Jadi beberapa waktu yang lalu, Menteri Luhut mengajak masyarakat untuk bekerja dari Bali (Work From Bali). Ini beritanya. Sebagian pegawai negeri sipil ikut bekerja di Bali sebagai teladan bagi masyarakat bahwa kita di jaman now bisa bekerja dari mana saja. Tentu saja syarat dan ketentuan berlaku. Hanya orang dengan pekerjaan tertentu yang bisa bekerja dari mana saja, misalnya spesialis SEO, penulis konten, pemrogram, product manager, seniman meme.
Pemerintah juga sudah mulai terbuka terhadap Nomad Tourism. Di dunia ini, ada sebagian orang yang mengunjungi suatu tempat/negara bukan untuk berlibur tapi untuk bekerja (dan berlibur di antaranya). Jadi di jaman dulu, Lucy dari Denmark pergi ke Bali dan tinggal di sana 1 minggu. Dia menghabiskan waktunya dengan berjemur di pantai, minum bir di bar di Kuta, memberi makan di monkey forest, ikut retret yoga, memanjakan dirinya di spa, menyelam di Amed.
Tapi sekarang di jaman Nomad Tourism, mungkin kegiatan Lucy itu seperti ini. Dia tinggal di Bali selama 2 bulan. Minggu pertama, dari jam 9 sampai jam 16, dia bekerja, terus sorenya dia bersantai di pantai Kuta. Akhir pekan dia habiskan di Klungkung. Minggu kedua, Lucy berdiam di Amed. Di minggu kedua, dari jam 9 sampai jam 16, dia bekerja. Setelah itu dia menikmati Amed yang tenang dan tidak hiruk pikuk. Akhir pekan kedua dia habiskan di Bedugul. Lihat perbedaannya?
Dulu kegiatan bekerja dan turisme itu terpisah jelas. Di jaman dulu, Lucy bekerja di kantor di Denmark. Dia datang ke Bali, dia tidak bekerja di Bali, dia berlibur di Bali. Kalau dia bekerja di Bali, dia bakal ditangkap dan dideportasi oleh pihak imigrasi Bali. Sekarang dia bisa bekerja di Bali tapi pihak perusahaannya tidak berdiri di Bali. Jadi dia tidak mengambil lapangan pekerjaan orang Bali.
Nah, pandemi sudah memaksa perusahaan-perusahaan untuk belajar budaya kerja jarak jauh (remote). Memang sih sebagian perusahaan mau balik lagi ke budaya kerja kantor dan meninggalkan budaya kerja remote tapi efeknya akan berbekas dalam. Akan tumbuh banyak perusahaan remote. Karyawan perusahaan remote bisa bekerja dari rumah atau dari Bali.
Eh, siapa bilang orang harus bekerja dari Bali. Tidak ada yang melarang orang untuk bekerja dari Semarang, Bandung, atau Cilegon. Pemerintah memutuskan untuk membuat program Work From Bali itu karena Bali sangat tergantung terhadap pariwisata dan Bali sedang sekarat. Saya sudah mendengar cerita-cerita menyedihkan dari teman saya yang bekerja sebagai direktur hotel di Bali.
Hidup Berpindah-pindah
Jadi Anda bisa hidup berpindah-pindah (jika Anda mau). Saya mengasumsikan Anda memiliki pekerjaan yang fleksibel. Jika belum, ada banyak lowongan pekerjaan remote di luar sana. Anda bisa keliling Jawa dengan gaya hidup nomad. Ketimbang ambil cuti 1 bulan untuk keliling Jawa, Anda bisa keliling Jawa selama 1 atau 2 tahun. Misalnya bulan Januari, Anda tinggal di Sukabumi selama satu bulan. Iya, satu bulan. Biar lebih meresapi suasana di Sukabumi. Bulan Februari, Anda tinggal di Bandung. Bulan Maret, Anda tinggal di Cirebon. Bulan April, Anda tinggal di Tegal. Bulan Mei, Anda tinggal di Semarang. Bulan Juni, Anda tinggal di Salatiga. Dan seterusnya.
Generasi sebelumnya tidak dapat melakukan hal itu. Tapi Anda dapat melakukan hal itu. Iya, sekarang kita sedang dalam masa pemulihan dari pandemi. Jadi mungkin bukan ide yang baik untuk melakukannya tahun ini. Tapi pikirkan kemungkinan ini untuk tahun depan atau dua tahun lagi.
Tentu saja ini dengan asumsi kalau Anda suka jalan-jalan. Saya sendiri bukan penggemar berat gaya hidup nomad. Saya suka travel tapi tidak suka travel amat sangat. Saya kalau berlibur pilihan utamanya yah kalau tidak ke Yogyakarta, yah ke Bali. Saya adalah orang yang membosankan. Kalau saya travel lebih dari dua minggu, saya sudah merasa bosan.
Tren hidup nomad ini adalah peluang bagi Anda yang ingin membuat perintis yang mendukung gaya hidup nomad. Misalnya ketimbang tinggal di hotel, orang mungkin lebih suka kontrak rumah selama satu atau beberapa bulan. Contoh perintis: Zeus.
Bayangkan sebuah perintis yang karyawannya berjumlah 6 orang. Ketimbang bekerja di tempat co-working di Jakarta Pusat, bagaimana jika mereka hidup nomad sebagai satu tim. Mereka menyewa sebuah rumah yang bisa menampung 6 orang, atau dua rumah jika ada pihak lawan jenis. Bulan Januari, perintis ini bekerja di Cilegon. Bulan Februari, perintis ini bekerja di Solo. Bulan Maret, perintis ini bekerja di Malang. Dan seterusnya.
Ketika menulis artikel blog yang sedang Anda baca ini, saya sedang mendengar lagu Bon Voyage, yang merupakan lagu pembuka anime One Piece. Jika Anda tidak tahu tentang anime atau manga One Piece, ia menceritakan tentang kisah bajak laut. Sekelompok orang bertualang dengan kapal laut. Di jaman modern, apa yang saya gambarkan di paragraf sebelumnya itulah yang paling mendekati kehidupan petualangan bajak laut dan masih realistis. Anda tidak mungkin menyewa kapal kan? Berapa harga sewa kapal? Belum masalah koneksi internet.
Pertemuan dengan Orang Lokal
Banyak orang yang menyebut turisme itu hal yang dangkal karena turis datang ke tempat tujuan tanpa berinteraksi dengan penduduk lokal. Kalaupun ada interaksi, interaksinya dangkal. Mungkin dengan tinggal lebih lama, turis dapat berinteraksi dengan lebih dalam dengan penduduk lokal.
Bayangkan Anda datang ke kota Solo, Anda bisa berjumpa dengan sekelompok mahasiswa yang haus dengan ilmu di dunia perintis. Anda bisa menunjukkan bagaimana men-deploy aplikasi web di awan dengan Ansible. Betul, Anda dapat melakukannya lewat Zoom atau Google Meet dari Jakarta. Saya adalah pendukung budaya kerja remote garis keras. Tapi saya menyadari ada sesuatu di pertemuan laring secara fisik yang tidak dapat Anda temukan di pertemuan remote. Lagipula manusia adalah makhluk sosial yang butuh interaksi sosial laring.
Mungkin sesuatu yang seperti Meetup perlu dibuat untuk menjembatani pertemuan antara penduduk lokal dengan orang yang hidup nomad.
Orang Tua
Anda mungkin menyadari apa yang saya tulis ini cuma berlaku bagi orang lajang. Tapi pasangan suami istri juga dapat melakukannya sepanjang mereka berdua memiliki misi dan visi yang sama. Atau kalau tidak, salah satu pihak mengalah. Mungkin saya perlu buat fitur pilih pasangan dengan gaya hidup nomad ini di situs pencari jodoh saya, SwanLove. 🧳👩❤️👨
Kalau sudah punya anak? Nah, ini adalah eksplorasi yang sangat menarik. Dapatkah keluarga dengan anak hidup secara nomad? Dua tahun lalu, mungkin saya jawab tidak mungkin. Tapi pandemi memaksa anak-anak untuk belajar secara daring. Tentu saja proses belajarnya tidak sempurna. Banyak anak yang tidak memiliki koneksi internet yang bagus. Tapi ia memberikan sekelumit potensi pembelajaran di masa depan. Kebayang tidak kalau di masa depan ada sekolah daring 100% terlepas dari pandemi atau tidak? Jadi orang tua dengan anaknya bisa hidup sebagai nomad.
Nah, di samping itu ada yang namanya homeschooling. Saya tanya teman saya yang merupakan seorang guru apakah pendapat dia terhadap homeschooling. Dia bilang untuk anak SD tidak masalah. Tapi pas anak sudah SMP, tidak banyak orang tua yang sanggup mengajarkan mata pelajaran seperti fisika kepada anak mereka. Dengan asumsi demikian, orang tua bisa hidup sebagai nomad ketika anak mereka masih TK dan SD. Setelah anak mereka masuk SMP, barulah mereka menetap di sebuah kota dan hidup bahagia selama-lamanya.
Hidup sebagai nomad tidak berarti hidup sebagai nomad sampai Anda meninggal dunia atau pikun. Tapi Anda bisa hidup sebagai nomad selama 5 tahun. Setelah itu Anda menetap di sebuah kota. Dan Anda merasa cukup puas dengan pengalaman hidup nomad 5 tahun.
Lagipula mungkin nanti bakal ada solusi baru bagi orang tua yang memilih homeschooling. Mungkin teknologi bakal jadi canggih di mana anak dapat belajar fisika dengan realitas tertambah (augmented reality). Mungkin ada guru fisika yang dapat mengajar anak Anda di kota-kota tempat Anda hidup sebagai nomad.
Gaya Hidup Baru
Jadi artikel ini ditulis untuk membuka pikiran Anda. Ada tren baru yang bakal mengubah hidup banyak orang, yaitu bekerja jarak jauh (remote). Konsekuensinya adalah orang bisa hidup sebagai nomad. Dulu nenek moyang kita juga hidup sebagai nomad sebagai pemburu dan pengumpul (hunter-gatherer). Ketika jaman pertanian tiba, barulah nenek moyang kita hidup menetap di suatu tempat.
Nah, apa yang ingin Anda lakukan dengan informasi ini terserah Anda. Anda mungkin ingin menjadi petualang seperti Luffy dan bekerja sebagai karyawan remote. Anda mungkin ingin mendirikan perintis yang mendukung tren hidup baru ini. Banyak hal yang bisa Anda lakukan untuk mendukung gaya hidup nomad. Selain contoh perintis yang sudah saya sebutkan, Anda bisa membuat perintis penyewaan motor dengan model langganan. Bayangkan Anda datang ke kota Garut, dengan aplikasi seluler Anda, Anda menyewa motor selama sebulan sebagai transportasi Anda di kota tersebut. Itu dari aspek travel. Anda bisa juga membuat perintis untuk mendukung gaya hidup orang tua yang hidup sebagai nomad. Mereka membutuhkan dukungan dalam pengasuhan anak. Pikirkan masalah apa yang menimpa orang tua dengan anak kecil yang sedang travel.
Striving off the road laid, In between the sky and ocean, We begin rowing our boat, To the dark deep ocean, where an adventure is waiting, Doesn’t it sound fun just imagining it? Traveling through the seas of the world, Roaring our battle cry, When your spirit is ready, let us signal the start.
Dari lagu pembuka One Piece
A ship in harbor is safe, but that is not what ships are built for.
Orang bijak