Karena twit itu menjadi viral, aku pun segera membuat Discord untuk menampung “antusiasme” ini:
Dalam 1 bulan, Discord ini sudah punya 2500 anggota. Kegiatannya aktif. Ada anggota yang menawarkan jasa ulas CV. Ada anggota yang membeberkan pengalaman interview dengan perusahaan di Jepang.
Jadi tentang apa Discord ini? Ia adalah komunitas diaspora Indonesia atau orang-orang Indonesia yang mau keluar negeri dengan jalur belajar, bekerja, dan investasi.
Filsafat dari Keluar Negeri
Nah, ketika Discord ini masih baru-barunya, ada orang yang memberi pernyataan, “Kenapa harus membujuk orang Indonesia pergi keluar negeri? Ini kan namanya brain drain. Indonesia kan sudah keren. Banyak perusahaan keren lahir di sini, misalnya Gojek, Tokopedia, dll. Kenapa harus mencari rezeki di luar negeri?”
Hal itu membuat aku teringat terhadap berita Presiden Joko Widodo yang berusaha membujuk Ainun Najib untuk pulang ke Indonesia dari Singapura:
Ainun Najib menolak. Salah satu alasannya adalah dia ingin anaknya tetap bersekolah di Singapura.
Pertanyaannya, demi siapakah / apakah Anda harus hidup? Ainun memilih keluarga, ketimbang negara.
Blood is thicker than water.
Jika Anda hidup demi keluarga, maka pertanyaan keluar negeri bisa dijawab dengan gampang. Jika keluar negeri dapat memberi peluang yang lebih baik kepada keluarga, maka Anda harus keluar negeri (jika mandat tertinggi Anda adalah keluarga).
Keluarga > Negara.
Kemudian saya bikin survei kenapa orang ingin pergi keluar negeri:
Alasan utamanya adalah ekonomi / duit. Alasan kedua adalah politik.
Kontribusi Diaspora Indonesia
Tapi aku mendapati kasus di mana orang Indonesia yang memutuskan untuk tinggal di luar negeri bisa berkontribusi ke Indonesia, misalnya:
Michelle Marcelline adalah salah satu founderTypedream, startup yang sudah mendapatkan pendanaan dari YC:
Michelle sendiri bilang dia pergi keluar negeri karena di Amerika, cari VC lebih gampang:
Nah, tapi dia memiliki bias dalam mencari karyawan:
Michelle bisa saja mencari karyawan dari mana saja, misalnya India atau Filipina. Tapi dia (dan startupnya) memutuskan untuk mempekerjakan karyawan dari Indonesia.
Ini kan kontribusi terhadap Indonesia?
Tapi berapa banyak sih kasus seperti ini? Pada dasarnya, orang yang memiliki pengetahuan dan keahlian tinggi seperti Ainun Najib atau Michelle Marcelline yang memutuskan untuk keluar dari Indonesia adalah kehilangan bagi Indonesia. Makanya disebut brain drain.
Memperebutkan Warga Terbaik
Negara-negara sekarang memperebutkan warga terbaik buat masuk ke negara mereka:
Jadi Indonesia bisa berusaha menarik warga asing terbaik untuk membangun negara ini kan (seperti yang dilakukan oleh Amerika, Singapura, Thailand)?
Jadi saya anggap pertanyaan tentang filsafat dari keluar negeri ini sudah terjawab.
Model Bisnis
Ada beberapa kegiatan yang dilakukan oleh komunitas OverseasIndonesians, misalnya Grinding Leetcode, latihan berbicara dalam bahasa Inggris, ulas CV, berbagi pengalaman interview, dll.
Kemudian ada beberapa orang yang mendesak saya. Komunitas Discord ini mau dibawa ke mana. Apakah dibiarin cuma sebagai komunitas lucu-lucuan saja? Kenapa tidak dibikin lebih serius?
Jadi OverseasIndonesians bisa menyediakan jasa seperti Schoters (mempersiapkan orang untuk belajar di luar negeri atau kerja di luar negeri) dan Rebase (membantu dalam mengurus legalitas dalam pindah keluar negeri).
OverseasIndonesians bisa menjadi tempat pertemuan antara agen pendidikan dengan murid, atau perusahaan di luar negeri dengan kandidat karyawan.
Selain itu OverseasIndonesias bisa bikin konten premium (tapi bisa juga digratiskan untuk kepentingan content marketing), misalnya tentang kehidupan diaspora Indonesia di luar negeri, seperti Singaporeans Abroad:
Terus di situs ini, terdapat juga informasi tentang cara mendapatkan visa dari berbagai negara. Konten ini bisa menjadi konten premium.
Terus bisa juga membuat job board yang khusus melampirkan lowongan pekerjaan dari luar negeri yang mensponsori visa kerja. Bisnis job board itu cukup berpotensi mendapatkan penghasilan seperti Japan Dev, Remote OK.
Bisa juga bikin komunitas eksklusif seperti Nomad List (tapi kemungkinan besar aku tidak akan mengambil jalan ini).
Network State
Tapi aku juga bilang salah satu misi dari OverseasIndonesians selain membantu orang untuk pindah keluar negeri dengan jalur belajar, bekerja, atau berinvestasi, adalah menjadi paguyuban diaspora Indonesia.
Hal ini membawa kita ke konsep Network State.
Anda bisa anggap network state itu sebagai jaringan pikiran (the network of minds). Iya, komunitas online dengan tujuan yang spesifik.
Iya, ini mirip dengan DAO (Decentralized Autonomous Organization) yang bisa memiliki treasury sendiri. Teknologi internet dan mata uang kripto memungkinkan terbentuknya network state.
Kita bisa coba bereksperimen dengan bentuk organisasi ini.
Ada beberapa anggota Discord OverseasIndonesians yang berkontribusi sangat besar ke Discord. Kontribusi mereka selayaknya dicatat di blockchain (misalnya dalam bentuk NFT) sehingga bahkan super admin seperti saya tidak dapat mengubah sejarah. Anda tahu kan sebagai super admin Discord, saya bisa menghapus pesan di Discord ini dengan seenak jidat (menghapus sejarah).
Jika network state OverseasIndonesians ini mendapatkan keuntungan, maka orang-orang dengan NFT dapat menerima dividen. NFT ini adalah bentuk kontribusi anggota Discord yang susah dimanipulasi. Terus datanya terbuka dan umurnya lebih panjang. Suatu hari jika saya diculik oleh alien, maka data kontribusi anggota Discord ini masih tetap hidup di blockchain dan orang bisa melakukan query terhadap data ini. Lain ceritanya jika saya simpan di basis data MySQL yang tertutup.
Ini penting supaya orang dapat memiliki rasa kepemilikan terhadap OverseasIndonesians.
Apakah Harus Pakai Kripto / NFT?
Pembaca yang budiman pasti ada yang skeptis terhadap kripto. Tidak bisakah pakai database MySQL?
Analoginya, apakah kita bisa bayar bakmi dengan transfer lewat KlikBCA? Bisa. Tapi lebih praktis pakai GoPay atau OVO atau Dana kan.
Sama seperti itu. Bisa tanpa pakai kripto, tapi pencatatan kontribusi menjadi rawan manipulasi dan pembagian spoil-nya menjadi lebih susah dan bertele-tele.
Contoh sederhana, coba Anda bikin rekening bersama di mana butuh persetujuan 3 orang dari 8 orang. I’ll wait.
Dengan kripto (Gnosis Safe), Anda mungkin butuh waktu di bawah satu jam, untuk menciptakan rekening bersama dengan kondisi seperti itu.
Walaupun begitu, aku akan memberi ruang bagi kontributor / anggota OverseasIndonesians yang tidak bisa / mau pakai kripto. Ketimbang memberi mereka NFT tertentu sebagai bukti kontribusi, aku bisa menciptakan NFT yang mencatat kontribusi mereka (dalam bentuk json atau gambar). Untuk pembagian spoil, kita bisa menggunakan PayPal atau Wise.
Langkah Selanjutnya
Kita akan bikin situs OverseasIndonesians yang isinya tentang cara pindah keluar negeri, informasi visa. One stop information.
Setelah itu bikin job board, konten tentang diaspora Indonesia. Kita akan berdiskusi konten mana yang terbuka terhadap publik, konten mana yang bersifat premium di Discord.
Setelah itu, bikin infrastruktur NFT dan kripto. Aku akan mencatat semua kontribusi ke dalam blockchain. Sehingga nanti gampang bagi spoil-nya ke anggota-anggota yang berharga ini.
Jadi aku mendapat notifikasi dari Google Cloud Platform (GCP).
Jika Anda mengklik tautan rekomendasi untuk berhemat (“Save $59 / mo”), maka Anda akan diberi saran seperti ini:
GCP bilang, “Hei, VM kamu ada yang nganggur, jadi mending dimatikan saja biar kamu bisa hemat. VM yang nganggur itu VM SwanLove, Mamba, dan API PredictSalary.” 🤣
Oh, ya ada dua VM untuk PredictSalary. Satu untuk situsnya yang populer sekali karena orang bisa melihat gaji-gaji orang lain. Satunya lagi VM untuk API yang memprediksi gaji dari lowongan pekerjaan. Yang satu laku, yang lain tidak.
You can do anything, but you cannot do everything
Hal ini membuat aku merenung. Selama ini sebagian proyek aku terbelangkai karena kurang perhatian dari aku sehingga akhirnya proyek itu ketinggalan jauh daripada kompetitornya.
Oke, aku ringkaskan proyek-proyek aku yang berjibun di GCP biar Anda bisa menghayati perjuangan batinku:
ArjunaSkyKok dot com (lahir Maret 2020): blog yang sedang Anda baca ini. Ia membahas dunia perintis (startup) di Indonesia dan dunia.
PredictSalary (lahir Juli 2020): pengaya perambah (browser extension) yang memprediksi gaji dari lowongan pekerjaan. Ada juga fitur orang-orang berbagi gaji dan melihat gaji.
ParttimeCareers (lahir Januari 2021): situs lowongan pekerjaan paruh-waktu.
SwanLove (lahir November 2020): situs jodoh berdasarkan Linkedin.
Mamba (lahir September 2019): kerangka pengembangan proyek Ethereum.
Pembangun (lahir April 2021): forum pengembang mandiri (indie hackers) Indonesia.
Nah, belum lagi ada hasrat mencari pekerjaan profesional lagi dan tawaran berbisnis B2B dari teman.
Aku selama ini konsentrasinya terpecah belah. Aku tidak fokus ke proyek aku. Aku mengerjakan semuanya secara dangkal. Jadi hasil mereka ada yang tidak optimal. Tapi ada juga yang menunjukkan potensinya walaupun aku mengerjakannya tidak penuh waktu.
Hal ini juga membuat aku frustrasi karena aku merasa bersalah mengabaikan sebagian proyek aku. Jika aku mengerjakan proyek A, maka proyek B terabaikan. Jika aku mengerjakan proyek B, bagaimana dengan proyek C?
Aku punya banyak fitur yang aku ingin kerjakan di proyek A, B, C, E, F. Tapi waktu aku cuma 24 jam sehari dan aku butuh tidur 8-9 jam sehari.
Lalu aku mengevaluasi proyek-proyek tersebut. Bagaimana hasilnya? Proyek mana yang pantas untuk dilanjutkan dan ditekuni?
ArjunaSkyKok dot com
Aku mulai rutin menulis blog ini sejak bulan lalu (setiap minggu mengeluarkan satu artikel). Tapi sebelumnya sempat vakum lama. Blog ini lumayan disukai orang.
Keputusanku adalah aku tetap menulis blog (dan buku) ini seminggu sekali. Setiap hari Minggu. Itu saja. Aku tidak akan memusingkan masalah monetasi. Blog ini adalah ekspresi spiritual aku.
PredictSalary
Ide awalnya cuma buat lucu-lucuan saja. Tiap kali aku posting tentang gaji di Linkedin, pasti ramai. Jadi aku mencoba untuk membuat aplikasi untuk prediksi gaji dari lowongan pekerjaan dengan Deep Learning dalam bentuk pengaya perambah. Hasilnya…. hangat-hangat saja.
Penggunanya tidak sampai seribu. Dan memasukkan satu situs lowongan pekerjaan ke PredictSalary itu butuh waktu yang banyak. Tidak semua situs yang rapi seperti Techinasia. Ada yang lowongan pekerjaannya berbentuk struktur data yang tidak rapi. Harus pakai NLP untuk mengekstrak informasi. Terus ada juga situs lowongan pekerjaan yang tidak memberitahu gaji secara eksplisit. Dia mensyaratkan Anda mengisi ekspektasi gaji, baru dia kasih tahu bahwa apakah gaji di lowongan pekerjaan ini sesuai dengan ekspektasi gaji Anda tidak. Artinya saya mesti scrap berulang kali (karena mesti mengubah ekspektasi gaji saya berkali-kali) untuk mendapatkan angka yang tepat.
Semua itu bisa aku kerjakan, cuma masalahnya seberapa besar nilai yang orang dapatkan dari memprediksi gaji dari lowongan pekerjaan. Sebanding tidak dengan usaha saya?
Lalu pada bulan Mei 2021 kemarin, aku bikin fitur berbagi gaji. Jadi Anda bisa mengirimkan gaji, terus saya tampilkan semua gaji orang-orang yang berbagi gaji. Hasilnya luar biasa. Sempat satu bulan itu, situs PredictSalary dikunjungi sampai 50 ribu kali. Untuk satu bulan terakhir situs PredictSalary dikunjungi 3 ribu kali.
Keputusanku adalah untuk mematikan pengaya perambah dan tetap melanjutkan fitur berbagi gaji karena sudah membantu banyak orang.
I know, the irony. Aplikasi dengan Deep Learning tidak laku. Aplikasi berbagi gaji yang berupa form biasa itu laris manis.
Dapatkah PredictSalary dikembangkan lagi? Sepertinya susah. Upside-nya tidak tinggi-tinggi amat. Aplikasi PredictSalary itu harus dimasukkan dalam kerangka yang lebih luas. Saya ambil contoh aplikasi serupa, TechPays, yang dibikin oleh Gergely Orosz. Dia memiliki blog dan artikel premium yang membahas tentang karir software engineer. Hal ini masuk akal. Situs berbagi gaji itu bisa dianggap sebagai content marketing, hal yang menarik orang-orang ke Anda. Tapi susah kalau mau dijadikan produk utama. Berapa banyak orang yang mau membayar untuk memprediksi gaji lowongan pekerjaan?
Jadi jangan khawatir, aku tetap me-maintain PredictSalary. Yang aku matikan adalah pengaya perambah saja. Nanti aku juga akan merapikan situsnya, menambahkan filter dan pengurutan. Terus aku bakal bikin fitur berbagi gaji untuk profesi lain, misalnya dokter (sudah diminta orang nih). Hal ini masih mungkin aku kerjakan karena tidak memakan waktu banyak. Mengerjakan pengaya perambah itu yang susah. Ia memakan banyak waktu karena harus meng-scrap situs lowongan pekerjaan dan bikin model Deep Learning yang akurat.
ParttimeCareers
Sedikit pengunjungnya. Tapi aku suka dengan konsep lowongan pekerjaan paruh waktu. Lagipula me-maintain ParttimeCareers ini cuma butuh 1 jam per bulan. PER BULAN. Situs ini jarang diperbaharui karena kontennya susah dicari. Pekerjaan paruh-waktu itu jarang ada.
Mamba
Kalau dipikir-pikir, aku agak menyesal tidak fokus 100% sejak awal dalam mengerjakan Mamba. Mamba bisa membuat reputasiku tinggi di dunia DeFi. Dengan Mamba sebagai pijakan, aku seharusnya bisa membangun proyek DeFi yang sukses. Tapi karena tidak fokus, aku tidak serius mengerjakan Mamba. Akhirnya Mamba kalah dengan kompetitornya, seperti Brownie, Truffle, Hardhat.
Keputusanku adalah matikan saja proyek ini. Tapi karena crypto akan menjungkirbalikkan dunia ini di masa depan, aku tetap harus belajar pemrograman crypto biar bisa beradaptasi. Lagipula proyek di mana aku akan fokus itu bakal bersinggungan dengan crypto.
Mamba ini aku akan jadikan sebagai situs blog atau Youtube (belum tahu yang mana) di mana aku berbagi dalam mempelajari kode-kode proyek DeFi/NFT yang terkenal, misalnya Uniswap, Sushi Swap. Paling aku habiskan sejam atau dua jam sehari untuk proyek ini.
Pembangun
Traffic-nya lumayan.
Jadi rata-rata traffic Pembangun (di luar crawler) adalah 7 ribu per bulan. That’s not bad. Tiap hari aku cuma habiskan setengah jam untuk mengisi konten di forum Pembangun.
Terus Pembangun sudah banyak menginspirasi orang.
Selain itu, ketika aku mengisi konten di Pembangun, aku belajar banyak. Aku jadi tahu berapa lama yang dibutuhkan waktu untuk membangun SaaS. Aku jadi tahu bikin video game itu jauh lebih susah dan lama daripada bikin SaaS. Terus aku juga mendapat pengetahuan bahwa tidak perlu bekerja penuh waktu untuk membangun bisnis yang sukses. Dan lain-lain.
Keputusanku adalah menghabiskan waktu setengah sampai satu jam sehari untuk me-maintain Pembangun. Hitung-hitung belajar bisnis.
Sebagai sumber pemasukan, nanti mungkin aku bekerja sama (affiliate marketing) dengan pihak dompet elektronik sehingga pembangun bisa memakai produk mereka dalam menerima pembayaran. Diharapkan forum ini bisa self-sustain ke depannya.
Apakah Pembangun bisa dikembangkan lebih lanjut? Bisa. Aku bisa bikin jadi marketplace, seperti Gumroad. Tapi aku putuskan untuk memilih proyek lain.
SwanLove
Ia gagal mendapat traction. Tapi wajar sih. Ini adalah marketplace. Ia kena kutukan masalah ayam atau telur duluan.
Jadi aku sementara ini matikan dulu. Tapi aku masih berhasrat untuk melanjutkan aplikasi ini ketika kondisinya sudah tepat. Mungkin 5 atau 8 tahun lagi. Aku punya banyak mimpi terhadap SwanLove.
Aku memutuskan untuk menjual angsa-angsa sebagai NFT di OpenSea sebagai ucapan selamat tinggal.
SailorCoin
Ia memang tidak ada VM di GCP. Yang aktif adalah akun Twitter SailorCoin yang membahas tentang berita-berita finansial dan penawaran saham perdana perusahaan-perusahaan Indonesia.
Ternyata banyak orang suka, termasuk akun IG yang terkenal di dunia startup Indonesia, yaitu ecommurz.
Akun Twitter SailorCoin sudah mulai mendapat traction.
Setelah dipikir-pikir, akun yang membahas berita finansial teknologi, mata uang kripto, NFT, saham meme, IPO (Initial Public Offering) perusahaan Indonesia dan Amerika masih sedikit.
Pasarnya bagus. Kita lihat Felicia Putri, yang membahas tentang finansial dan saham di Youtube, bisa mendapatkan Rp 400 juta per bulan.
Nah, masih belum ada akun media sosial yang kuat yang membahas mata uang kripto, DeFi, NFT. IPO perusahaan Amerika juga masih sedikit yang bahas. Nah, there’s a void.
Akun SailorCoin memang berbahasa Inggris. Tapi nanti setelah beberapa bulan, bakal dibikin akun khusus berbahasa Indonesia.
Terus, SailorCoin juga bakal menawarkan produk SaaS, yaitu aplikasi yang membaca dokumen finansial (Form S-1, Earnings Call, Whitepaper) dengan teknologi NLP (Natural Language Processing).
Aplikasi SaaS-nya sedang dikembangkan.
Aku akan fokus ke SailorCoin karena peluangnya besar. Orang butuh media finansial yang membahas finansial teknologi, NFT, DeFI. Hal ini sudah tervalidasi.
Nah, aplikasi pembaca dokumen finansial ini memang belum tervalidasi. Bisa saja tidak ada orang yang mau memakainya. Tapi minimal aku bakal pakai. Sesial-sialnya SailorCoin bakal jadi media finansial yang sukses. Aplikasi SaaS-nya dipakai untuk membaca dokumen IPO oleh saya sehingga saya menghasilkan konten untuk SailorCoin dengan lebih cepat.
SailorCoin juga saya pilih karena ia bisa dikerjakan sebagai proyek bootstrap. Ia juga sepertinya menarik bagi investor karena ia bersinggungan dengan Kecerdasan Buatan dan crypto. Jadi saya memiliki fleksibilitas yang besar dengan proyek SailorCoin.
SailorCoin adalah proyek yang aku bakal fokus. It’s time to go all-in.
Fokus Laser
Kenapa aku mengerjakan banyak proyek dengan usaha yang dangkal selama ini? Aku bertanya-tanya kepada diriku sendiri. Sebagian dikarenakan aku takut go all-in. Bagaimana jika pilihanku salah? Aku juga punya kecenderungan untuk melakukan banyak hal.
Tapi untuk sukses, aku harus bisa fokus. Iya, saya tahu ada yang namanya Elon Musk. Selalu ada yang namanya pengecualian.
Begini pembagian waktu aku. Anggap aku bekerja 11 jam sehari.
Delapan (8) jam aku mengerjakan SailorCoin. Delapan jam itu dibagi 4 jam mengerjakan konten media SailorCoin (Youtube, Twitter, TikTok), 4 jam mengerjakan proyek aplikasi web pembaca dokumen finansial.
Satu (1) jam dipakai untuk me-maintain Pembangun dan PredictSalary.
Dua (2) jam dipakai untuk belajar pemrograman crypto. Karena crypto adalah masa depan. Mau tidak mau harus belajar crypto.
Fokus laser juga membuat aku mendapatkan ketenangan jiwa. Tidak ada lagi perasaan bersalah karena tidak memperbaharui aplikasi-aplikasi yang berjibun itu. Aku bisa fokus untuk menumbuhkan SailorCoin.
Aku ini seperti samurai yang berada dalam keadaan Zen. Tidak ada keraguan lagi dalam bertempur. Karena aku sudah memilih medan pertempuran.
Sebelum fokus laser:
Setelah fokus laser:
Nah, barulah aku bisa sukses!
Moral Cerita
Moral dari cerita adalah jangan mengerjakan banyak proyek. Fokus kepada satu atau maksimal dua proyek. Betul, tahu proyek mana yang harus Anda fokus itu kadang-kadang harus melewati banyak eksperimen. Jadi ada kalanya Anda harus bikin banyak proyek untuk mencari The One. Terus, jangan takut untuk mengambil resiko.
Kesimpulan
Aku kebanyakan proyek. Akhirnya banyak yang terbelangkai. Solusinya adalah memilih mana yang harus aku fokus. Harus tegas dalam mematikan proyek yang lain.
Jadi aku mendapat surat dari fans (awwww wadidawww 😍). Suratnya dalam bahasa Indonesia. Tapi untuk melindungi privasi fans saya, saya ubah kalimatnya dan terjemahkan ke bahasa Inggris:
Dear Pak Arjuna,
I’m one of your fans. Right now I’m X years old and work as a software engineer in a startup in Y sector. I have Z years experience.
I have a question about a crazy idea which is quite risky. I want to ask your opinion about this.
I’m planning to do double, triple, even 10+ jobs on remote working in many companies, and outsource to other people to do the jobs. I think that is a superior way to generate income if you can execute it well.
What do you think, Pak Arjuna? Is it possible? I have done my research and there are some people who have done it. But there is a possibility of failure as well.
I know you’re busy. Thanks for reading this email. I hope I can get your reply.
Best Regards, XXX
Surat fans
Nah, saya jawab di sini saja karena saya memang punya rencana untuk menulis tentang topik ini.
Remote ini adalah topik 🔥🔥🔥. Kalau Anda mengikuti berita-berita tentang teknologi, maka Anda melihat pola di mana perusahaan pada umumnya mau karyawan-karyawannya balik kantor, sementara karyawan pada umumnya tetap mau bekerja di rumah. Ada pengecualian, di mana karyawan mau balik ke kantor atas keinginan sendiri, dan perusahaan lebih suka karyawan-karyawan bekerja di rumah. Tapi pada umumnya perusahaan (atau manajemen) suka WFO, karyawan suka WFH.
Oke, kembali ke surat fans tersebut, apa yang harus saya jawab?
Apakah saya harus menjawab dengan idealisme? Saya bisa mengutip kalimat dari sebuah film dan mengubahnya sedikit, “It profit a man nothing to give his soul for the whole world…. but for outsourcing jobs!“
Terus saya bisa bilang bahwa biasanya kontrak perjanjian kerja itu ada klausul di mana Anda tidak boleh meng-outsource pekerjaan Anda ke orang lain. Anda harus melakukan pekerjaan tersebut dengan darah dan keringat Anda sendiri.
Saya bisa mengkuliahi bahwa kejujuran adalah nilai-nilai yang dicari oleh perusahaan dari karyawan.
Tapi ketika menulis kalimat-kalimat di atas, saya bisa mendengar nada sinis dan sarkastik dari kalian, “Bro, cry me a river. You think companies are innocent? Do you really think they are the beacon of integrity and innovation? Lol.“
Betul sih, Anda dan saya sudah mendengar kisah ketika pandemi sedang puncak-puncaknya, perusahaan tetap memaksa karyawan untuk bekerja di kantor (WFO), padahal pekerjaan itu jelas-jelas bisa dikerjakan dari rumah. Perusahaan itu membahayakan kesehatan (dan mungkin nyawa) karyawan-karyawannya. Sementara rencana fans saya ini melanggar kontrak tapi tidak membahayakan kesehatan orang lain.
Di luar masalah pandemi ini, perusahaan juga tidak polos-polos amat. Sebuah perusahaan di fintech misalnya melakukan trik untuk mengakali auditor di tempat mereka. Ada cerita bahwa dari belakang (back-end), mereka mengintervensi proses logging untuk memuaskan hati auditor.
But two wrongs don’t make one right.
Betul. Mari kita lanjut pembahasan kita.
Adakah Orang yang Melakukannya?
Fans saya bilang dia sudah melakukan riset dan melihat bahwa ada sebagian orang yang berhasil melakukannya. Dia benar.
Mari kita lihat anekdot. Teman saya bercerita bahwa teman dia (teman temannya saya) memecat karyawan yang terbukti mengambil dua pekerjaan remote. Ketahuannya gara-gara dia salah kirim pesan ke manajer. Jadi pesan untuk manajer di perusahaan B dia kirim ke manajer di perusahaan A. Dia bekerja untuk perusahaan A dan perusahaan B. Kebetulan manajer di perusahaan A dan manajer di perusahaan B ini berteman. Jadi manajer yang terima pesan salah alamat ini curiga dan mengontak temannya. Ketahuanlah bahwa karyawan ini mengambil dua pekerjaan. Akhirnya dia dipecat.
Anekdot lain. Kenalan saya menerima pekerjaan dari sebuah perusahaan. Tapi dia tidak melepas pekerjaan lamanya. Tapi setelah beberapa bulan, dia melepas salah satunya. Tidak ketahuan sama sekali oleh dua perusahaan tersebut. Jadi ada beberapa bulan dia menerima gaji dari dua perusahaan.
Mari kita lihat kasus di luar anekdot.
There’s nothing new under the sun. Ada orang di Amerika Serikat yang meng-outsource pekerjaannya ke Tiongkok dan dengan waktu luangnya dia menonton video kucing. Tentu saja dia dipecat. Kalau dia tidak ketahuan, dia tidak akan masuk berita.
Fans saya itu bukanlah satu-satunya orang yang memikirkan rencana ini. Dari dulu sudah ada yang berkontemplasi untuk melakukan hal ini.
Kasusnya juga tidak sedikit.
Bahkan ada komunitasnya. 🤣
Ada dua kategori dari kasus ini. Outsource pekerjaan dan mengambil lebih dari satu pekerjaan. Bisa saja orang cuma melakukan salah satu kategori ini. Kebetulan fans saya ini berniat melakukan dua kategori ini. Mari kita bedah setiap kategori.
Outsource pekerjaan
Orang bisa outsource pekerjaannya ke orang lain. Tapi dia tidak mengambil dua pekerjaan. Dengan waktu luangnya dia bisa menonton video kucing, main Genshin Impacts, menulis pantun, bikin meme.
Kenapa perusahaan tidak suka orang meng-outsource pekerjaannya? Biasanya berhubungan dengan kerahasiaan data perusahaan. Kode (source code) perusahaan itu adalah sumber keunggulan perusahaan. Dengan meng-outsource pekerjaan Anda, orang luar bisa mengintip rahasia perusahaan. Misalnya, oh ternyata perusahaan Gojek atau Traveloka melakukan pengurutan rute dengan algoritma Merge Sort. Maka perusahaan kompetitor bisa mencontek keunggulan mereka.
Bisa juga karena faktor insentif. Perusahaan membayar Anda Rp 30 juta per bulan. Tapi Anda membayar Rp 10 juta ke pemrogram di tempat lain. Asumsi perusahaan dalam membayar Anda itu adalah Anda cukup termotivasi untuk melakukan pekerjaan tersebut. Orang dengan bayaran Rp 10 juta mungkin motivasinya lebih asal-asalan.
Selain itu perusahaan sudah melakukan wawancara teknis terhadap Anda. Tapi orang yang di-outsource itu belum teruji oleh perusahaan. Jadi ada faktor kontrol kualitas.
Tentu saja kita bisa berandai-andai apa yang terjadi jika orang yang di-outsource oleh karyawan yang bekerja di perusahaan meng-outsource ke orang lain.
Ada lelucon. Perusahaan A mendapat kontrak membuat aplikasi web dari pemerintah daerah sebesar Rp 5 milyar. Terus perusahaan A lempar ke perusahaan B dengan harga Rp 3 milyar. Terus perusahaan B lempar ke perusahaan C dengan harga Rp 500 juta. Terus perusahaan C lempar ke freelancer dengan harga Rp 50 juta. Terus freelancer lempar ke temannya baru belajar pemrograman dengan harga Rp 10 juta. Terus temannya itu lempar ke tetangganya dengan harga Rp 3 juta. Terus tetangganya…. stackoverflow.
Hal ini juga akan membuat banyak orang semakin yakin dengan pilihan hidupnya, yaitu mending menjadi manajer/politisi daripada pembuat/engineer.
Di Indonesia, terdapat pandangan bahwa keahlian berpolitik itu bakal mendapatkan nilai lebih besar daripada pembuat (maker) / engineer. Makanya banyak orang lebih suka menjadi politisi ketimbang insinyur.
Tapi kan kita membahas manajer bukan politisi?
Apa definisi politisi? Orang yang menjalankan sistem pemerintahan. Apa definisi manajer? Orang yang mengatur pekerjaan.
Jadi akhirnya orang-orang Indonesia semakin kehilangan minat untuk menjadi engineer, yang mengakibatkan Indonesia semakin kekurangan engineer, yang mengakibatkan kita mengimpor engineer India.
Mengambil Dua (Atau Lebih) Pekerjaan
Kategori lain adalah orang itu mengambil dua pekerjaan remote sekaligus. Atau lebih. Jadi ini tidak ada hubungannya dengan outsourcing karena orang yang mengambil dua pekerjaan itu tidak selalu meng-outsource ke orang lain. Dia bisa saja mengerjakan dua pekerjaan itu dengan keringat dan darahnya sendiri.
Bagaimana seandainya dia bisa mengerjakan pekerjaan di perusahaan A dengan efisien sehingga dia hanya butuh waktu 4 jam? Mungkin dia mengubah pola hidupnya, misalnya dia mulai minum suplemen Vitamin C, yang mengakibatkan otaknya bekerja 200% lebih kencang. Atau dia disambar petir sehingga dia mendapatkan kekuatan super di mana dia bisa bekerja jauh lebih efisien? Ini kembali ke pertanyaan filosofis. Apakah karyawan itu boleh melakukan hal lain di sisa 4 jam (asumsi kerja 8 jam sehari). Anggap saja dia tidak mengambil pekerjaan lain. Tapi dia main Genshin Impact. Atau dia bikin pantun. Apakah boleh?
Apakah perusahaan membayar karyawan itu berdasarkan lama bekerja atau nilai yang dihasilkan oleh karyawan tersebut?
Anda bertanya, mana mungkin orang bisa mengerjakan pekerjaan 8 jam dengan 4 jam? Anda bisa melakukannya dengan otomatisasi. Misalnya Anda disuruh mengisi data di berkas Excel. Anda bisa membuat script Python untuk melakukannya. Ada orang yang sudah melakukannya.
Jika saya bisa mengotomatisasi pekerjaan saya sehingga saya cuma butuh 2 atau 4 jam untuk melakukannya, apakah saya boleh bermain Genshin Impact atau bikin pantun atau bikin meme atau mengerjakan pekerjaan dari perusahaan lain dengan sisa waktu saya? Jika tidak, apakah hasil kerja saya bisa dianggap sebagai perpetuity? 🤔
Tapi memang ada perusahaan yang membayar Anda bukan atas nilai yang Anda berikan, tapi mereka membayar Anda atas loyalitas Anda. Jadi Anda harus tunjukkan loyalitas kepada perusahaan dengan berada di kantor 8-10 jam. Tidak masalah nilai yang Anda berikan itu tidak seberapa.
Pengusaha
Pembaca yang budiman mungkin berpikir, kenapa fans saya tidak dianjurkan untuk jadi pengusaha. Ketimbang melanggar kontrak kerja, dia sebaiknya jadi pengusaha software house atau software agency. Atau dia minta promosi jadi manajer ke perusahaan.
Ada beberapa alasan. Mungkin dia bukan anak orang kaya. Dia masih butuh gaji. Saya punya teman saya, anak orang kaya. Setelah kerja beberapa tahun, dia membuka usaha software house. Modalnya dari orang tua. Dia mendapat kliennya dengan bantuan oleh keluarganya.
Tapi kan tidak semua orang anak orang kaya.
Anda mungkin bilang, mau jadi pengusaha tidak boleh curang. Bukan anak orang kaya tidak berarti boleh melanggar aturan. Anda benar. Hidup memang tidak adil. Hanya karena Anda mendapatkan kondisi hidup yang tidak adil, tidak berarti Anda boleh melanggar aturan.
Tapi melihat kisah-kisah pengusaha yang sukses, salah satu faktor yang saya sering lihat adalah mereka melanggar aturan.
Banyak pengusaha yang mendapatkan banyak keuntungan dari penyelundupan (bawa barang dari luar negeri, tapi tidak bayar pajak). Ada teman saya yang punya kode etik seperti ini. Tidak apa berbisnis yang mengandung unsur penyelundupan karena Anda cuma merugikan pemerintah. Tapi haram berbisnis obat-obatan terlarang (drugs) karena bisa menghancurkan hidup orang lain.
Sebelum pandemi, banyak orang berbisnis jastip (jas titipan). Mereka jalan-jalan keluar negeri, misalnya ke Seoul atau Paris. Kemudian mereka membeli barang titipan dan membawanya ke Indonesia. Kemudian mereka mengirim barang tersebut ke klien mereka. Klien mereka membayar biaya premium tambahan. Apakah Anda pikir pebisnis jastip ini membayar pajak barang tersebut pada saat masuk ke Indonesia?
Ini adalah blog tentang dunia perintis (startup). Mari kita berbicara tentang perintis yang melanggar aturan. Salah satu perusahaan teknologi yang paling sukses adalah Gojek. Tahu tidak di hari-hari awalnya Gojek itu melanggar aturan. Motor dan kendaraan beroda dua bukan termasuk angkutan umum. Aturan ini tertuang di Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Tapi akhirnya aturan ini dilunakkan. Kita bisa berandai-andai apa yang terjadi jika Nadiem Makarim patuh terhadap aturan 100%? Mungkin ketika dia mulai membangun Gojek, dia berpikir, “Wah, motor tidak boleh jadi angkutan umum. Kita tidak boleh melanggar peraturan.” Akhirnya dia batal membangun Gojek.
Pernah dengar kredo startup, “Ask for forgiveness rather than permission.“
Banyak perusahaan-perusahaan teknologi di Silicon Valley yang melanggar aturan kiri dan kanan untuk mengejar pertumbuhan (growth hacking at all cost). Nanti kapan-kapan saya cerita.
Anda bisa anggap fans saya ini memiliki naluri pengusaha. Dia melihat kesempatan dalam kesempitan.
Saya bisa bayangkan artikel saya menjadi materi TikTok. “Hati-hati terhadap karyawan remote. Mereka bakal outsource pekerjaannya. Mereka ingin mensabotase bisnis Anda.”
Oh ya, ngomong-ngomong tentang software house, bagi kalian yang berminat membangun software house, sebentar lagi saya akan menulis bab tentang itu.
Saat ini saya sedang menulis bab tentang NFT. Setelah itu saya akan menulis bab tentang software house. Bab ini didasarkan dari kisah nyata teman saya yang sukses membangun software house.
Efek Makro
Saya bisa bayangkan artikel saya ini adalah anugrah terindah kepada manajemen perusahaan yang tidak suka dengan kerja remote. Mereka ingin karyawan-karyawan balik ke kantor tapi karyawan-karyawan sudah keenakan kerja dari rumah. Kan produktivitas tidak turun. Kenapa harus balik ke kantor.
Benar juga sih. Mereka jadi bingung bagaimana membalas argumen karyawan pro-WFH. Sampai ada artikel saya.
Artikel saya lalu dijadikan sebagai referensi untuk memaksa karyawan-karyawan kembali ke kantor. Benar kan? Mereka tidak bisa dipercaya kerja dari rumah.
Saya bisa bayangkan townhall lewat Zoom di perusahaan A. CEOnya memberi wejangan, “Linkedinfluencer, Arjuna Sky Kok, menulis artikel yang bagus tentang mudharat kerja dari rumah. Maka dari itu, setelah vaksin, kalian harus kembali ke kantor. No debate.”
Atau karyawan masih boleh kerja dari rumah, tapi laptop mereka mesti dipasang aplikasi spyware yang mengirim gambar mereka dari webcam setiap beberapa menit, untuk memastikan mereka benar-benar bekerja.
Kesimpulan
Anda bisa pastikan bakal banyak drama tentang kerja remote. Ada hubungan antagonis antara karyawan dan perusahaan. Tidak semua, tentu saja. Tapi saya bisa merasakan ketegangan di antara mereka.
Tahun itu tahun 2036. Indonesia menjadi tuan rumah Olimpiade 2036.
Istri saya hamil tua. Bisnis saya (SwanLove, PredictSalary, blog ini, Pembangun) tidak menghasilkan cukup uang. Akhirnya saya mendengar kata istri saya untuk melepaskan impian saya menjadi pengusaha startup dan mencari pekerjaan sebagai software engineer. Saya melamar di perusahaan YYY di mana fans saya menjadi CEOnya. Perusahaan dia sesukses Crossover. Akhirnya saya diterima karena dia suka membaca blog saya.
Saat koding di hari pertama, saya mulai berpikir, “Bagaimana jika saya meng-outsource pekerjaan saya ke mahasiswa?” 😂
Beberapa hari yang lalu adalah Hari Ibu (Mother’s Day) di Amerika Serikat. Di Twitter, seperti biasa, terjadi banyak drama tentang Hari Ibu ini. Ada yang berbagi cerita bahwa dia menyesal menjadi ibu. Alasannya macam-macam. Ada yang bilang dia tidak bisa travel atau meniti karir gara-gara membesarkan anak. Terjadilah drama. Kemudian ada yang berbagi bahwa dia menjadi ibu pada umur 25 tahun dan dia tidak menyesal. Di Twitter, terjadilah drama.
Inti dari drama ini adalah perdebatan tentang peran perempuan di masyarakat. Di satu pihak, ada yang berpendapat bahwa perempuan harusnya memikirkan perannya sebagai seorang ibu (nilai-nilai kekeluargaan). Di lain pihak, ada yang berpendapat bahwa perempuan harusnya fokus terhadap karir (ekspresi diri). Orang biasa menyebut ketegangan ini sebagai Mommy Wars.
Jadi ada tiga hal yang diimpikan oleh ibu-ibu: waktu dengan anak-anak, keamanan finansial, dan ekspresi diri. Camkan baik-baik hal ini karena kita akan bertemu dengan perjuangan seorang ibu untuk mencapai keseimbangan antara tiga hal ini dan kompromi yang harus diambil oleh seorang ibu.
Identitas diri itu maksudnya punya karir atau usaha sendiri. Jadi identitasnya bukan cuma istri “seseorang” atau ibu dari anak-anak. Yang paling ideal itu seorang ibu mendapatkan hidup seperti yang dialami oleh J. K. Rowling (pengarang Harry Potter) atau Sheryl Sandberg (COO Facebook). Mereka punya karir/usaha sukses, aman secara finansial, punya keluarga dan anak-anak.
Tapi apa daya, kadang hidup itu tidak ideal. Seorang ibu kadang harus memilih.
Jika seorang ibu memutuskan untuk memprioritaskan waktu dengan anak-anak, dia dapat menjadi ibu rumah tangga 100%. Tapi hal ini berarti dia mengorbankan karirnya dan kehilangan ekspresi diri. Jika dia tidak menikah dengan suami yang kaya, berarti dia juga mengorbankan keamanan finansial. Dia harus menurunkan standar hidupnya.
Jika seorang ibu memutuskan untuk memprioritaskan keamanan finansial dan suaminya bukanlah orang kaya, dia harus bekerja. Bekerja 8 jam per hari (di luar waktu pergi ke kantor dan pulang ke rumah) berarti waktu dengan anak-anaknya menjadi lebih sedikit.
Jika seorang ibu memutuskan untuk memprioritaskan ekspresi diri, berarti dia harus lebih bekerja keras untuk mendapatkan karir yang tinggi atau membangun usaha yang sukses. Pengorbanannya adalah waktu dengan anak-anak jadi berkurang.
Kita akan melihat sudut pandang ibu rumah tangga dan ibu karir. Kemudian kita akan mencari jalan tengah (reasonable adaptation).
Ibu Rumah Tangga
Salah satu penyesalan orang ketika hampir mati adalah bekerja terlalu banyak. Orang-orang menyesal tidak menghabiskan waktu lebih banyak dengan keluarga.
Tapi penyesalan orang yang lain adalah tidak memiliki keberanian untuk hidup yang sesuai dengan hatinya, malah hidup sesuai dengan yang diharapkan oleh orang lain. Contohnya, Anda ingin jadi dokter, tapi orang tua ingin Anda jadi bankir. Anda jadi bankir dan Anda menyesal.
Hal ini menunjukkan kebanyakan orang tidak bahagia dengan pekerjaan mereka. Pekerjaan mereka tidak cocok dengan hati mereka. Pekerjaan mereka bisa dikategorikan sebagai bullshit jobs.
Manakah yang lebih berharga / lebih bernilai? Menyuap makan anak Anda, mengganti popok anak Anda, menidurkan anak Anda. Atau mengerjakan tiket Jira untuk meningkatkan konversi penjualan minuman manis di landing page sebesar 1%.
Manakah yang akan Anda ingat ketika Anda tua? Melihat anak Anda menangis dan tertawa? Atau saat-saat Anda menulis kode Deep Learning yang bisa meningkatkan penjualan sebesar 10% di situs e-commerce tempat Anda bekerja?
Hanya sedikit orang yang memiliki pekerjaan yang bernilai tinggi bagi masyarakat dan bisa dibanggakan, misalnya dokter bedah otak. Kebanyakan pekerjaan orang itu adalah komoditas. Bagi ibu yang memiliki pekerjaan sebagai dokter bedah otak, memang tidak masuk akal jika dia memutuskan untuk berhenti dari pekerjaannya dan menjadi ibu rumah tangga 100%. Masyarakat bakal kehilangan seorang dokter bedah otak yang susah dicari. Tapi kebanyakan pekerjaan orang kan tidak seperti itu.
Jika sebagian besar pekerjaan orang adalah komoditas atau bullshit jobs, kenapa tidak menjadi ibu rumah tangga saja. Membesarkan anak adalah hal yang sakral. Memang tidak ada nilai ekonominya di PDB. Tapi kan tidak semua hal harus diukur dari sisi ekonomi.
Ibu Karir
Orang yang berada di kubu ini berpendapat bahwa adalah hal yang bodoh atau beresiko tinggi untuk menjadi ibu rumah tangga 100%. Ibu itu akan menjadi tergantung terhadap suaminya. Misalnya suaminya menceraikan dia, dan ibu itu harus bekerja lagi, maka ibu itu akan susah mencari pekerjaan karena terdapat kekosongan di karirnya. Perusahaan kebanyakan tidak suka melihat CV di mana ada kevakuman selama beberapa tahun.
Pekerjaan atau karir itu berfungsi sebagai hedge terhadap suaminya. Jika suaminya bertingkah aneh-aneh, makan ibu itu masih memiliki pegangan ekonomi yang kuat.
Selain itu, seorang ibu juga memiliki keinginan untuk mengekspresikan diri atau berkarya di luar perannya sebagai ibu.
Tambahan lagi, pekerjaan juga menjadi wadah bersosialisasi bagi seorang ibu. Mendapatkan teman di masa dewasa itu susah bukan main. Seorang ibu adalah seorang makhluk sosial. Tempat kerja menyediakan tempat untuk menyalurkan hasrat sosial bagi seorang ibu.
Pekerjaan Paruh Waktu
Pada tahun 1930 John Maynard Keynes meramalkan bahwa kita bisa kerja 15 jam per minggu di masa depan (100 tahun setelah 1930). Untuk sebagian orang pada masa sekarang, ada pilihan untuk bekerja paruh waktu. Mungkin tidak 15 jam. Tapi 20-25 jam. Anda bisa menemukan lowongan-lowongan pekerjaan tersebut di situs buatan saya, ParttimeCareers.
Bekerja 20-25 jam berarti bekerja sebanyak 4 jam per hari. Dan jika Anda bekerja di rumah, berarti Anda masih punya banyak waktu untuk membesarkan anak. Sesusah apa sih meluangkan waktu 4-5 jam per hari untuk bekerja? Dengan asumsi, jumlah anak Anda masih wajar-wajar saja (1-2 anak), bekerja paruh waktu masih bisa dilakukan.
Pekerjaan paruh waktu ini adalah solusi bagi ibu yang ingin menghabiskan waktu lebih banyak dengan anak dan memiliki penghasilan sendiri.
Membangun Bisnis
Bagaimana jika seorang ibu memiliki ambisi lebih, yaitu membangun bisnis. Dapatkah seorang ibu membangun bisnis sambil membesarkan anak? Yah, jawabannya tergantung banyak hal. Bisnis apakah yang ibu itu mau bangun? Apakah ibu itu mendapat bantuan dari suaminya, orang tuanya, mertuanya?
Membangun perintis itu adalah hal yang intensif, membutuhkan usaha maksimal, dan pemodal memiliki harapan tinggi bagi perintis. Tapi ada bisnis yang lebih santai di mana Anda tidak perlu bekerja 10 jam per hari. Kita biasa menyebutnya sebagai lifestyle business, bootstrap business, bisnis swakarya. Salah satu contohnya adalah Pyimagesearch.
Jika suami dari ibu itu bekerja penuh waktu, maka ibu itu memiliki keamanan finansial untuk membangun bisnis swakarya ini. Dia tidak perlu terburu-buru untuk mendapatkan profit dari bisnis swakarya ini karena suaminya yang memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal ini adalah kerja sama yang baik. The husband takes one for the team.
Mungkin bisnis swakarya itu membutuhkan 6 tahun supaya dapat mendapatkan profit yang menggiurkan; tidak masalah. Selama 6 tahun itu, si ibu dapat fokus dalam membesarkan anaknya dan membangun bisnis swakarya. Tidak perlu kerja penuh waktu dalam membangun bisnis swakarya ini. Makanya ini adalah pilihan yang bagus bagi ibu jika dia ingin berbisnis.
Misalnya si ibu ingin membangun bisnis pendidikan tentang Tensorflow. Dia bisa menghabiskan harinya seperti ini. Pagi hari dia membikin makan untuk anaknya, dan menyuap anaknya. Terus dia menemani anaknya bermain. Terus anaknya makan siang. Lalu anaknya tidur siang. Ketika anaknya tidur siang, si ibu bisa menulis blog tentang Tensorflow. Ketika anaknya bangun, si ibu kembali menemani anaknya. Pada malam hari, si ibu dapat melanjutkan penulisan blognya. Anaknya? Suaminya dapat mengambil alih tugas tersebut. Hari Sabtu, si ibu dapat bekerja lebih lama karena suaminya dapat mengurus anaknya. Bayangkan hal ini berjalan selama beberapa tahun. Blog tentang Tensorflow yang ditulis oleh si ibu dapat menjadi populer. Setelah itu si ibu dapat membuat produk premium di atas blognya yang populer itu, misalnya e-book. Dengan begini, si ibu dapat memiliki bisnis sendiri tanpa mengorbankan waktu yang berharga dengan anaknya.
Saya sudah membuat forum Pembangun, yaitu tempat pemrogram mencari ide, berdiskusi tentang bisnis swakarya.
Kebebasan Sebagai Seorang Ibu
Sebagian perempuan takut menikah dan menjadi ibu karena mereka khawatir karir mereka akan mati. Mereka takut akan menjadi terikat di dalam rumah tangga. Tapi dengan strategi yang apik, mereka masih bisa tetap berkarir atau membangun bisnis. Pernikahan dan peran sebagai seorang ibu tidak harus menjadi akhir dari karir seorang perempuan. Dengan pasangan yang tepat, seorang perempuan dapat menyeimbangkan ketiga hal yang diinginkan oleh mereka: waktu dengan anak, keamanan finansial, dan ekspresi diri.
Tapi haruskah seorang ibu bekerja paruh waktu atau membangun bisnis? Yah, suka-suka dia. Kalau dia mau jadi ibu rumah tangga 100%, dan memutuskan untuk menghabiskan sisa waktunya (di luar waktu mengasuh anaknya) dengan menonton Vincenzo atau menulis puisi, atau membaca novel, atau hidup laissez-faire, yah terserah dia. Tidak semua orang harus bekerja untuk memutar roda ekonomi.
Pasangan yang Tepat
Jika saya bertemu dengan perempuan yang tepat, saya tidak masalah menjadi Bapak Rumah Tangga. Istri saya bekerja sebagai VP of Engineering di perintis XYZ misalnya. Saya mengasuh anak. Ketika anak saya tidur, saya bisa mengembangkan karir penulis saya. Saya mau menulis novel yang berjudul Legenda Cinta Buaya Putih di Wattpad. Novel saya tidak menghasilkan uang? Tidak masalah. Kan namanya renjana. Keamanan finansial saya dijamin oleh istri saya.
Makanya saya punya visi di mana perempuan dapat mencari suami yang mendukung strategi menjadi seorang ibu. Siapa yang bertugas menjaga anak? Siapa yang bertugas menjadi bread winner? Jika salah satu pihak mau membangun bisnis swakarya, apakah pihak yang lain mau mendukungnya atau tidak? Mending kerja paruh waktu (lebih aman) atau bikin bisnis swakarya (yang lebih beresiko tapi upside-nya jauh lebih tinggi)?
Makanya di forum Pembangun saya menaruh bidang akun SwanLove supaya orang yang membangun bisnis swakarya bisa mengiklankan dirinya dalam mencari pasangan.
Nanti di ParttimeCareers, rencananya juga begitu. Dengan begitu, seorang perempuan dapat mencari pasangan yang bekerja paruh waktu atau yang membangun bisnis swakarya. Atau dia yang mengiklankan dirinya. Mungkin dia ingin membangun bisnis swakarya, dan dia mencari seorang pasangan yang bekerja penuh waktu (untuk memastikan keamanan finansial bagi rumah tangga).
Menjadi seorang ibu adalah kebajikan sosial yang harus didukung oleh seluruh lapisan masyarakat. Tidak selayaknya perempuan merasa bersalah jika dia ingin menjadi seorang ibu. Seorang perempuan juga harus merasa aman jika dia ingin berkarir tanpa mengorbankan identitasnya sebagai seorang ibu.
Selamat Hari Ibu (di Amerika Serikat)! Happy Mother’s Day!