Beberapa hari yang lalu adalah Hari Ibu (Mother’s Day) di Amerika Serikat. Di Twitter, seperti biasa, terjadi banyak drama tentang Hari Ibu ini. Ada yang berbagi cerita bahwa dia menyesal menjadi ibu. Alasannya macam-macam. Ada yang bilang dia tidak bisa travel atau meniti karir gara-gara membesarkan anak. Terjadilah drama. Kemudian ada yang berbagi bahwa dia menjadi ibu pada umur 25 tahun dan dia tidak menyesal. Di Twitter, terjadilah drama.
Inti dari drama ini adalah perdebatan tentang peran perempuan di masyarakat. Di satu pihak, ada yang berpendapat bahwa perempuan harusnya memikirkan perannya sebagai seorang ibu (nilai-nilai kekeluargaan). Di lain pihak, ada yang berpendapat bahwa perempuan harusnya fokus terhadap karir (ekspresi diri). Orang biasa menyebut ketegangan ini sebagai Mommy Wars.
Beberapa bulan lalu, ada artikel yang menceritakan seorang perempuan ingin menjadi ibu rumah tangga 100% setelah melahirkan anak. Seperti biasa, di Twitter, terjadilah drama. Kemudian ada yang melemparkan artikel tentang lumayan banyak perempuan yang ingin menjadi ibu rumah tangga untuk membesarkan anak. Di Twitter, terjadilah drama.
Dari tautan artikel di Forbes, kita bisa merangkumkan apa yang diinginkan oleh seorang ibu adalah:
“What every mom wants is time with her kids, financial security and a sense of identity,”
Morgan Steiner
Jadi ada tiga hal yang diimpikan oleh ibu-ibu: waktu dengan anak-anak, keamanan finansial, dan ekspresi diri. Camkan baik-baik hal ini karena kita akan bertemu dengan perjuangan seorang ibu untuk mencapai keseimbangan antara tiga hal ini dan kompromi yang harus diambil oleh seorang ibu.
Identitas diri itu maksudnya punya karir atau usaha sendiri. Jadi identitasnya bukan cuma istri “seseorang” atau ibu dari anak-anak. Yang paling ideal itu seorang ibu mendapatkan hidup seperti yang dialami oleh J. K. Rowling (pengarang Harry Potter) atau Sheryl Sandberg (COO Facebook). Mereka punya karir/usaha sukses, aman secara finansial, punya keluarga dan anak-anak.
Tapi apa daya, kadang hidup itu tidak ideal. Seorang ibu kadang harus memilih.
Jika seorang ibu memutuskan untuk memprioritaskan waktu dengan anak-anak, dia dapat menjadi ibu rumah tangga 100%. Tapi hal ini berarti dia mengorbankan karirnya dan kehilangan ekspresi diri. Jika dia tidak menikah dengan suami yang kaya, berarti dia juga mengorbankan keamanan finansial. Dia harus menurunkan standar hidupnya.
Jika seorang ibu memutuskan untuk memprioritaskan keamanan finansial dan suaminya bukanlah orang kaya, dia harus bekerja. Bekerja 8 jam per hari (di luar waktu pergi ke kantor dan pulang ke rumah) berarti waktu dengan anak-anaknya menjadi lebih sedikit.
Jika seorang ibu memutuskan untuk memprioritaskan ekspresi diri, berarti dia harus lebih bekerja keras untuk mendapatkan karir yang tinggi atau membangun usaha yang sukses. Pengorbanannya adalah waktu dengan anak-anak jadi berkurang.
Kita akan melihat sudut pandang ibu rumah tangga dan ibu karir. Kemudian kita akan mencari jalan tengah (reasonable adaptation).
Ibu Rumah Tangga
Salah satu penyesalan orang ketika hampir mati adalah bekerja terlalu banyak. Orang-orang menyesal tidak menghabiskan waktu lebih banyak dengan keluarga.
Tapi penyesalan orang yang lain adalah tidak memiliki keberanian untuk hidup yang sesuai dengan hatinya, malah hidup sesuai dengan yang diharapkan oleh orang lain. Contohnya, Anda ingin jadi dokter, tapi orang tua ingin Anda jadi bankir. Anda jadi bankir dan Anda menyesal.
Hal ini menunjukkan kebanyakan orang tidak bahagia dengan pekerjaan mereka. Pekerjaan mereka tidak cocok dengan hati mereka. Pekerjaan mereka bisa dikategorikan sebagai bullshit jobs.
Manakah yang lebih berharga / lebih bernilai? Menyuap makan anak Anda, mengganti popok anak Anda, menidurkan anak Anda. Atau mengerjakan tiket Jira untuk meningkatkan konversi penjualan minuman manis di landing page sebesar 1%.
Manakah yang akan Anda ingat ketika Anda tua? Melihat anak Anda menangis dan tertawa? Atau saat-saat Anda menulis kode Deep Learning yang bisa meningkatkan penjualan sebesar 10% di situs e-commerce tempat Anda bekerja?
Hanya sedikit orang yang memiliki pekerjaan yang bernilai tinggi bagi masyarakat dan bisa dibanggakan, misalnya dokter bedah otak. Kebanyakan pekerjaan orang itu adalah komoditas. Bagi ibu yang memiliki pekerjaan sebagai dokter bedah otak, memang tidak masuk akal jika dia memutuskan untuk berhenti dari pekerjaannya dan menjadi ibu rumah tangga 100%. Masyarakat bakal kehilangan seorang dokter bedah otak yang susah dicari. Tapi kebanyakan pekerjaan orang kan tidak seperti itu.
Jika sebagian besar pekerjaan orang adalah komoditas atau bullshit jobs, kenapa tidak menjadi ibu rumah tangga saja. Membesarkan anak adalah hal yang sakral. Memang tidak ada nilai ekonominya di PDB. Tapi kan tidak semua hal harus diukur dari sisi ekonomi.
Ibu Karir
Orang yang berada di kubu ini berpendapat bahwa adalah hal yang bodoh atau beresiko tinggi untuk menjadi ibu rumah tangga 100%. Ibu itu akan menjadi tergantung terhadap suaminya. Misalnya suaminya menceraikan dia, dan ibu itu harus bekerja lagi, maka ibu itu akan susah mencari pekerjaan karena terdapat kekosongan di karirnya. Perusahaan kebanyakan tidak suka melihat CV di mana ada kevakuman selama beberapa tahun.
Pekerjaan atau karir itu berfungsi sebagai hedge terhadap suaminya. Jika suaminya bertingkah aneh-aneh, makan ibu itu masih memiliki pegangan ekonomi yang kuat.
Selain itu, seorang ibu juga memiliki keinginan untuk mengekspresikan diri atau berkarya di luar perannya sebagai ibu.
Tambahan lagi, pekerjaan juga menjadi wadah bersosialisasi bagi seorang ibu. Mendapatkan teman di masa dewasa itu susah bukan main. Seorang ibu adalah seorang makhluk sosial. Tempat kerja menyediakan tempat untuk menyalurkan hasrat sosial bagi seorang ibu.
Pekerjaan Paruh Waktu
Pada tahun 1930 John Maynard Keynes meramalkan bahwa kita bisa kerja 15 jam per minggu di masa depan (100 tahun setelah 1930). Untuk sebagian orang pada masa sekarang, ada pilihan untuk bekerja paruh waktu. Mungkin tidak 15 jam. Tapi 20-25 jam. Anda bisa menemukan lowongan-lowongan pekerjaan tersebut di situs buatan saya, ParttimeCareers.
Bekerja 20-25 jam berarti bekerja sebanyak 4 jam per hari. Dan jika Anda bekerja di rumah, berarti Anda masih punya banyak waktu untuk membesarkan anak. Sesusah apa sih meluangkan waktu 4-5 jam per hari untuk bekerja? Dengan asumsi, jumlah anak Anda masih wajar-wajar saja (1-2 anak), bekerja paruh waktu masih bisa dilakukan.
Pekerjaan paruh waktu ini adalah solusi bagi ibu yang ingin menghabiskan waktu lebih banyak dengan anak dan memiliki penghasilan sendiri.
Membangun Bisnis
Bagaimana jika seorang ibu memiliki ambisi lebih, yaitu membangun bisnis. Dapatkah seorang ibu membangun bisnis sambil membesarkan anak? Yah, jawabannya tergantung banyak hal. Bisnis apakah yang ibu itu mau bangun? Apakah ibu itu mendapat bantuan dari suaminya, orang tuanya, mertuanya?
Membangun perintis itu adalah hal yang intensif, membutuhkan usaha maksimal, dan pemodal memiliki harapan tinggi bagi perintis. Tapi ada bisnis yang lebih santai di mana Anda tidak perlu bekerja 10 jam per hari. Kita biasa menyebutnya sebagai lifestyle business, bootstrap business, bisnis swakarya. Salah satu contohnya adalah Pyimagesearch.
Jika suami dari ibu itu bekerja penuh waktu, maka ibu itu memiliki keamanan finansial untuk membangun bisnis swakarya ini. Dia tidak perlu terburu-buru untuk mendapatkan profit dari bisnis swakarya ini karena suaminya yang memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal ini adalah kerja sama yang baik. The husband takes one for the team.
Mungkin bisnis swakarya itu membutuhkan 6 tahun supaya dapat mendapatkan profit yang menggiurkan; tidak masalah. Selama 6 tahun itu, si ibu dapat fokus dalam membesarkan anaknya dan membangun bisnis swakarya. Tidak perlu kerja penuh waktu dalam membangun bisnis swakarya ini. Makanya ini adalah pilihan yang bagus bagi ibu jika dia ingin berbisnis.
Misalnya si ibu ingin membangun bisnis pendidikan tentang Tensorflow. Dia bisa menghabiskan harinya seperti ini. Pagi hari dia membikin makan untuk anaknya, dan menyuap anaknya. Terus dia menemani anaknya bermain. Terus anaknya makan siang. Lalu anaknya tidur siang. Ketika anaknya tidur siang, si ibu bisa menulis blog tentang Tensorflow. Ketika anaknya bangun, si ibu kembali menemani anaknya. Pada malam hari, si ibu dapat melanjutkan penulisan blognya. Anaknya? Suaminya dapat mengambil alih tugas tersebut. Hari Sabtu, si ibu dapat bekerja lebih lama karena suaminya dapat mengurus anaknya. Bayangkan hal ini berjalan selama beberapa tahun. Blog tentang Tensorflow yang ditulis oleh si ibu dapat menjadi populer. Setelah itu si ibu dapat membuat produk premium di atas blognya yang populer itu, misalnya e-book. Dengan begini, si ibu dapat memiliki bisnis sendiri tanpa mengorbankan waktu yang berharga dengan anaknya.
Saya sudah membuat forum Pembangun, yaitu tempat pemrogram mencari ide, berdiskusi tentang bisnis swakarya.
Kebebasan Sebagai Seorang Ibu
Sebagian perempuan takut menikah dan menjadi ibu karena mereka khawatir karir mereka akan mati. Mereka takut akan menjadi terikat di dalam rumah tangga. Tapi dengan strategi yang apik, mereka masih bisa tetap berkarir atau membangun bisnis. Pernikahan dan peran sebagai seorang ibu tidak harus menjadi akhir dari karir seorang perempuan. Dengan pasangan yang tepat, seorang perempuan dapat menyeimbangkan ketiga hal yang diinginkan oleh mereka: waktu dengan anak, keamanan finansial, dan ekspresi diri.
Tapi haruskah seorang ibu bekerja paruh waktu atau membangun bisnis? Yah, suka-suka dia. Kalau dia mau jadi ibu rumah tangga 100%, dan memutuskan untuk menghabiskan sisa waktunya (di luar waktu mengasuh anaknya) dengan menonton Vincenzo atau menulis puisi, atau membaca novel, atau hidup laissez-faire, yah terserah dia. Tidak semua orang harus bekerja untuk memutar roda ekonomi.
Pasangan yang Tepat
Jika saya bertemu dengan perempuan yang tepat, saya tidak masalah menjadi Bapak Rumah Tangga. Istri saya bekerja sebagai VP of Engineering di perintis XYZ misalnya. Saya mengasuh anak. Ketika anak saya tidur, saya bisa mengembangkan karir penulis saya. Saya mau menulis novel yang berjudul Legenda Cinta Buaya Putih di Wattpad. Novel saya tidak menghasilkan uang? Tidak masalah. Kan namanya renjana. Keamanan finansial saya dijamin oleh istri saya.
Makanya saya punya visi di mana perempuan dapat mencari suami yang mendukung strategi menjadi seorang ibu. Siapa yang bertugas menjaga anak? Siapa yang bertugas menjadi bread winner? Jika salah satu pihak mau membangun bisnis swakarya, apakah pihak yang lain mau mendukungnya atau tidak? Mending kerja paruh waktu (lebih aman) atau bikin bisnis swakarya (yang lebih beresiko tapi upside-nya jauh lebih tinggi)?
Makanya di forum Pembangun saya menaruh bidang akun SwanLove supaya orang yang membangun bisnis swakarya bisa mengiklankan dirinya dalam mencari pasangan.
Nanti di ParttimeCareers, rencananya juga begitu. Dengan begitu, seorang perempuan dapat mencari pasangan yang bekerja paruh waktu atau yang membangun bisnis swakarya. Atau dia yang mengiklankan dirinya. Mungkin dia ingin membangun bisnis swakarya, dan dia mencari seorang pasangan yang bekerja penuh waktu (untuk memastikan keamanan finansial bagi rumah tangga).
Menjadi seorang ibu adalah kebajikan sosial yang harus didukung oleh seluruh lapisan masyarakat. Tidak selayaknya perempuan merasa bersalah jika dia ingin menjadi seorang ibu. Seorang perempuan juga harus merasa aman jika dia ingin berkarir tanpa mengorbankan identitasnya sebagai seorang ibu.
Selamat Hari Ibu (di Amerika Serikat)! Happy Mother’s Day!