Categories
startup wealth

Menaklukkan Dunia dengan Produk 100% Digital

Jadi baru-baru ini Basecamp (CTO-nya adalah DHH, pencipta Ruby on Rails) mengeluarkan produk Hey. Ia adalah layanan surel seperti Gmail. Kelebihannya dari yang saya baca-baca sekilas adalah pengalaman pengguna (UX) yang superior. Mereka tidak ada versi gratis seperti Gmail. Ada 14 hari uji coba tapi pada akhirnya Anda harus membayar atas jasa layanan surel ini. Harganya $99 per tahun. Tapi jika Anda memilih nama pengguna yang lebih pendek seperti sky@hey.com, atau yo@hey.com, maka harganya akan naik beberapa kali lipat. Reaksi dari beberapa orang yang memakai jasa ini positif.

Produk Hey bertipe sama dengan produk Basecamp. Mereka adalah produk murni digital atau 100% digital. Artinya semua interaksi di produk mereka bisa dilakukan di ranah digital. Tidak ada hal yang perlu dilakukan di lapangan. Ada keunggulan (dan kelemahan) dari produk murni digital ini. Mereka bisa menjual jasa mereka ke seluruh dunia (sepanjang pembeli memiliki koneksi internet dan tidak ada embargo ekonomi). Anda bisa menjadi pelanggan Hey ataupun Basecamp sepanjang Anda memiliki kartu kredit atau kartu debit atau akun Paypal. Hayati paragraf ini sebelum kita beranjak ke paragraf berikutnya. Tarik napas dan resapi kata-kata saya. Sudah? Ayo, lanjut!

Nah, mari kita kembali ke tanah air tercinta kita, Negara Kesatuan Republik Indonesia. Orang-orang kan sekarang berlomba-lomba bikin perintis (startup) di Indonesia. Siapa yang tidak ngiler melihat kisah sukses Tokopedia, Bukalapak, Traveloka, Gojek, Tiket.com, dll? Umur kurang-lebih baru 10 tahun, tapi valuasi Gojek sudah mengalahkan perusahaan Garuda yang memiliki pesawat-pesawat terbang!

Tapi coba perhatikan tipe-tipe perusahaan digital yang besar. Bukan cuma yunikon, tapi juga perusahaan-perusahaan besar seperti Kredivo, Blibli, Halodoc, Cekaja, Warung Pintar, Dana, IDN Media, Modalku, Happy Fresh, Fabelio, Sayurbox, Koinworks, Moka, dll. Perhatikan baik-baik contoh-contoh tersebut. Tidak ada perusahaan yang menawarkan produk 100% digital ke seluruh dunia.

Ambil contoh Warung Pintar. Mereka harus ke lapangan untuk mengintegrasikan teknologi dengan warung. Modalku? Anda bisa bilang mereka memiliki produk digital 100% karena mereka tidak terjun ke lapangan. Tapi produk mereka terbatas di Indonesia saja karena aliran finansial antar negara itu kompleks dan penuh dengan birokrasi (yang coba diselesaikan oleh teknologi blockchain). IDN Media? 100% digital dan produknya bisa dinikmati seluruh dunia. Tapi konten mereka dalam bahasa Indonesia yang membatasi segmen pembaca. Dana? Cuma bisa dipakai di Indonesia. Sayurbox? Mesti terjun ke lapangan (beli produk dari petani, mengantarkan sayur ke rumah). Fabelio? Mereka jual dan kirim perabotan ke penduduk Indonesia. Apakah Anda melihat tema besar dari apa yang saya tulis?

Saya pernah berbincang-bincang dengan teman saya. Saya mengutarakan ide saya yaitu membuat platform edukasi tentang suatu teknologi dengan target ke penganut teknologi itu di seluruh dunia. Jawaban dia, “Kenapa kamu memikirkan dunia? Indonesia saja sudah cukup besar sebagai pasar.”

Dia benar. Achmad Zaky dan Nugroho Herucahyono membuat perintis Bukalapak yang cuma melayani segmen Indonesia. Hasilnya? Achmad Zaky diasumsikan memiliki kekayaan sebesar kurang lebih 100 juta USD (sekitar 1,4 trilyun Rupiah). Saking kayanya sekarang mereka bagi-bagi duit ke perintis.

Tidak ada yang salah dari membuat perintis yang hanya melayani segmen Indonesia. Sepanjang Anda memberi nilai ke masyarakat, dan tidak merampok orang, ada yang salah memangnya?

Betul, tidak ada yang salah. Cuma dari pengalaman saya di lapangan, saya mendapat kesan bahwa di Indonesia, orang-orang cenderung membuat perintis yang terbatas terhadap Indonesia. Jarang sekali saya melihat orang membuat produk digital 100% untuk segmen dunia di Indonesia. Tidak percaya? Coba cari perusahaan Indonesia yang membuat produk seperti Hey, Basecamp, atau Gitlab. Saya tunggu.

Hal ini membuat saya gelisah. Kenapa tidak ada (atau jarang) orang yang membuat produk 100% digital untuk segmen dunia? Salah satu figur terkenal di dunia perintis Indonesia (tidak boleh sebut nama!) bilang kepada saya bahwa ketika kita membuat produk 100% digital untuk seluruh dunia, sebenarnya kita cuma membuat produk untuk negara yang menggunakan bahasa Inggris (negara-negara di Eropa, India, Amerika Serikat). Kita berkompetisi dengan perintis-perintis di Amerika Serikat, Eropa, dan India. Bandingkan jika kita membuat perintis untuk segmen Indonesia, kompetitornya jarang dari luar karena ada faktor birokrasi, wilayah dan hukum.

Dia ada benarnya. Misalnya ada orang yang namanya A yang tinggal di Belanda. Dia bakal susah untuk mendirikan perusahaan teknologi finansial yang memberi pinjaman kepada petani di Indonesia. Dia harus datang ke Indonesia dan mendirikan Perusahaan Modal Asing. Belum lagi dia harus berhadapan dengan birokrasi Indonesia yang terkenal akan…. <disensor>. Jadi penghalang masuk (barrier entry) tergolong tinggi. Itulah kenapa kita “dianjurkan” untuk membuat perintis khusus segmen Indonesia. Orang luar susah masuk.

Selain itu Indonesia memiliki populasi yang sangat tinggi, hampir 300 juta penduduk. Alasan egois mendirikan perintis kan jadi super kaya. Apakah kaya dari mendirikan perintis yang cuma melayani penduduk Indonesia atau melayani seluruh dunia, itu kan tidak relevan. Seperti kata teman saya, pasar Indonesia itu besar. Besar sekali. Seperti gajah. Eh, seperti paus deh. Hanya ada 3 negara yang jumlah penduduknya lebih banyak daripada Indonesia: Tiongkok, India, dan Amerika Serikat. Dengan faktor pasar yang besar ini, pendiri perintis pun kehilangan insentif untuk melayani segmen dunia. Bandingkan jika Anda adalah warga negara Belanda atau Singapura. Mau tak mau Anda harus mendirikan perintis dengan segmen internasional.

Sytse Sijbrandij (Belanda) dan Dmitriy Zaporozhets (Ukraina) mendirikan Gitlab, saingan dari Github. Valuasi Gitlab itu sekitar Rp 40 trilyun. Memang masih kalah dengan valuasi Gojek. Tapi itu hitungannya sudah yunikon. Gitlab adalah produk 100% digital dengan segmen dunia.

Kenapa saya menceritakan kisah singkat Gitlab? Karena saya merasa gelisah kenapa jarang sekali orang Indonesia membuat produk internasional seperti Gitlab. Jika Anda membaca kisah-kisah pendanaan (funding) perintis Indonesia akhir-akhir ini, hampir semua fokus mereka adalah segmen Indonesia.

Hanya karena Anda tinggal di negara dengan populasi penduduk yang besar, tidak berarti Anda tidak boleh membangun produk internasional. HackerRank itu berasal dari India.

Indonesia memang pasar yang besar. Tapi dunia adalah pasar yang lebih besar. Jika Anda membuat produk untuk orang-orang yang bisa berbahasa Inggris, Anda bisa menjangkau penduduk Amerika Serikat, India, dan negara-negara di Eropa. Hitung saja jumlah penduduknya. Beberapa kali lipat dari Indonesia.

Jika Anda berpikiran Anda bakal berhadapan dengan kompetitor dari seluruh dunia, so what? Anda kan bukan anak kecil yang masih harus sembunyi di belakang kaki orang tua Anda. Lagipula kompetisi dalam negeri bukannya tidak keras. Jadi jangan membatasi diri terhadap Indonesia saja.

Saya akan menceritakan perintis yang melayani segmen dunia dan pendirinya orang Indonesia. Nama perintisnya adalah Cotter. Ia adalah perintis yang memberikan solusi kata sandi satu sentuhan yang lebih aman dari SMS. Pendirinya adalah Putri Karunia, Kevin Chandra, dll. Produk mereka menjangkau seluruh dunia. Mereka orang Indonesia (lihat saja nama-nama mereka, Indonesia banget). Produk mereka 100% digital. Tidak perlu terjun ke lapangan. Moral dari paragraf ini adalah sebagai orang Indonesia, Anda tidak harus membuat perintis yang cuma melayani segmen Indonesia.

Nah, saya juga tidak mau cuma mengkritik. Tapi tindakan saya juga harus sinkron.

Saya membuat situs ArjunaSkyKok.com ini dengan misi untuk meningkatkan harkat dan martabat pemrogram-pemrogram Indonesia. Lihat saja tulisan blog ini! Target artikel ini adalah pemrogram-pemrogram Indonesia. Kalau saya terjemahkan tulisan blog ini ke bahasa Inggris, maka tulisan saya menjadi tidak relevan lagi. Lagipula kenapa orang Amerika Serikat atau India mau membaca tulisan blog yang membahas masalah spefisik di Indonesia? Situs ini bakal meluncurkan produk-produk yang bakal meningkatkan taraf hidup pemrogram-pemrogram Indonesia, misalnya Buku Pemrogram Rp 100 Juta. Ke depannya situs ini (mungkin) bakal meluncurkan produk (misalnya) English for Software Engineers. Dan lain-lain.

Tapi… bukankah saya mengadvokasikan perintis dengan segmen internasional sementara situs ini hanya melayani segmen Indonesia? SABAR WOI!

Selain situs ini yang cuma melayani segmen Indonesia, saya juga sedang mengembangkan perintis / produk internasional, yaitu Mamba. Memang sekarang ia hanyalah proyek kode terbuka (open source). Itu karena saya lagi menyelesaikan buku saya dan saya masih dalam tahap riset dan pengembangan di bidang blockchain. Saya juga sedang membangun reputasi saya di bidang blockchain. Nanti beberapa tahun lagi baru saya kembangkan proyek kode terbuka ini menjadi perintis internasional. Harus Anda ingat banyak perintis yang berasal dari proyek kode terbuka misalnya Gastby, Red Hat, dan Gitlab. So I’ll walk the talk. Bukan cuma omdo. (Permutakhiran tanggal 24 Agustus 2020: sekarang saya fokus ke produk lain: PredictSalary bukan Mamba lagi. Tapi semangat paragraf ini masih sama karena PredictSalary fokusnya ke pasar internasional.)

Jadi tunggu apa lagi? Negara Indonesia tidak sedang diembargo oleh negara adikuasa. Stripe memang belum masuk Indonesia. Tapi kita masih bisa pakai Paypal untuk menerima pembayaran dari konsumen internasional. Masih ada mata uang kripto juga yang lintas negara. Jadi tidak ada yang menghalangi Anda untuk membuat produk internasional. Jangan rendah diri dengan orang-orang luar. Taklukkan dunia dengan produk digital Anda! Go get’em, tiger! 🐯