saya tidak kaya. Moral dari cerita saya adalah Anda tidak butuh duit yang banyak untuk membuat peranti lunak yang memberi nilai kepada banyak orang, seperti PredictSalary. Biaya paling besar dari PredictSalary adalah biaya jasa rekayasa peranti lunak itu tapi karena saya adalah perekayasa peranti lunak itu sendiri, maka saya tidak perlu bayar biayanya. 😛

Terus ada orang yang bikin peranti lunak seperti After Effects tapi berbasis awan dan dia membutuhkan waktu 11 bulan.

Bisnis pengembangan penggubah teks Sublime juga tidak membutuhkan biaya besar (di luar biaya hidup perekayasa peranti lunaknya).

Jadi dengan asumsi Anda adalah perekayasa peranti lunak yang kompeten, banyak jenis perintis yang bisa Anda kembangkan. Anda hanya perlu meminta orang tua menanggung biaya hidup Anda selama 1-2 tahun. Nanti kapan-kapan saya bikin daftar ide perintis yang bisa dikerjakan dengan biaya sangat murah (dengan asumsi Anda adalah perekayasa peranti lunak itu sendiri).

Masalahnya adalah kebanyakan orang tua tidak bisa melihat nilai yang bisa diberikan oleh peranti lunak. Bisnis restoran itu jelas. Ada makanannya. Ada tempat makannya. Bisnis pembuatan penggubah teks seperti Sublime…. Semoga berhasil membujuk orang tua Anda untuk melihat nilai yang dapat diberikan oleh penggubah teks seperti Sublime. Saran saya adalah edukasi yang penuh kesabaran. Tunjukkan banyak orang yang jadi kaya dengan membuat peranti lunak.

Tapi ingat ada beberapa peranti lunak yang terlalu mahal untuk dikerjakan oleh anak bukan orang kaya seperti kita. Misalnya jangan coba-coba berpikir untuk membuat kompetitor TikTok. Biaya hosting videonya bakal membuat Anda bangkrut. Selain itu algoritma daftar videonya butuh biaya besar.

Jika orang tua Anda tidak sanggup atau tidak mau menalangi biaya hidup Anda selama Anda membangun perintis, masih ada cara lainnya.

Investor-investor yang mau memberikan pendanaan itu semakin banyak jumlahnya. Dulu mungkin Anda bisa berkilah bahwa hanya anak orang kaya yang punya koneksi ke investor-investor. Tapi sekarang akses ke investor-investor itu sudah lebih terdemokratisasikan. Baru-baru ini Sahil Lavingia, pendiri Gumroad, menyediakan pendanaan awal ke perintis. Belum lagi SurgeAhead, YCombinator. Dan masih banyak investor-investor lainnya. Mungkin kapan-kapan saya bikin daftar investor yang bisa Anda ganggu buat perintis Anda.

Tapi kalau tidak ada investor yang mau kasih dana kepada Anda? No investor, no cry. Anda bisa mengumpulkan duit dari gaji sebagai karyawan bergaji mahal di yunikon atau perusahaan teknologi lainnya. Manajer insinyur (engineering manager) bisa dapat gaji di atas Rp 50 juta per bulan. Taruhlah biaya hidup Anda Rp 10 juta. Anda punya Rp 30 – 40 juta untuk ditabung per bulan. Anda bekerja 1 tahun, Anda sudah bisa mengumpulkan harta Rp 300 juta lebih. Ini adalah biaya hidup Anda selama 2 tahun. Itu sudah lebih dari cukup untuk membangun perintis (asal Anda tidak mencoba bersaing dengan TikTok). Untuk menjadi Engineering Manager (EM) bergaji mahal biasanya Anda butuh pengalaman 10 tahun. Yah, lama sih. Tapi setidaknya jalan tersedia bagi Anda.

Jika Anda bekerja di perusahaan sebagai karyawan bergaji mahal, maka Anda tidak akan punya waktu lagi untuk mengerjakan perintis. Anda harus menunggu pada saat Anda mundur dari perusahaan. Anda bakal terlalu sibuk di perusahaan. Energi dan waktu Anda bakal terkuras.

Maka dari itu ada cara lain selain bekerja sebagai karyawan dalam membangun perintis. Anda tidak bekerja sebagai karyawan, tapi Anda mencari penghasilan dari tempat lain dan bekerja secukupnya. Misalnya, ada jalan bagi perekayasa peranti lunak untuk mendapatkan uang Rp 4 juta lebih selama dua hari. Jika biaya hidup Anda Rp 10 juta per bulan, makan Anda cukup bekerja selama 6 hari per bulan dan sisa 24 harinya tersedia bagi Anda untuk membangun perintis. Caranya seperti apa akan dibahas di artikel mendatang. Sabar ya!

Hidup memang tidak adil. Ada yang punya orang tua kaya, ada yang tidak. Tapi jangan biarkan hal ini merintangi ambisi Anda untuk mendirikan perintis. Jika orang tua Anda tidak kaya, anggap saja Anda sedang memainkan permainan video (video game) dengan tingkat kesulitan yang lebih tinggi. Ketika saya bermain StarCraft 2, pilihan kesulitannya ada 4: Easy, Normal, Hard, Insane. Anggap saja Anda sedang memainkan permainan dengan level Hard sementara mereka yang punya orang tua kaya sedang memainkan permainan dengan level Normal. Anda mungkin membutuhkan waktu yang lebih lama dari mereka dalam menyelesaikan permainan, tapi tidak apa-apa kan. Yang penting nikmati tantangan dalam hidup Anda selama membangun perintis.