Bagi yang belum tahu, saya menjual buku Pemrogram Rp 100 Juta. Buku ini belum selesai. Rencananya saya melepas 1 atau 2 bab per bulan. Tapi apa daya, saya larut dalam kesibukan saya.
Saya disentil oleh pembaca saya apakah saya masih melanjutkan buku ini. Terakhir saya memperbaharui buku ini adalah beberapa bulan yang lalu.
Oke, berikut jawabannya: buku ini akan tetap dilanjutkan.
Saya akan bercerita tentang kesibukan saya dan kenapa kesibukan saya ini penting bagi kesuksesan buku Pemrogram Rp 100 Juta.
Anda tahu saya punya dilema. Saya bisa saja fokus menulis buku ini. Jadi saya bekerja penuh waktu maksudnya. Tapi itu bukanlah jalan yang terbaik.
Jika saya melakukan itu maka kasus saya menjadi seperti menjadi kaya dengan menulis buku Bagaimana Menjadi Kaya. Saya bakal menjadi meme. 🤣
Idealnya, saya menjadi kaya terlebih dahulu dengan bisnis selain menulis buku, baru saya menulis buku tentang Bagaimana Menjadi Kaya. Pengalaman saya bakal memberi legitimasi terhadap buku itu.
Terus saya juga sibuk membangun startup. Bukan, bukan SailorCoin. Nah, startup ini sudah mendapatkan pendanaan dari angel. Nanti tunggu pengumuman resminya bulan depan.
Nah, apa yang saya lakukan ini penting bagi kesuksesan buku Pemrogram Rp 100 Juta: Panduan Bagi Pemrogram Untuk Menggapai 💰 Harta, 👑 Tahta, dan ⭐ Kemasyhuran.
Dengan menulis artikel tentang indie hacking di forum Pembangun, saya menjadi punya banyak bahan untuk menulis buku, terutama di bagian 💰 Harta.
Dengan membangun startup dengan pendanaan dari angel, saya punya bahan untuk menulis tentang 👑 Tahta dan ⭐ Kemasyhuran.
Pemrogram adalah karir yang menjanjikan. Tapi dunia sudah berubah. Terlalu banyak teknologi baru yang datang, seperti kripto, robotik, AI. Bayangkan Anda kembali ke tahun 2000, apa yang Anda pelajari? Pemrograman desktop dengan Visual Basic atau C++. Kemudian pada tahun 2006, Anda masih bisa belajar pemrograman desktop, tapi emasnya ada di web. Kemudian pada tahun 2011, Anda masih bisa belajar pemrograman web, tapi pemrograman mobile sudah muncul.
Terus remote sudah menjadi lazim. Batas negara menjadi kabur. Pemrogram Indonesia bukan bersaing dengan pemrogram Indonesia lainnya, tapi juga dengan pemrogram asing yang bekerja di startup Indonesia. Pemrogram Indonesia bisa bekerja remote di perusahaan Amerika. Gaji dollar dan biaya hidup Indonesia. Tapi persaingannya keras. pemrogram Indonesia bersaing juga dengan pemrogram Ukraina, Singapura, India, Brazil di kancah global.
Terus menjadi pemrogram yang sukses meraih tahta, bukan cuma harta, Anda juga harus pandai berpolitik. Biasanya Anda berpolitik di kantor. Sekarang Anda mungkin harus berpolitik di Twitter dan Discord juga karena dunia sudah pindah ke daring.
Perkembangan dan perubahaan jaman ini menjadi membingungkan bagi pemrogram-pemrogram Indonesia.
Buku ini saya harap bisa menjadi kompas di tengah perubahan jaman. Saya berharap pemrogram Indonesia bisa menggapai harta, tahta, dan kemasyhuran. Makanya saya menulis buku itu.
Mengurus startup yang didanai angel butuh komitmen tinggi. Sementara tanpa startup ini, saya pun kewalahan menyelesaikan buku ini. Maka dari itu saya akan menyewa jasa pemrogram lepas untuk mengembangkan beberapa fitur PredictSalary dengan gaji saya sebagai CEO startup tersebut. Saya juga akan menyewa jasa penulis lepas untuk menulis tentang materi indie hacker di Pembangun. Walaupun saya menjadi CEO dengan pendanaan dari luar, tapi saya ingin dunia indie hacker Indonesia menjadi hidup. Terus untuk SailorCoin, pasangan pendiri saya akan menjadi lebih aktif. Saya akan mengambil peran yang lebih tidak aktif.
Dengan begitu kesibukan utama saya adalah menjadi CEO startup baru ini dan menyelesaikan buku ini. That should be manageable.
Sementara untuk buku ini, saya akan menulis lebih rutin. Saya tidak akan menyewa jasa ghost writer atau menggunakan AI untuk menulis buku ini. Saya akan menyelesaikan buku ini. It’s personal.
Saya akan merilis konten baru tiap hari di GitHub minimal sebanyak 400-500 kata. Kecuali akhir pekan. Dengan begitu, buku ini akan selesai lebih cepat.
Sebelumnya saya harus minta maaf dulu karena judul artikel ini nginggris. Tapi jika saya memakai bahasa Indonesia yang baku dan benar, maka judulnya jadi aneh. Perekayasa Peranti Lunak Indonesia vs Perekayasa Peranti Lunak India. Insinyur Indonesia vs Insinyur India. Pemrogram Indonesia vs Pemrogram India. Tidak ada yang cocok. SEO artikel ini juga bakal jadi jelek. 😜
Jadi maafkanlah saya, Ibu Pertiwi. 🙏
Topik ini adalah topik yang panas di komunitas engineer Indonesia dan dunia perintis. Dunia perintis Indonesia tergantung terhadap engineer-engineer Indonesia. Misalnya, Gojek.
“Indian tech talent” di sini lebih luas daripada sekadar engineer. Ia juga mencakup Product Manager, desainer UI/UX, dan lain-lain. Tapi di artikel ini, kita akan fokus terhadap engineer saja.
Terjadilah perdebatan di dunia perintis tanah air. Apakah kita tidak memiliki cukup engineer Indonesia yang kompeten sampai kita harus mengimpor sebegitu banyak engineer-engineer India?
Anekdot
Saya akan memberi kisah anekdot. Teman saya bilang sebuah perintis (bukan Gojek, yang lain) terpaksa memaksa memakai jasa engineer-engineer India karena engineer-engineer Indonesia tidak bisa deliver.
Terus ada perintis yang baru mendapat pendanaan gila-gilaan (bukan Gojek, yang lain) dan mereka mencari engineer-engineer dari luar Indonesia. Bukan India, tapi Pakistan. Tapi tetap saja. Itu menandakan sesuatu.
Di lain pihak, di sebuah video Youtube, ada orang yang bertanya, “benarkah SDM IT Indonesia kalah dengan SDM IT India?” kepada Bapak Onno W. Purbo. Bagi yang tidak tahu Pak Onno, beliau adalah aktivis dan pakar di dunia teknologi informasi.
SDM IT = Sumber Daya Manusia Information Technology (kalau kalian tidak tahu)
Videonya cuma 6 menit. Saya sarankan kalian tonton video jawaban Pak Onno. Tapi saya rangkum jawaban Pak Onno W. Purbo di sini:
Dia punya teman yang berkedudukan tinggi (pimpinan) di perusahaan minyak dan gas di Oman (Pertamina-nya Oman).
Posisi temannya Wells Capability Development Coach.
Pak Onno dikenalkan dengan orang-orang Indonesia di Oman dan orang-orang Indonesia itu hebat semua (menurut dia).
Orang Arab ini cari banget orang Indonesia.
SDM (terutama di bidang IT) di dunia dari mata orang Arab bisa dibagi menjadi tiga kategori: SDM bule (bagus banget tapi mahal), SDM India/Pakistan (paling murah tapi ngga bagus), SDM Indonesia (murah dan bagus).
Ngga banyak orang Indonesia yang benar-benar jago IT.
Ngga banyak dosen yang bisa ngajar bagus dan bener gitu. Banyak dosen yang ngajar ecek-ecek.
Ada dosen yang ngajar bagus tapi ngga banyak. Akibatnya tidak banyak orang-orang Indonesia yang bagus yang bisa bekerja di luar.
SDM India banyak sekali. Kalau dia lagi meeting internasional, di meeting-nya Facebook-lah, meeting conference atau apa, isinya orang India melulu.
SDM India/Pakistan itu jago ngomong.
Orang India kalau ngomong bahasa Inggrisnya nyerocos lagi. Mereka debat sama bule, orang bule bisa kalahloh. Orang India ngomong jago, tapi kalau disuruh kerja parah.
Orang Indonesia ngga banyak ngomong, rata-rata diam. Kerjanya bagus. Orang Indonesia itu rata-rata gigih. Santun, ngga banyak ngomong, kerja keras.
Makanya orang Arab lebih suka orang Indonesia daripada orang India.
Nah, kisah dari Pak Onno ini adalah anekdot.
The thing I have noticed is when the anecdotes and the data disagree, the anecdotes are usually right. There’s something wrong with the way you are measuring it
Jeff Bezos
Metode Penelitian
Ini adalah artikel blog, bukan paper. Jadi jangan berharap banyak terhadap keilmiahan dari metode penelitian saya. Saya menggunakan banyak anekdot seperti yang saya lakukan di paragraf sebelumnya. Walaupun begitu, saya juga akan menggunakan data keras dari lapangan yang susah dipungkiri.
Untuk menjawab pertanyaan manakah yang lebih unggul: engineer Indonesia atau engineer India, kita harus memperhitungkan jumlah engineer. Ini bukan seperti Olimpiade di mana masing-masing dari Indonesia dan India mengirim 10 engineer terbaik dan beradu kompetisi pemrograman, misalnya siapa yang lebih cepat membuat kode Red-Black Tree. Jumlah engineer yang dihasilkan negara itu penting.
Walaupun begitu kita juga akan mencoba menganalisa kompetisi antara India dan Indonesia dengan format Olimpiade (the best versus the best). Siapakah yang akan merebut medali emas?
Nah, tidak dipungkiri populasi India itu sebesar 5 kali jumlah penduduk Indonesia. Populasi India itu 1,4 milyar. Populasi Indonesia itu 270 juta. Kita akan menormalisasikan data dengan perbandingan populasi India – Indonesia untuk mendapatkan gambaran yang sebenarnya. Faktor normalisasi data adalah 5(lima). Maksudnya begini. Seandainya kita ambil 100 orang secara acak dari India, berapa banyak dari mereka yang merupakan engineer atau sedang belajar ilmu komputer. Begitu juga dengan Indonesia. Kita mau lihat persentase engineer per populasi juga. Jadi bukan cuma jumlah engineer doang.
Jumlah Engineer di Linkedin
Coba kalian cari Programmer atau “Software Engineer” di Linkedin untuk kategori People dan pilih negara Indonesia atau India.
Ambil contoh kata kunci “Software Engineer” di India. Kita bagi angka 1,8 juta dengan 5 sehingga menjadi 360 ribu. Angka itu adalah 10x dari jumlah “Software Engineer” di Indonesia. Dengan kata kunci Programmer, perbandingannya menjadi 4x.
Kesimpulan: persentasi penduduk India yang bekerja (atau yang mau menjadi) sebagai “software engineer” atau “programmer” itu jauh lebih tinggi daripada Indonesia.
Anggap kita ambil 10 ribu orang secara acak dari India, ada sekitar 12 orang yang bekerja atau mau menjadi engineer.
Anggap kita ambil 10 ribu orang secara acak dari Indonesia, ada sekitar 1 atau 2 orang yang bekerja atau mau menjadi engineer.
Dan India punya 5x lebih banyak penduduk daripada Indonesia. 🤯
Betul tidak semua engineer memiliki akun Linkedin. Makanya kita lihat angka engineer dari tempat lain juga.
Klik tombol View Result. Lalu pilih negara India atau Indonesia.
India punya 49 baris, 10 kali lebih banyak daripada Indonesia. Angka 49 dibagi dengan 5 menjadi 10. Berarti dua kali lipat daripada Indonesia. Tapi Anda harus mempertimbangkan distribusi ranking juga.
Leetcode
Leetcode adalah tempat Anda berlatih mengerjakan soal-soal yang bakal ditanyakan di wawancara teknis.
Lihat persebaran orang-orang yang ikut Leetcode dari artikel ini.
Anda juga bisa melihat data dari halaman Global Ranking.
Anda coba jelajahi halaman Global Ranking.
Tidak perlu menjelajahi 7440 halaman. Cukup jelajahi 20 halaman pertama dan jangan lupa hitung berapa bendera India dan Indonesia yang Anda temui.
Unicorn
Unicorn adalah perusahaan teknologi dengan valuasi $1 milyar atau Rp 14 trilyun. Bahan bakar utama perusahaan teknologi adalah engineer. Mari kita hitung jumlah unicorn yang dihasilkan India dan Indonesia.
Grafik ini memiliki kesalahan perhitungan di bagian China (makanya angka China itu terlalu rendah), tapi kita membandingkan India dengan Indonesia. Artikelnya dapat dibaca di sini.
Dalam 5 tahun, India menghasilkan 27 unicorn sementara Indonesia menghasilkan 4 unicorn. 27 / 5 itu masih lebih besar daripada angka 4. Ingat, populasi India itu 5 kali lebih besar daripada populasi Indonesia.
Google Summer of Code
Google Summer of Code adalah program bimbingan bagi pelajar di proyek open source. Tahun 2021 ini ada sekitar 1.200 murid yang mendapat kesempatan untuk dibimbing di 199 proyek open source. Anda dapat membaca artikelnya di sini.
India menyumbangkan 20% lulusan STEM (Science Technology Engineering Mathematics) ke dunia. 3/4 lulusan STEM itu lulusan ilmu komputer. Indonesia cuma menyumbangkan 1,6% lulusan STEM ke dunia. 20 / 5 itu 4 dan angka 4 itu lebih tinggi daripada angka 1.6. Artikelnya dapat dibaca di sini.
Silicon Valley
Banyak orang-orang yang berasal India (tidak selalu engineer) yang memegang posisi penting di perusahaan-perusahaan Silicon Valley. Contoh: Sundar Pichai (CEO Google/Alphabet), Satya Nadella (CEO Microsoft), Shantanu Narayen (CEO Adobe).
Bukan cuma CEO. Banyak posisi penting diisi oleh orang yang berasal dari India.
Dua orang di gambar atas, VP di AWS, berasal dari India (saya sudah cek Linkedin mereka). Tidak berarti tidak ada orang Indonesia yang bekerja di Silicon Valley. Ada orang Indonesia yang bekerja sebagai engineer di Facebook. Tapi jika Anda menghitung jumlahnya…..
StackOverflow
Mari kita lihat partisipasi pengembang Indonesia dan India di StackOverflow.
Di survei pengembang di StackOverflow, orang India jauh lebih banyak ikut daripada orang Indonesia. Jumlah orang India yang ikut survei itu sekitar 10.500 dan jumlah orang Indonesia yang ikut survei itu sekitar 600.
10.500 / 5 = 2100 dan angka 2100 itu 3 setengah kali lebih banyak daripada angka 600.
Perusahaan Remote
Mari kita lihat jumlah karyawan GitLab dari India. Anda bisa cek di halaman tim mereka.
Ada berapa? 3 + 4 + 7 + 2 + 18 = 34.
Mari kita lihat Indonesia.
Tapi orang itu bukan orang Indonesia.
Dia kebetulan saja sedang di Indonesia (menurut petanya).
Sebenarnya ada orang Indonesia yang bekerja di GitLab tapi mereka tidak tinggal di Indonesia. Ada yang tinggal di Taiwan, Amerika Serikat, dan Australia. Berapa jumlahnya? Mungkin 3-4 orang.
Tanah Air
Nah, kembali ke tanah air. Banyak perintis Indonesia (termasuk *batuk* Gojek *batuk*) yang mengandalkan SDM India. Gojek sampai mengakuisisi software house di India.
Jumlah eksekutif (level VP atau C) asing di Indonesia paling banyak dari India. Sudah saya hitung.
Coba Anda buka Linkedin, terus ketik “vp of engineering”, dan pilih “People” dan Indonesia di “Location”.
Nah, coba Anda jelajahi orang-orangnya. Lihat nama-namanya. Kalau namanya berbau asing, coba lihat negaranya. Dan hitung negara mana yang paling banyak.
Nah, mari kita lihat jumlah karyawan (tidak harus engineer) India di unicorn-unicorn awal, yaitu Gojek, Tokopedia, Traveloka, dan Bukalapak.
Menariknya Bukalapak hampir tidak ada karyawan India. Ada 5 orang saja. Angka di Linkedin sedikit meleset.
Kebetulan gara-gara proyek SailorCoin, saya punya hobi baru, yaitu baca dokumen IPO perusahaan teknologi. Nah, kebetulan saya membaca dokumen IPO Bukalapak dan kita bisa lihat jumlah karyawan asing di dokumen tersebut.
Nah, sekarang coba Anda lakukan kebalikannya. Cari perusahaan teknologi di India (seperti Flipkart, Zomato) dan coba cari karyawan-karyawan yang berasal dari Indonesia.
India memiliki keunggulan dari segi jumlah. Itupun diakui oleh Pak Onno W. Purbo.
Anda mungkin ingin mereka duel dengan format Duel of Honor atau format Olimpiade. Seperti perang Trojan, pihak Troy mengirimkan ksatria terbaik mereka, yaitu Hector. Pihak Sparta mengirimkan ksatria terbaik mereka, yaitu Achilles. Lalu wasitnya berteriak, “Then by bloodshed, do the gods make known their will.” Ooops, tidak ada wasit. Dan mereka bertarung dengan tombak, perisai, dan pedang.
Tapi bagaimana cara engineer terbaik Indonesia dan engineer terbaik India bertarung? Jika mereka bertarung dengan algoritma, kita sudah pasti kalah karena peringkat engineer terbaik India lebih tinggi daripada peringkat engineer terbaik Indonesia di Leetcode. Tapi kan engineering itu lebih dari sekadar membuat kode algoritma. Jadi bagaimana memutuskan seorang engineer itu lebih baik daripada engineer lainnya.
Nah, susah kan mengukurnya. Mungkin Anda bisa hitung lewat proyek open source dan berapa jumlah kontribusi engineer India di proyek terkenal misalnya React, Vue, Go, Kubernetes, dan bandingkan dengan jumlah kontribusi engineer Indonesia.
Tapi saya lebih tertarik membahas persentase engineer per populasi India yang jauh lebih tinggi daripada Indonesia.
Kenapa Orang India Lebih Suka Menjadi Engineer Daripada Orang Indonesia?
Betul, India punya jumlah populasi lebih banyak. Tapi seandainya tiba-tiba India populasinya menyusut menjadi 270 juta, jumlah engineer India tetap lebih tinggi daripada jumlah engineer Indonesia.
Kenapa?
Mungkin pertanyaannya dibalik dulu.
Kenapa Orang Indonesia Kurang Suka Menjadi Engineer?
Engineering culture kita kurang kuat. Selain itu, profesi engineer status sosialnya rendah. Dan untuk membuat keadaan menjadi lebih parah, dulunya gajinya kecil. Jadi kebanyakan orang-orang yang benar-benar suka dengan komputer saja masuk jurusan ilmu komputer.
Di Indonesia ada streotipe nerd terhadap engineer. Nerd itu seperti kutu buku, orang aneh, susah bergaul, tidak bisa jadi pemimpin.
Saya sudah mengobrol dengan orang-orang di dunia perintis Indonesia. Mereka tidak terlalu memandang tinggi profesi engineer. Engineer dianggap barang komoditas. Mereka dianggap seperti minion yang cuma bisa disuruh-suruh.
Tapi ketika dunia startup booming di Indonesia…. sekitar tahun 2014-2016, beberapa hal berubah…. sedikit.
Setidaknya gaji engineer naik lumayan di Indonesia seperti yang saya rangkum di PredictSalary. Tapi tidak semua orang berbahagia dengan keadaan ini. Ada teman saya yang bilang Tokopedia merusak harga pasaran engineer. Dia ingin mempekerjakan engineer-engineer tapi keberatan dengan gaji mereka yang naik drastis gara-gara perusahaan-perusahaan teknologi besar seperti Tokopedia, Traveloka, dll, berani membayar mahal.
Betul, fenomena di mana engineer tidak dipandang dengan hormat itu terjadi di semua negara, termasuk di India. Tapi Anda mesti menganggap fenomena ini sebuah spektrum. Engineer lebih dihargai di negara A ketimbang negara B ketimbang negara C. Jadi jangan berpikir seperti angka binari, 0 atau 1. Tapi spektrum. Ada angka pecahan di antara 0 atau 1. Ada warna abu-abu di antara warna hitam dan putih.
Nah, India lebih menghargai profesi engineer ketimbang Indonesia. Kalau mau kasih angka, mungkin nilai untuk India itu 7, nilai untuk Indonesia itu 5,5. Anggap nilai 10 itu artinya engineer paling dihormati. Nilai 0 itu engineer dihina-hina.
3 Idiots
Nah, kita kembali ke India. Pernah menonton film 3 Idiots (2009)?
Film ini adalah kisah 3 mahasiswa engineering (tapi lebih ke mechanical engineering, ketimbang software engineering). Tokoh utama di film itu, Rancho (yang diperankan oleh Aamir Khan), belajar engineering bukan cuma demi nilai saja, tapi dia mencintai engineering itu.
Di film ini, engineer mendapat peran utama. PERAN UTAMA! 😎
Kalau mau dibikin analogi, kebanyakan orang Indonesia melihat engineer itu tidak layak mendapat peran utama. Engineer pantasnya jadi pemeran figuran. Misalnya kita ambil film Mission Impossible 6. Engineer di Indonesia itu dianggap seperti Benji Dunn (Simon Pegg).
Engineer itu dianggap sebagai orang pintar tapi cuma teknikal doang, canggung, comic relief. Jadi banyak orang Indonesia yang ingin jadi pemimpin / manajer engineer tapi tidak mau jadi engineer. Pemimpin engineer itu status sosialnya lebih tinggi daripada engineer. Dengan kata lain, jadi engineer itu tidak keren di Indonesia.
Ada satu kisah anekdot. Saya berdiskusi dengan teman saya dan membahas kenapa partisipasi orang Indonesia di competitive programming (seperti Leetcode atau HackerRank) rendah. Dia bercerita kepada saya, ada orang yang mengusulkan untuk penyelesaian masalah di Leetcode itu dijadikan sebagai bahan untuk memberi nilai di mata kuliah algoritma dan pemrograman. Tapi salah satu dosen di universitas itu menolak dan bilang, murid-murid di universitas ini didorong untuk jadi manajer atau pemimpin bukan programmer. 🙃
Insinyur yang dimaksud oleh Pak Luhut itu lebih luas, bukan cuma software engineer. Tapi masalahnya mirip-mirip dengan hal yang saya bahas di artikel ini. It rhymes.
Orang lebih suka jadi politisi daripada insinyur karena jadi politisi itu lebih keren.
Orang lebih suka jadi manajer / konsultan McKinsey atau BCG daripada (software) engineer karena jadi manajer / konsultan McKinsey atau BCG itu lebih keren.
Kuliah Ilmu Komputer di India
Nah, selain film, mari kita lihat bukti lain India lebih menghargai engineer.
Lihat tidak opening rank yang paling kecil itu jurusan apa. Di India, Anda ambil ujian penerimaan kuliah. Semakin tinggi nilai Anda, semakin kecil ranking Anda. Paling pintar rankingnya 1. Jadi orang yang masuk jurusan ilmu komputer di IIT Delhi, General Category, Round 1, itu paling tinggi (kecil) rankingnya 31.
Murid-murid yang sangat pintar di India cenderung mengambil jurusan ilmu komputer (Computer Science).
Kesimpulan apakah yang Anda dapatkan dari hal yang saya beberkan ini? Orang-orang India banyak yang pengen jadi engineer dan menganggap engineer itu adalah profesi yang menjanjikan dan terhormat.
Peringatan: mungkin mereka dipaksa jadi engineer oleh orang tua mereka. Seperti dalam film 3 Idiots, ada yang minatnya bukan di engineering, tapi di fotografi. Salah satu moral dari film 3 Idiots itu adalah tidak semua orang harus jadi engineer. Tapi kalau sampai sengaja dibikin film seperti 3 Idiots, Anda bisa bayangkan obsesi India terhadap engineering itu seberapa besar.
Mari saya ulangi.
India terobsesi dengan engineering sampai pada tahap yang tidak sehat. Makanya film 3 Idiots itu begitu populer dan menyentil, engineering bukan segalanya. Dunia itu lebih luas daripada sekadar engineering.
Anak-anak India didorong keras untuk diterima di universitas IIT sampai mereka banyak yang kehilangan masa kecil mereka.
Bandingkan dengan Indonesia. Indonesia tidak memiliki obsesi yang dalam terhadap engineering. Biasanya orang tua mendorong anaknya untuk berdagang (buka toko), jadi PNS, atau jadi akuntan.
Lalu Apa yang Kita Harus Lakukan?
Setelah saya membeberkan kenapa India memiliki jumlah engineer yang jauh lebih tinggi daripada Indonesia, sekarang kita fokus kepada bagaimana cara meningkatkan jumlah engineer Indonesia. Kita tidak perlu meniru India habis-habisan. Saya juga tidak ingin engineering terlalu didewakan. Tapi kita perlu mendorong orang-orang untuk menjadi engineer. Kita juga harus mendorong orang-orang untuk menghargai pendidikan.
Mengenai pertanyaan manakah yang lebih unggul: SDM IT Indonesia vs SDM IT India, silakan tarik kesimpulan sendiri. Data-data dan anekdot-anekdot sudah saya berikan.
Saya lebih tertarik membahas bagaimana cara meningkatkan jumlah engineer Indonesia. Ini penting karena menurut laporan World Bank, kita bakal kekurangan talenta digital (tidak selalu engineer) dalam jumlah banyak.
Usaha dari Pemerintah
Untuk menjadi engineer, orang tidak harus sejenius Albert Einstein, tapi setidaknya butuh tingkat intelejensi tertentu. Tingkat kepintaran orang tergantung daripada asupan gizi di masa kecil mereka. Kita banyak kasus stunting. Jadi kita mesti memastikan anak-anak Indonesia cukup asupan gizinya. Seperti kata Bu Susi, “Ayo, makan ikan biar pintar.“
Setelah memastikan gizi mereka cukup, kita harus memberikan pendidikan yang berkualitas kepada mereka. Ingat kata Pak Onno, tidak banyak dosen yang bisa mengajar dengan baik. Tapi masalahnya lebih luas daripada itu. Ada masalah finansial juga. Banyak orang Indonesia yang tidak sanggup membayar biaya pendidikan.
Ada beberapa solusi: pinjaman dana pendidikan, beasiswa, Income Sharing Agreement.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan kita adalah mantan CEO Gojek yang memberi nama perusahaannya Aplikasi Karya Anak Bangsa, tapi realitas kejam memaksa dia untuk menggunakan jasa banyak engineer-engineer India. Dia merasakan sendiri betapa Indonesia kekurangan SDM terampil. Mari kita tunggu hasil kerja beliau.
Usaha dari Anda
Ada ungkapan, “Be the change you want to see in this world.”
Jika Anda adalah engineer, maka Anda harus terus meningkatkan kemampuan Anda. Misalnya mengikuti Leetcode, dan mendapatkan ranking yang tinggi. Kalau bisa coba kalahkan peringkat tertinggi dari India. 😛
Kalau Anda mahasiswa/i ilmu komputer, coba ikuti program Google Summer of Code atau Google’s Code Jam.
Bikin unicorn.
Tulis buku pemrograman.
Kontribusi ke proyek open source.
Bikin bootcamp.
You get the idea.
Usaha dari Saya
Nah, saya pun akan berusaha untuk membawa keseimbangan ke Indonesia yang kekurangan engineer ini.
Saya sudah bermeditasi dan berbicara dengan Avatar masa lalu saya, yaitu Avatar Aang, Avatar Korra, dan Avatar lain-lainnya. Oh ya, omong-omong, saya ini adalah Avatar Arjuna, the Earth bender, siklus setelah Water. 🧘♂️
Jadi hasil dari dialog saya dengan Avatar masa lalu saya, 🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣, adalah sebagai berikut. Tapi ini adalah rangkuman saja. Di artikel blog selanjutnya, akan saya ceritakan lebih panjang apa yang ingin saya lakukan di hidup saya.
Saya akan membujuk orang-orang untuk menjadi engineer.
Dengan PredictSalary, saya akan menunjukkan bahwa gaji engineer itu tinggi. Bagi yang ingin mendapatkan mobilitas sosial dalam hidupnya, menjadi engineer adalah langkah yang bagus dan aman.
Ada sebagian teman-teman saya yang meninggalkan pekerjaan penuh waktunya (bukan sebagai engineer, tapi di akuntansi). Mereka ada yang menekuni MLM, dan ada juga yang menjadi agen asuransi. Salah satu hal yang dikeluhkan mereka adalah tidak ada hidup yang seimbang di pekerjaan masa lalu mereka. Ada yang bercerita bahwa dengan pekerjaan penuh waktunya, dia susah mengambil cuti karena dia ingin menghabiskan waktu lebih banyak di kampung halamannya ketika kakeknya meninggal dunia.
Saya akan menunjukkan kepada orang-orang bahwa sebagai engineer, orang bisa mengambil pekerjaan remote. Pekerjaan remote akan memberi Anda fleksibilitas yang Anda inginkan.
Masih kurang fleksibel?
Dengan ParttimeCareer, saya akan menunjukkan sebagai engineer, Anda bisa bekerja paruh waktu dan memiliki waktu luang yang banyak. Ini penting bagi orang-orang yang ingin mengurus anak atau orang tua. Memaksa mereka bekerja penuh waktu akan membuat mereka beralih ke MLM dan bisnis asuransi.
Nah, kalau Anda suka travel, pekerjaan sebagai engineer bisa mendukung gaya hidup nomad.
Bagi Anda, engineer-engineer, yang ingin bekeluarga, saya akan membantu Anda mencari pasangan dengan proyek saya, yaitu SwanLove. Ingat, orang tua engineer akan cenderung memiliki anak engineer juga. Pengaruh orang tua terhadap profesi seorang anak itu besar sekali.
Bagi engineer-engineer yang ingin berbisnis swakarya (tanpa modal dari VC), maka saya juga menyediakan tempat untuk mencari inspirasi, yaitu Pembangun. Hal ini penting untuk mengurangi stigma bahwa engineer tidak bisa berbisnis.
Inilah visi dan misi saya dalam membangun negara Indonesia. 🇮🇩