Categories
perintis startup

Analisa C-Level dan VP-Level Perusahaan Teknologi Besar di Indonesia

Di halaman ini, saya akan menulis analisa C-level dan VP-level di perusahaan teknologi besar di Indonesia. C-level dan VP-level ini seperti jenderal-jenderal militer. Kita jangan terlalu terfokus terhadap raja atau ratu atau presiden atau perdana menteri. Tanpa jenderal-jenderal yang kompeten, sebuah negara juga bakal susah untuk memenangkan perang.

Untuk sementara perusahaannya saya batasi hanya perusahaan yang memiliki jumlah karyawan lebih dari 1000 orang. Makanya cuma 7 perusahaan. Ke depan bakal saya tambahkan.

Daftar ini tidak lengkap. Tidak ada yang namanya “select * from gojek where roles = ‘c-level’;” di Linkedin. Anggap saja daftar ini adalah pengambilan contoh (sampling).

Saya ingin melihat distribusi seks, pendidikan, universitas di orang-orang yang sukses karirnya ini.

Halaman ini akan diperbaharui secara berkala.

Saya menyertakan data sebagai berkas CSV buat kalian main-main di Excel atau LibreOffice Calc atau Google Sheets. Ada Jupyter Notebook juga buat kalian yang bisa pakai pandas. Kalian bisa unduh notebook ini dan unggah ke Google Colaboratory buat analisa data.

Lisensi representasi data dan Jupyter Notebook adalah GPLv3. Jadi Anda bisa memodifikasi notebook ini dan mempublikasikannya di tempat lain dengan catatan bahwa Anda tetap menyertakan lisensi GPLv3. Anda tidak perlu minta izin kepada saya.

Jadi misalnya Anda ingin menganalisa faktor tinggi badan di C-level dan VP-level, yah silahkan. Tapi kalau ada orang lain yang mengambil notebook hasil modifikasi Anda itu dan memodifikasinya (misalnya menganalisa representasi ras), yah Anda tidak boleh melarang sepanjang dia menyertakan lisensi GPLv3.

Kalau Anda berani melanggar titah GPLv3…. saya akan 👉🔥🔥🔥 Anda.

Azula Menembak Petir
Azula Menembak Petir

Harap diingat, data di luar itu tidak rapi. Misalnya ada yang mencantumkan pendidikan tapi tidak ditulis tahunnya sehingga menyulitkan prediksi umur C-level dan VP-level. Prediksi umur menggunakan heuristik tahun mulai belajar di universitas dan tahun mulai bekerja. Artinya umur bisa saja meleset. Misalnya orang bisa saja selesai SMA jalan-jalan dulu sebelum mulai belajar di universitas. Prediksi kewarganegaraan berdasarkan foto, nama, sekolah, dan bahasa yang dikuasai mereka. Ini juga bisa salah. Jadi harap maklum.

Ke depan saya juga akan menyertakan naskah (script) Julia dan R. Sementara pakai Python dulu ya. Selain itu di masa depan saya juga akan menyertakan kolum prediksi gaji dengan karya tercinta saya, PredictSalary. 😂

Data CSV: https://arjunaskykok.s3-ap-southeast-1.amazonaws.com/analisa/c_level_vp_level_perusahaan_teknologi_besar_2020_12_13.csv

Jupyter Notebook: https://arjunaskykok.s3-ap-southeast-1.amazonaws.com/analisa/Analisa_C-Level_dan_VP-Level_di_Perusahaan_Teknologi_Besar_Desember_2020.ipynb

Jupyter Notebook HTML (enak langsung dibaca di tempat): https://arjunaskykok.s3-ap-southeast-1.amazonaws.com/analisa/Analisa_C-Level_dan_VP-Level_di_Perusahaan_Teknologi_Besar_Desember_2020.html

Kesimpulan: Secara gabungan, jumlah perempuan sebagai C-level atau VP-level lebih baik daripada jumlah perempuan sebagai pendiri perintis. Tapi…. ada sesuatu di C-level. Perempuan dan lulusan dalam negeri jumlahnya sedikit sekali. Warga asing paling banyak dari India. ITB adalah universitas yang paling mendominasi di pendidikan S1 C-level dan VP-level. Rata-rata orang mencapai posisi C-level atau VP-level pada umur 33 tahun.

Categories
salary wealth

Pekerjaan Paruh Waktu

Jadi beberapa hari yang lalu, aku mendapat inspirasi untuk membuat situs lowongan pekerjaan paruh waktu. Situs ini aku namakan ParttimeCareers. Aku mendapat inspirasinya (jam 4 sore). Beberapa waktu kemudian aku langsung beli domainnya. Aku merilis situsnya malam itu juga (jam 11 malam). Kemudian aku mengumumkannya di Hacker News malam itu juga dan besoknya di Linkedin. Respon sejauh ini positif (dari survei, Linkedin, dan Google Analytics). Sebenarnya ide untuk membuat situs lowongan pekerjaan paruh waktu ini sudah lama ada (dari 1-2 tahun lalu). Cuma dorongan kuat untuk memanifestasikan ide ini dan waktu yang tepat baru saya dapatkan beberapa hari yang lalu.

Berikut statistik posting Linkedin tentang pekerjaan paruh waktu.

Statistik posting Linkedin
Statistik posting Linkedin

Posting Linkedin itu sebentar lagi mencapai angka 10 ribu views. Dari pengalaman saya, posting saya di Linkedin yang lewat angka 10 ribu views atau 100 likes harus mendapat perhatian dari saya. Ada “sesuatu” di sana. Ada tren di sana. Ada yang tidak boleh saya lewatkan. Alam semesta sedang mengirim pesan kepada saya.

Kemudian mari kita lihat statistik Google Analytics.

Statistik Google Analytics
Statistik Google Analytics

Dari statistik ini, aku mendapat kilasan cahaya tentang keinginan orang untuk bekerja paruh waktu.

Kemudian aku membuat survei dan menyebarkannya ke teman-teman. Yang ikut cuma 51 responder sih. Mari kita lihat.

Ini hasil penuhnya: https://arjunaskykok.s3-ap-southeast-1.amazonaws.com/survei/survei_pekerjaan_paruh_waktu.pdf

Mari kita bahas pertanyaan pertama.

Apakah Anda sedang/bakal mencari pekerjaan paruh waktu?
Apakah Anda sedang/bakal mencari pekerjaan paruh waktu?

Hanya 14% yang benar-benar ingin bekerja penuh waktu sampai pensiun (atau dalam jangka waktu lama).

Apa alasan mau bekerja paruh waktu?
Apa alasannya?

Dugaan saya sebelum bikin survei, mengurus anak bakal jadi alasan nomor satu. Saya “setengah salah”. Membangun bisnis adalah alasan utama orang mau bekerja paruh waktu.

Tapi yang menjawab “membangun bisnis” itu hampir semuanya laki-laki. Yang menjawab “mengurus anak” itu hampir semuanya perempuan.

Terbuka terhadap karyawan paruh waktu?
Terbuka terhadap karyawan paruh waktu?

Setengah orang terbuka terhadap karyawan paruh waktu tanpa syarat. Sisanya ada syarat.

Jumlah jam kerja paruh waktu yang bisa ditolerir?
Jumlah jam kerja paruh waktu yang bisa ditolerir?

Jawaban ini cukup bervariasi.

Bersimpati kepada karyawan paruh waktu demi anak
Bersimpati kepada karyawan paruh waktu demi anak

Ternyata banyak yang bersimpati terhadap Susi. 😉

Nah, kombinasi dari statistik Linkedin, statistik Google Analytics, dan survei ini membuat saya dapat merasakan kerinduan orang terhadap pekerjaan paruh waktu.

Mengurus Anak

Saya sering bertemu dengan teman-teman saya yang menjadi ibu rumah tangga penuh waktu. Sebagian dari mereka berpendidikan tinggi (minimal S1). Kadang-kadang saya bertanya apakah potensi mereka tidak tersia-siakan dengan menjadi ibu rumah tangga penuh waktu. Di kebanyakan kasus mereka memiliki suami yang menjadi pencari nafkah 100%. Gaji suami cukup untuk menghidupi keluarga mereka. Nah, dari yang saya lihat (tergantung anaknya umur berapa) ibu-ibu rumah tangga penuh waktu ini tidaklah selalu sibuk 100%. Ketika anak masih di bawah 3 tahun, iya, mereka harus mengerahkan seluruh raga dan jiwa mereka dalam mengurus anak mereka. Tapi ketika anak sudah besar, misalnya berumur 6 tahun, mengurus anak tidaklah memerlukan waktu 24 jam. Ada beberapa waktu di mana ibu-ibu rumah tangga ini memiliki banyak waktu luang (apalagi mereka memiliki asisten rumah tangga).

Kemudian saya membayangkan sebuah kasus hipotesis. Susi adalah pemrogram iOS yang mengerti juga Kubernetes (kombinasi yang jarang). Dia bekerja selama 8 tahun sebelum menikah. Suaminya bergaji tinggi karena bekerja sebagai VP of Marketing. Susi melahirkan seorang anak. Setelah mengurus anaknya penuh selama 2 tahun, Susi ingin kembali bekerja untuk mengekspresikan diri atau menambah uang saku atau ingin bersosialisasi di luar rumah. Tapi pekerjaan yang tersedia di pasar cuma pekerjaan penuh waktu (40 jam per minggu). Susi tidak bersedia bekerja penuh waktu karena dia ingin menghabiskan waktu lebih banyak dengan anak atau dia tidak percaya pengasuh anak (babysitter) 100%. Akhirnya dia memutuskan untuk tidak bekerja sama sekali. Toh, gaji suaminya sudah cukup besar. Tidak masalah bagi dia sih.

Tapi keputusan dia memberikan masalah bagi kita. Kita kehilangan keahlian (expertise) dan potensi penciptaan kekayaan. Anda pikir gampang mencari pemrogram iOS senior yang jago? Negara juga kehilangan potensi pendapatan dari pajak terhadap penghasilan Susi.

Bayangkan kalau Susi bekerja paruh waktu misalnya 20 sampai 30 jam per minggu. Dia masih bisa berkontribusi terhadap masyarakat (walaupun tidak penuh). Perusahaan bisa menciptakan kekayaan (aplikasi iOS) dengan keahlian Susi. Negara mendapat pemasukan dari pajak (baik dari gaji Susi maupun pemasukan perusahaan).

Ada banyak Susi di luar sana. Bayangkan kalau ada 1000 Susi di luar sana, berapa banyak potensi kekayaan yang terlewatkan oleh kita?

Susi yang ingin mencari tambahan penghasilan akhirnya dihadapkan kepada beberapa pilihan, yaitu menjadi agen asuransi, agen MLM, atau menjual masakan di dalam rumah. Tidak ada yang salah dari ketiga mata pencaharian itu. Tapi jika bakat Susi adalah pemrograman iOS, adalah lebih baik bagi dia untuk mencari penghasilan lewat keahlian dia yang langka itu.

Pasti ada yang bilang, di luar sana ada banyak ibu yang bekerja 100%. Kenapa Susi harus diistimewakan? Karena dengan mengistimewakan Susi, kita juga yang akan diuntungkan secara kolektif. Akan saya jelaskan lebih lanjut di bawah.

Bisnis

Ini alasan paling populer di survei tapi Anda harus ingat bahwa 76% pengambil survei ini adalah laki-laki dan 50% alasan laki-laki mengambil pekerjaan paruh waktu adalah untuk membangun bisnis.

Jika dipikir-pikirkan kembali, ini adalah ide yang bagus. Indonesia kekurangan pengusaha kan? Tapi untuk membangun bisnis, Anda butuh modal. Jika Anda bukan anak orang kaya, Anda harus menabung terlebih dahulu. Hidup dari tabungan memiliki resiko tersendiri. Bisa sih mendapat modal lewat Venture Capitalist (VC). Tapi hal itu memiliki kompleksitas tersendiri.

Tapi bayangkan orang itu (tidak harus laki-laki; bisa perempuan juga) bekerja paruh waktu 20-30 jam dan sisa waktunya dipakai untuk membangun bisnis. Misalnya dia membuat aplikasi video game di platform Steam. Kalau seandainya aplikasi dia gagal, dia masih ada gaji yang menghidupi dia. Kalau seandainya berhasil, dia sudah menciptakan kekayaan di masyarakat dengan aplikasi video game-nya. Dia memiliki tambahan penghasilan dan negara mendapat tambahan pemasukan dari penghasilan dia (dengan asumsi aplikasi video game-nya itu tidak gratis dan memiliki penghasilan dari penjualan langsung atau in-app purchase).

Dari Sudut Pandang Perusahaan

Perusahaan tidak memandang pekerjaan paruh waktu dengan keceriaan. Mereka jauh lebih suka menerima karyawan penuh waktu. Tapi saya akan memberikan alasan kenapa perusahaan harus bersikap terbuka karyawan paruh waktu.

Oh ya, saya harus jelaskan karyawan paruh waktu beda dengan pekerja lepas (freelancer). Karyawan paruh waktu itu seperti karyawan penuh waktu tapi jumlah jam kerjanya di bawah 40 jam per minggu. Pekerja lepas itu yah mungkin bekerja berdasarkan proyek.

Kita tahu Indonesia kekurangan orang yang memiliki bakat teknologi (tech talent). Bajak membajak karyawan teknologi adalah hal lumrah. Banyak yang bingung bagaimana bersaing dengan unicorn atau perusahaan raksasa dalam mempekerjakan karyawan teknologi. Bayangkan Anda menawari Susi Rp 40 juta per bulan, tapi unicorn seperti Bobopi atau Sosola (nama ini adalah fiktif) berani membayar jasa Susi sebesar Rp 60 juta per bulan. Banyak cara untuk menarik Susi ke dalam perusahaan Anda dengan gaji yang kalah jauh daripada gaji di unicorn atau perusahaan raksasa. Misalnya kharisma Anda, opsi saham, opsi bekerja di rumah, dll. Tapi Anda juga bisa menawari pekerjaan paruh waktu kepada dia (jika dia menginginkannya). Misalnya Susi ingin bekerja 30 jam per minggu. Jadi gajinya menjadi Rp 30 juta per bulan. Tidak masalah apakah alasan Susi adalah demi anak atau demi hobi atau demi bisnis. Bobopi atau Sosola mungkin tidak bisa memberi pekerjaan paruh waktu kepada Susi tapi Anda dapat.

Visioner

Tahukah Anda bahwa saya adalah seorang visioner? 😎

Pada tahun 2007 saya melamar pekerjaan sebagai pemrogram jarak jauh (remote engineer). Iya, 13 tahun sebelum pekerjaan jarak jauh itu menjadi “lumayan” mainstream. Saya cuma bekerja selama 1 bulan. Saya tidak cocok dengan perusahaan yang bersangkutan waktu itu. Kemudian saya menyerah. Saya ambil jalan normal. Waktu itu, saya gampang menyerah.

Tapi mengenang kembali peristiwa itu membuat saya lumayan yakin terhadap kemampuan saya memprediksi masa depan. Melihat “tren” pekerjaan paruh waktu sekarang ini mengingatkan saya kepada tren remote pada tahun 2007. Masih sangat awal. Jika Anda kembali ke masa lampau misalnya 10 tahun lalu di Indonesia, dan Anda meminta untuk bekerja sebagai pemrogram di rumah, jangan harap permintaan Anda akan disetujui. Seperti itulah reaksi perusahaan di Indonesia terhadap pekerjaan paruh waktu sekarang ini. Tapi di luar Indonesia, orang-orang sudah mulai terbuka terhadap pekerjaan paruh waktu. Iya, seperti tahun 2007 di mana orang-orang di luar sana sudah mulai terbuka terhadap pekerjaan remote. Tapi ada kemungkinan besar perusahaan-perusahaan di Indonesia mulai terbuka terhadap budaya kerja paruh waktu belasan tahun lagi.

BELASAN TAHUN LAGI? Siapa yang sanggup menunggu selama itu? Nah, bagi kalian pembaca blog saya yang budiman, yang sedang mencari pekerjaan paruh waktu sekarang ataupun dalam waktu dekat, keadaan tidaklah seburuk yang Anda duga. Anda bisa mencari pekerjaan paruh waktu di luar sana. Kan sekarang orang bisa bekerja di mana saja (dengan asumsi pekerjaan-pekerjaan teknologi seperti rekayasa peranti lunak).

Perdalam bahasa Inggris dan keahlian-keahlian yang banyak dicari orang (React, Android, Python, dll) di luar sana.

Produk Domestik Bruto

Pasti ada di antara kalian yang takut tren pekerjaan paruh waktu ini akan membuat Negara Kesatuan Republik Indonesia menjadi kurang kompetitif. Bayangkan semua orang bekerja paruh waktu, mau jadi apa Indonesia ini? 😱

Saya mendukung orang yang mencari pekerjaan paruh waktu seperti contoh Susi di atas tidak berarti saya menginginkan semua orang bekerja paruh waktu di masyarakat. Visi saya adalah 80% orang bekerja penuh waktu dan 20% orang bekerja paruh waktu (dengan berbagai alasannya). Jangan tanya saya darimana saya ambil angka 80% – 20%.

Selain itu 1 orang di hidupnya akan mengalami periode di mana dia ingin bekerja penuh waktu, dan ada kalanya dia ingin bekerja paruh waktu. Misalnya Susi lulus kuliah umur 21 tahun, kemudian dia bekerja penuh waktu sampai umur 30 tahun. Pada usia itu dia menikah dan melahirkan anak. Dia berhenti bekerja selama 3 tahun. Kemudian pada umur 33 tahun, dia bekerja paruh waktu sampai umur 40 tahun. Kemudian pada umur 40 tahun dia bekerja penuh waktu sampai dia pensiun.

Dengan memaksa Susi bekerja penuh waktu pada umur 33 tahun di mana dia masih ingin menghabiskan waktu lebih banyak dengan anaknya, kita mengambil resiko di mana Susi berhenti bekerja sama sekali karena tidak ada yang mau mempekerjakan dia paruh waktu.

Selain masalah anak, ada juga kasus di mana orang harus mengurus orang tuanya yang sakit parah. Misalnya Budi bekerja penuh waktu sampai umur 35 tahun di mana papanya terkena stroke. Budi ingin mengurangi waktu kerjanya sehingga dia bisa menemani papanya lebih lama setiap minggunya. Anggap mama Budi sudah meninggal.

Pembaca yang budiman dan cerdas pasti ada yang mengusulkan kenapa Budi tidak mempekerjakan perawat untuk mengurus papanya. Jadi Budi bisa berkonsentrasi kepada pekerjaan penuh waktunya. Tidak ada yang salah dengan itu. Dari sisi pendapatan negara, pendekatan ini lebih optimal karena Budi bekerja penuh waktu dan Budi harus membayar gaji kepada perawat yang mengurusi papanya. Jika Budi berhenti bekerja misalnya karena mau mengurusi papanya, negara kehilangan pendapatan dari dua orang yaitu Budi dan perawat.

Tapi tidak semua hal di dunia ini harus diukur dengan ekonomi. Saya yakin papa Budi lebih senang ditemani oleh anaknya, yaitu Budi, ketimbang seorang yang asing. Idealnya, Budi menemani papanya penuh waktu tapi Budi hidup di masyarakat yang tidak sempurna. Budi tidak hidup di dunia Star Trek yang sudah mencapai status post-scarcity society. Jadi Budi harus tetap bekerja. Menurut saya, pekerjaan paruh waktu adalah kompromi yang wajar terhadap situasi Budi. Budi mungkin masih tetap memakai jasa perawat. Dia masih bekerja (walaupun paruh waktu). Tapi dia memiliki waktu tambahan misalnya 10 jam setiap minggunya untuk menemani papanya.

Untuk memperjelas ide ini, bayangkan saya menjadi Presiden NKRI dan saya membuat keputusan untuk meningkatkan pendapatan negara maka semua perempuan tidak boleh menjadi ibu rumah tangga penuh waktu. Mereka harus bekerja untuk meningkatkan produktivitas negara. Lalu yang mengurusi anak mereka? Oh, mereka bisa mempekerjakan pengasuh anak. Dengan demikian maka negara mendapat pemasukan dari pajak terhadap gaji perempuan-perempuan profesional ini. Ekonomi juga menjadi lebih hidup karena perempuan-perempuan profesional ini harus menghabiskan sebagian gajinya untuk membayar jasa pengasuh anak. Bayangkan jika mereka menjadi ibu rumah tangga 100%. Oh, itu adalah tragedi ekonomi karena negara bakal kehilangan pemasukan sekian. Aktivitas ibu mengurusi anak kan tidak termasuk aktivitas komersial sehingga tidak menjadi bagian dari ekonomi.

BUT HAVE WE GONE NUTS OR WHAT? Dunia menjadi terlalu sinis dan dingin jika kita menempatkan ekonomi di atas segalanya. Bobby Kennedy pernah berpidato tentang Produk Domestik Bruto:

Yet the gross national product does not allow for the health of our children, the quality of their education or the joy of their play.  It does not include the beauty of our poetry or the strength of our marriages, the intelligence of our public debate or the integrity of our public officials. 

It measures neither our wit nor our courage, neither our wisdom nor our learning, neither our compassion nor our devotion to our country, it measures everything in short, except that which makes life worthwhile. 

Makanya pekerjaan paruh waktu adalah kompromi yang ideal dari idealisme dan dunia nyata yang tidak sempurna ini.

Rencana ParttimeCareers

Situs ini saya bikin terburu-buru. Ia adalah HTML statik sahaja. Tapi ketika saya memiliki waktu luang, saya akan menggunakan Next.js untuk mengembangkan situs ParttimeCareers. Situs ini akan fokus terhadap pekerjaan paruh waktu di bidang teknologi. Dalam waktu dekat, jangan berharap terlalu banyak dari situs ini. Ia akan hanya menjadi situs daftar pekerjaan-pekerjaan paruh waktu saja. Tapi ke depannya (mungkin 2 tahun lagi) akan ada fitur-fitur lainnya. Misalnya daftar orang-orang yang ingin bekerja paruh waktu. Mungkin bakal ada komunitas. Mungkin bakal ada wawasan tambahan bagi orang-orang yang ingin mendapat pekerjaan penuh waktu. Misalnya mereka harus mengembangkan keahlian apa sehingga mereka gampang mencari pekerjaan penuh waktu. Tentu saja bakal ada integrasi dengan karya tercinta saya, PredictSalary.

Saya berharap karya saya ini akan berguna bagi Anda.

Categories
kepercayaan diri

Status Sosial Seorang Pemrogram

Kalau Anda belum tahu, status seorang pemrogram (programmer / software engineer / developer) itu pada dasarnya rendah. Orang-orang tidak terlalu memandang tinggi profesi pemrogram. Pemrogram itu rentan dikomoditasi. Masih ada orang yang menganggap pemrograman itu gampang. “Anyone can code,” begitu pikir mereka. Belum lagi pemrogram dihinggapi streotipe orang yang bekerja di belakang komputer, tidak bisa bersosialisasi. Pokoknya pemrogram itu dianggap sebagai seorang yang aneh.

Bandingkan dengan profesi yang biasanya disertai dengan status sosial yang tinggi, yaitu dokter. Jika orang masih bekerja sebagai dokter pada umur 50-an di rumah sakit atau klinik, dia masih bisa mendapat rasa hormat. Seorang pemrogram yang masih menulis kode pada umur 50-an siap-siap saja dianggap pecundang. “Umur 50-an, belum jadi eksekutif, atau punya perusahaan? Ngapain saja selama ini?”

Pemrograman itu bukan seperti main alat musik. Kalau Anda pandai bermain piano (misalnya membawakan Moonlight Sonata), Anda akan dapat membuat banyak orang terpesona walaupun orang tersebut tidak dapat bermain alat musik. Bandingkan dengan seorang pemrogram yang dapat menulis algoritma Minimum Spanning Tree dengan bahasa Rust dalam waktu 5 menit. Yang terpesona paling cuma saya dan kumpulan pemrogram-pemrogram lainnya.

Anda harus ingat bahwa punya status sosial yang tinggi di lingkungan pemrogram tidak berarti Anda punya status sosial yang tinggi di lingkungan umum. Anggap Anda punya hobi yaitu berkontribusi ke inti (kernel) sistem operasi Linux di waktu luang Anda. Jika saya punya teman seperti Anda, Anda akan mendapat rasa hormat yang dalam dari saya. Saya tahu betapa susahnya berkontribusi ke proyek kompleks seperti inti sistem operasi Linux itu. Tapi orang-orang awam seperti bankir misalnya bakal tidak paham. Mereka tidak mengerti apa yang dibutuhkan untuk sukses dalam melakukan pemrograman inti sistem operasi Linux itu.

Jadi apakah sebaiknya kita meninggalkan profesi pemrogram dan memilih profesi lainnya yang memiliki status sosial yang lebih tinggi (misalnya dokter)? Tidak perlu mengambil tindakan begitu ekstrim. Dengan strategi ulung, kita bisa mendapatkan status sosial yang tinggi sebagai pemrogram. Intinya kita butuh tambahan sesuatu untuk melengkapi profesi pemrogram untuk mendapat status sosial yang tinggi. Mari kita anggap tambahan sesuatu itu X.

Pemrogram + X = Status Sosial Tinggi
Pemrogram + X = Status Sosial Tinggi

X itu bukan cuma satu jenis. Artinya Anda punya beberapa pilihan dalam memilih apa itu X.

Duit

Pemrogram + 💰 = Status Sosial Tinggi
Pemrogram + 💰 = Status Sosial Tinggi

Jika Anda memiliki pekerjaan sebagai pemrogram tapi digaji tinggi, Anda bisa menggunakan gaji Anda untuk mendongkrak status sosial Anda. Misalnya Anda dapat membeli barang-barang mahal seperti iPhone terbaru, laptop Macbook Pro terbaru, jam tangan ratusan juta Rupiah, dan lain-lain.

Jadi jika Anda baru kenalan dengan orang, dan dia tanya apa pekerjaan Anda, lalu Anda jawab, “Saya adalah pemrogram.” Respon dia sedikit kecewa, “Oh.” Tapi Anda dapat mengeluarkan iPhone terbaru Anda dan bertanya kepada dia, “Mari kita tetap terkoneksi. Berapa nomor Anda?” Pastikan dia melihat jam tangan Anda juga. 😜

Tapi menaikkan status sosial dengan kekayaan itu tidak direkomendasikan. Ia tidak berkelanjutan (sustainable). Kalau penghasilan Anda “cuma” puluhan juta Rupiah per bulan dan Anda menghambur-hamburkannya dengan liburan yang mahal di Brazil, Kuba, Maroko dan tas tangan yang harganya 2 bulan gaji Anda atau jam tangan yang harganya Rp 100 juta Rupiah, hal itu sangat berbahaya. Pada umur 40-an Anda di-PHK, tapi tabungan Anda tinggal sedikit. Kehidupan Anda akan menjadi sebuah tragedi.

Pengecualian mungkin ada. Misalnya Anda membeli pakaian mahal karena penampilan adalah penting dalam menjual solusi perusahaan ke klien Anda.

Bekerja di Perusahaan Ternama

Pemrogram + 🏢 = Status Sosial Tinggi
Pemrogram + 🏢 = Status Sosial Tinggi

Jika Anda perhatikan, di Linkedin orang-orang suka menulis judul (title) di profil mereka dengan Ex-(tempat kerja sebelumnya yang keren), misalnya Ex-Tokopedia, Ex-Gojek, dll. Perusahaan ternama dapat mengangkat status sosial Anda. Jadi walaupun Anda adalah seorang pemrogram yang pada dasarnya berstatus rendah, tapi jika Anda bekerja di perusahaan keren seperti Tokopedia, maka reputasi Anda pun naik. Misalnya judul pekerjaan Anda adalah, “Android Developer at Tokopedia“. Bukan “Android Developer” yang keren, tapi Tokopedia-nya yang lebih keren.

Jabatan Manajer

Pemrogram + 🧑‍💼 = Status Sosial Tinggi
Pemrogram + 🧑‍💼 = Status Sosial Tinggi

Di masyarakat umum, orang yang “memanajemen” / “mengatur” / “memimpin” pemrogram-pemrogram status sosialnya lebih tinggi daripada pemrogram-pemrogram yang “dimanajemen” / “diatur” / “dipimpin”. Jika saya bisa memerintahkan Anda untuk melakukan sesuatu misalnya menulis laporan cuaca di Bogor 3 bulan silam, maka status saya adalah lebih tinggi daripada Anda.

Betul, Anda yang membaca ini mungkin punya peran “Engineering Manager” (EM) dan berpikir, “Aku tidak begitu. Aku berjiwa pelayan. Aku melayani timku sehingga mereka bisa bekerja lebih optimal. Aku membangun sinergi antara anggota-anggota timku. Aku ini seperti kapten tim nasional Prancis tahun 1998, Didier Deschamps, yang berperan sebagai bucket carrier ketimbang bos judes yang perintah ini-itu.”

Itu manis sekali. 😘

Tapi Anda tetap dianggap sebagai pihak yang lebih tinggi kastanya oleh masyarakat umum. No debate.

Manajer (Engineering Manager, Team Lead, dll) sudah dianggap sebagai profesi dengan kasta lumayan tinggi di masyarakat umum.

Saya tahu di beberapa perusahaan teknologi ada 2 jalur: jalur manajemen dan jalur teknikal / spesialisasi. Di masyarakat umum, jalur manajemen lebih tinggi status sosialnya daripada jalur teknikal / spesialisasi. Apa boleh buat. 🤷

Jabatan Eksekutif (VP-Level, C-Level)

Pemrogram + 🧗 = Status Sosial Tinggi
Pemrogram + 🧗 = Status Sosial Tinggi

Yang lebih tinggi dari manajer adalah level eksekutif. Jabatan yang saya maksud adalah Wakil Presiden (Vice President) dan Pejabat Utama (Chief Officer).

Ketika saya menjadi CTO (Chief Technology Officer), aura saya menjadi lebih cemerlang. Sering orang menggoda saya, “Wah, Pak CTO. Pak CTO.” Saya bahkan ingat di OKCupid (situs kencan / cari jodoh), seorang perempuan mengirim pesan ke saya, “Hello, Mr. CTO.” 😉

Dengan asumsi perusahaannya oke, jabatan VP-Level dan C-Level ini sangat tinggi statusnya. Reputasi Anda akan terdongkrak. Saya bisa memberi testimonial. Bahkan ketika saya tidak menjadi CTO lagi, efeknya masih bergaung. ✌️

Pemilik Alat Produksi

Pemrogram + 🏗️ = Status Sosial Tinggi
Pemrogram + 🏗️ = Status Sosial Tinggi

Di sistem ekonomi yang berlaku di Indonesia ini ada yang namanya negara, pemilik modal, dan tenaga kerja. Pemilik modal itu status sosialnya lebih tinggi daripada tenaga kerja.

Anggap saya adalah pemilik modal dan saya membayar upah tenaga kerja kepada Anda untuk mengembangkan aplikasi pendeteksi tinggi badan dan berat badan dari gambar dengan menggunakan teknik Deep Learning. Program itu keren kan? Saya yakin setidaknya di tahun 2020 ini, program itu bisa membuat sebagian besar orang terkesima (dengan asumsi prediksinya akurat).

Nah, saya sebagai pemilik program itu bakal terdongkrak reputasinya. Pemilik program status sosialnya lebih tinggi daripada pembuat program.

Tentu saja Anda yang mendapat upah dari saya bisa menggunakan uang untuk menaikkan status sosial Anda. Jadi situasi kita menang-menang (dengan asumsi upah yang saya bayarkan itu besar). Jadi pastikan Anda mendapat upah yang besar ketika menulis program untuk dimiliki oleh orang lain.

Tapi hal ini adalah kabar baik bagi Anda. Hambatan dalam membuat program itu kecil. Berbeda jika Anda ingin membuka restoran atau bank. Yang mahal itu mungkin waktu Anda (opportunity cost). Tentu saja tidak semua program itu sanggup dikerjakan oleh satu orang, misalnya TikTok. Tapi banyak program yang dapat dikerjakan oleh satu orang. Saya membuat PredictSalary dan aplikasi itu sudah mendongkrak reputasi saya di dunia maya. Saya mengerjakannya sendirian. Biayanya juga tidak mahal (kecuali waktu saya). Iya, ada yang namanya laptop. Tapi Anda cuma membutuhkan laptop Rp 10 juta untuk membuat program yang bisa bikin orang terkesima.

Hal ini juga membawa kita ke….

Pendiri Perintis (Startup Founder)

Pemrogram + 🧑‍💻 = Status Sosial Tinggi
Pemrogram + 🧑‍💻 = Status Sosial Tinggi

Perintis atau startup itu lagi mengetren di Indonesia. Vokalis band saja sudah kalah pamornya dibandingkan dengan pendiri perintis. Belasan tahun silam, orang berlomba-lomba mendirikan band musik untuk mencari ketenaran. Sekarang, orang berlomba-lomba mendirikan perintis untuk mendapatkan kegemilangan hidup.

Pendiri itu adalah pemilik modal sekaligus tenaga kerja juga. Jadi Anda berkongsi dengan teman Anda untuk mengembangkan produk pendeteksi berat badan dan tinggi badan dari gambar sahaja kemudian saya berinvestasi kepada kalian sebesar Rp 1 milyar dengan kepemilikan 8%. Anda berdua masih lebih besar kepemilikannya. Jadi status kalian masih lebih tinggi daripada saya dalam konteks program pendeteksi berat badan dan tinggi badan dari gambar.

Jabatan “founder” itu bagaikan keris yang membuat orang segan melihatnya (dengan asumsi “startup”-nya oke).

Jika Anda berhasil menjadi “founder” yang sukses, Anda akan menjadi selebriti. Betul. Saya tidak bohong. Anda akan diliput media massa. Anda akan masuk majalah.

Otonomi

Pemrogram + 🧘 = Status Sosial Tinggi

Tahu arti otonomi kan? Kata itu berasal dari Latin. “Auto” yang artinya diri dan “-nomy” yang artinya sistem aturan yang mengatur sesuatu. Arti naifnya adalah Anda mengatur diri sendiri. Kebanyakan pemrogram membuat program untuk orang lain entah perusahaan yang membayar gajinya atau investor yang menginvestasi ke perintis pemrogram tersebut. Dengan kata lain mereka tidak bebas. Mereka terikat pada perjanjian.

Bandingkan jika Anda membuat program sesuka hati Anda. Anda membuat program untuk keindahan. Bukan untuk siapa-siapa. Tapi demi keindahan. Misalnya Anda membuat pustaka yang mengurai berkas CSV di bahasa Julia. Program ini tidak memberi Anda uang. Mungkin Anda akan terkenal di komunitas Julia.

Suatu hari jika Anda bertemu dengan CTO perintis dan pemrogram yang bekerja di perusahaan teknologi terkenal, Anda bisa menunjukkan kepada mereka bahwa Anda bikin program bukan untuk siapa-siapa tapi demi kesenangan. Anda tidak butuh uang. Anda bebas. Dan Anda bisa tersenyum sinis kepada mereka. 😉

Tapi tentu saja Anda harus punya kebebasan finansial terlebih dahulu jika Anda ingin mengambil strategi ini. Inti dari strategi ini adalah Anda menunjukkan kepada orang bahwa Anda tidak butuh uang lagi dari pemrograman.

That stuff is powerful.

Bikin Program yang Berguna untuk Orang Lain

Pemrogram + ✍️ = Status Sosial Tinggi
Pemrogram + ✍️ = Status Sosial Tinggi

Jika Anda ingin terkenal di komunitas tertentu, bikinlah program yang berguna bagi komunitas tersebut. Taruhlah Anda berada di komunitas ilmuwan data (data scientist). Kebanyakan notebook yang tersebar di internet menggunakan pustaka PyTorch (misalnya). Lalu Anda menerjemahkan notebook itu ke pustaka Tensorflow.

Anda juga bisa membuat pengaya WordPress untuk membantu pemasar digital. Atau membuat aplikasi iPad untuk membantu orang menulis catatan dan mengorganisirnya.

Kebanyakan program-program algoritma dan penjelasannya ditulis dengan bahasa populer seperti Java, JavaScript, C++, Python. Tapi masih sedikit yang ditulis dengan bahasa “kurang” populer seperti Julia, Rust, Kotlin. Anda bisa melakukannya sekalian latihan algoritma.

Saya sering menulis konten di Linkedin (Anda bisa menganggap saya Linkedinfluencer 😝). Salah satu topik yang populer adalah topik tentang gaji. Jadi saya mengembangkan PredictSalary, aplikasi yang bisa memprediksi gaji dari lowongan pekerjaan. Hal itu bikin saya makin populer di Linkedin.

Pandai Membawa Diri (Social Grace)

Pemrogram + 🙏 = Status Sosial Tinggi
Pemrogram + 🙏 = Status Sosial Tinggi

Yang saya maksudkan adalah etika berbicara, etika makan, etika berpakaian. Selain itu Anda juga harus pandai membaca situasi di ruangan (reading the room). Pantaskah Anda minta kenaikan gaji ketika penghasilan perusahaan menurun drastis gara-gara pandemi? Terus apakah bijaksana mengkritik atasan Anda di depan orang lain walaupun Anda 100% benar? Terus tidak semua hal (walaupun 100% benar) pantas diucapkan keluar. Sebagian ada yang lebih pantas disimpan.

Pemrogram banyak yang tidak diajarkan hal ini. Mereka menganggap situasi sosial seperti program yang eksakta. Kalau benar (if True then), yah lakukan ini. Kalau salah (if False then), yah lakukan itu. Tapi banyak nuansa (nuances) di situasi sosial. Banyak if di situasi sosial.

Ke depan hal-hal ini akan dibahas lebih mendalam.

Kharisma

Pemrogram + 😎 = Status Sosial Tinggi

Ada beberapa orang yang lebih bersinar ketimbang daripada orang lain. Mereka mampu menyihir perhatian banyak orang ketika mereka berbicara. Ketika mereka berjalan melewati Anda, Anda menghentikan pekerjaan Anda dan menyerapi momen berharga itu. Perkataan mereka mampu mengulik perasaan dalam diri Anda. Kita sebut mereka orang yang berkharisma.

Di dunia teknologi kita bisa menganggap Steve Jobs sebagai salah satunya. Di Indonesia kita dapat bilang Soekarno sebagai orang yang sangat kharismatis.

Anda tidak perlu menjadi sekharismatis mereka. Tapi Anda dapat membangun kharisma untuk kepentingan profesional Anda yang tidak luas. Bahkan menjadi orang yang penuh dengan kharisma di kantor Anda dapat membuat perubahan dalam karir Anda.

Ke depan hal ini akan dibahas lebih mendalam.

Penutup

Masih ada hal lain lagi yang bisa ditambahkan ke profesi pemrogram sehingga bisa mendongkrak status sosial. Misalnya ketimbang perintis, Anda bisa membangun software house. Dan lain-lain.

Dan harap diingat, tulisan dibuat dengan konteks di mana pemrogram sering disepelekan oleh manajemen, eksekutif, orang yang berkecimpung di dunia finansial, investor, konsultan dari perusahaan ternama, dan lain-lain. Anda boleh menunjukkan status sosial yang tinggi ke mereka. Tapi ada beberapa profesi di luar pemrogram yang nasibnya lebih mengenaskan daripada pemrogram seperti pelayanan pelanggan (customer support). Tunjukkan kerendahan hati terhadap mereka.

Categories
startup

Analisa Pendiri Perintis di Indonesia

Di halaman ini, saya akan menulis analisa pendiri (founder) perintis (startup) di Indonesia. Untuk sementara perintisnya saya batasi hanya yang didanai oleh pemodal ventura (VC). Saya ingin menganalisa latar belakang pendidikan, seks, pengalaman kerja, dll dari pendiri.

Hal ini bermula ketika saya berdiskusi dengan teman-teman di grup perekayasa peranti lunak. Saya bilang lulusan Amerika mendominasi sebagai pendiri perintis di Indonesia. Saya kasih datanya di artikel saya yang berjudul Jangan Terintimidasi dengan Lulusan Amerika. Di situ saya menganalisa latar belakang pendiri perintis yang mencapai status centaur setidaknya (valuasi USD 100 juta sampai USD 1 milyar). Paling banyak lulusan Amerika. Ada yang tidak setuju. Terus dia keberatan dengan metodologi analisa saya. Di situ saya cari latar belakang pendidikan per perintis bukan pendiri perintis. Jadi misalnya perintis A punya pendiri B dan pendiri C. Jika pendiri B lulusan Amerika dan pendiri C lulusan dalam negeri, saya lihat jabatan mereka. Kalau pendiri B itu CEO, maka saya anggap latar belakang pendidikan perintis A itu Amerika Serikat. Tapi orang yang keberatan ini ada benarnya. Harusnya analisanya per pendiri. Itulah yang saya lakukan di kesempatan berikut ini.

Nah, misalnya pendiri D itu S1-nya di dalam negeri, dan S2-nya di Amerika, lulusan manakah dia? Saya menggunakan konsep spektrum (weighting). Jadi S2 dikasih berat lebih banyak. Dengan contoh itu, maka pendiri D adalah lulusan Amerika 60%, lulusan Indonesia 40%. Bagaimana kalau dia S1 di dalam negeri dan S1 (lagi!!!) di Singapura? Maka pendiri D adalah lulusan dalam negeri 50%, lulusan luar negeri non-Amerika 50%. Bagaimana dengan S3? 60% S3, 30% S2, 10% S1.

Saya juga ingin lihat universitas mana yang paling banyak mengeluarkan pendiri perintis. Di luar Amerika, negara manakah yang paling banyak menjadi tempat belajar pendiri perintis di Indonesia?

Selain masalah pendidikan, saya juga ingin lihat representasi seks (laki-laki dan perempuan). Apakah jomplang?

Anda bisa menganggap analisa ini adalah versi pertama. Ke depannya saya akan menggunakan analisa yang lebih rumit, yaitu menyangkut pengalaman kerja. Misalnya apakah bekerja di yunikon seperti Gojek, Traveloka, Tokopedia, Bukalapak bakal mendongkrak peluang sukses sebagai pendiri perintis? Bagaimana jika bekerja di perusahaan konsultan ternama seperti BCG, McKinsey?

Terus pendidikan kan bukan cuma di universitas? Bagaimana kalau belajar di bootcamp seperti Hacktiv8? Bagaimana kalau belajar di kursus daring seperti Coursera dan Udacity? Ke depan saya akan memperhitungkan ini juga.

Halaman ini akan diperbaharui secara berkala.

Saya menyertakan data sebagai berkas CSV buat kalian main-main di Excel atau LibreOffice Calc atau Google Sheets. Ada Jupyter Notebook juga buat kalian yang bisa pakai pandas. Kalian bisa unduh notebook ini dan unggah ke Google Colaboratory buat analisa data.

Lisensi representasi data dan Jupyter Notebook adalah GPLv3. Jadi Anda bisa memodifikasi notebook ini dan mempublikasikannya di tempat lain dengan catatan bahwa Anda tetap menyertakan lisensi GPLv3. Anda tidak perlu minta izin kepada saya.

Jadi misalnya Anda ingin menganalisa kecocokan Zodiak pendiri di perintis (apakah Gemini harmonis dengan Scorpio sebagai pasangan pendiri / co-founder) 😆, yah silahkan. Tapi kalau ada orang lain yang mengambil notebook hasil modifikasi Anda itu dan memodifikasinya (misalnya menganalisa representasi ras), yah Anda tidak boleh melarang sepanjang dia menyertakan lisensi GPLv3.

Kalau Anda berani melanggar titah GPLv3…. saya akan 👉 🔥🔥🔥 Anda.

Azula menembak petir.
Azula menembak petir

Harap diingat, data di luar itu tidak rapi. Misalnya ada yang mencantumkan pendidikan tapi tidak ditulis tahunnya sehingga menyulitkan prediksi tahun kelahiran pendiri perintis. Ada juga yang cuma pasang status Co-Founder tapi tidak ada jabatan (CEO atau COO atau CTO). Prediksi tahun kelahiran menggunakan heuristik tahun mulai belajar di universitas dan tahun mulai bekerja. Artinya tahun kelahiran bisa saja meleset. Misalnya orang bisa saja selesai SMA jalan-jalan dulu sebelum mulai belajar di universitas.

Selain itu saya membagi pendiri ke kategori teknikal atau bisnis. Ternyata pendiri itu susah dimasukkan ke dalam 2 kotak ini. Misalnya ada yang memiliki latar belakang hukum. Ada juga yang bunglon (punya latar belakang teknikal dan bisnis). Misalnya Ferry Unardi (CEO Traveloka) adalah lulusan dengan jurusan Computer Science. Terus dia ambil MBA tapi tidak selesai. Jadi Ferry itu pendiri latar belakang bisnis atau teknikal? Saya masukkan Ferry Unardi sebagai pendiri teknikal karena pendidikan S1-nya lebih dominan. Ada juga kasus pendiri ambil jurusan Computer Science, terus kerjanya di Pemasaran (Marketing) atau Finansial, nah itu saya kategorikan sebagai latar belakang bisnis (pengalaman kerja lebih tinggi nilainya daripada latar belakang pendidikan). Ke depan mungkin saya akan menggunakan spektrum (weighting). Jadi pendiri itu bisa dikategorikan sebagai pendiri teknikal 60%, bisnis 40%. Saya masih memutar otak saya ya.

Ke depan saya juga akan menyertakan naskah (script) Julia dan R. Sementara pakai Python dulu ya.

Saya memulai analisa saya dari perintis yang didanai East Ventures. Di masa depan, saya akan bahas juga perintis dari Surge, YC, dll.

East Ventures

Situs: https://east.vc

Sumber data utama: https://east.vc/c/indonesia/?post_types=avada_portfolio

Data CSV: https://arjunaskykok.s3-ap-southeast-1.amazonaws.com/pendiri/east_ventures/2020-10-06_east-ventures.csv

Ada kesalahan kecil (bug) dalam penghitungan jumlah lulusan Amerika di notebook ini. Tapi kesalahan itu tidak mengubah fakta bahwa jumlah lulusan Amerika adalah yang paling banyak. Nanti di versi berikutnya, saya perbaiki kesalahan itu. Tapi sekarang saya lagi malas. 😉

Jupyter Notebook: https://arjunaskykok.s3-ap-southeast-1.amazonaws.com/pendiri/east_ventures/2020-10-06_Pendiri_Perintis_East_Ventures.ipynb

Jupyter Notebook HTML (enak langsung dibaca di tempat): https://arjunaskykok.s3-ap-southeast-1.amazonaws.com/pendiri/east_ventures/2020-10-06_Pendiri_Perintis_East_Ventures.html

Kesimpulan: Pendiri perintis perempuan cuma 10%. Lulusan Amerika adalah yang paling banyak. Universitas dalam negeri yang paling banyak menelurkan perintis adalah ITB. Negara favorit di luar Amerika sebagai tempat belajar adalah Australia, diikuti oleh Singapura.